Lantas, bukankah mereka yang sudah menduduki jabatan melalui jalur politik sudah berpengalaman dan berkemampuan dan mendapat jabatan dalam politik, misalnya wakil rakyat, gubernur, bupati dan presiden adalah ahlinya politik? Jawabnya belum tentu.
Kalau pemahaman politik demikian maka para bangsawan dijaman penjajahan Belanda dapat dianggap sebagai pejuang bangsa, padahal mereka berjuang untuk Tuan Menir majikannya. Dimana mereka sebagai pemakan tulang sementara Tuan Menir dan bangsanya sebagai pemakan dagingnya.
Silakan baca kembali sejarah bagaimana awal mula penjajahan nusantara oleh Belanda, siapa sebagai ujung tombaknya, dan apakah mereka yang bekerja sebagai konsultan dan kontraktor pejuang bangsa atau sebagai pencari untung ditengah penjajahan rakyat.
Kalau politik tanpa nilai, tanpa mentalitas kebangsaan, tanpa memahami nilai agama, tanpa memahami budaya bangsa, apalagi tanpa memahami politik yang sesungguhnya maka anda sedang memberi ruang yang lebar kepada penjajah untuk mengintervensi kehidupan warga masyarakat.
Hal ini tidak berbeda dengan mengundang penjajahan dan pembodohan rakyat. Karena itulah dunia internasional menghormati lokal wisdem, kepercayaan masyarakat dan budaya serta adat istiadat lokal dimana saja, meski secara substansi tidak bernilai bagi produktifitas dan menghasikan uang bagi masyarakatnya.
Tetapi yang perlu diingat, jangan sampai beragama, berbudaya menyimpang dan menghambat dari esensi untuk kemajuan dan pengembangan kehidupannya.
Diantara kemajuan, sikap dan nilai budaya, agama, adat istiadat dibutuhkan politik untuk keseimbangan agar tidak mendistorsi nilai kebangsaan, agama, budaya dan lain-lain. Disinilah warga masyarakat seharusnya memahami politik dan hak-haknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga bangsa, negara dan kepala rakyatnya tidak dijual kepada bangsa lain oleh penguasa dan pemimpin yang tidak amanah.
Untuk memahami itu semua maka perlu kecerdasan, dan rakyat seharusnya melek dalam politik. Jika tidak maka mengundang penjajahan dengan mudah dapat dilakukan oleh penguasa karena kecenderungan alamiah dari mentalitas dan jiwa serta nafsu kekuasaan.
Kenapa rakyat perlu memahami politik? Jika tidak memahaminya maka propaganda politik akan dikonsumsi secara total oleh masyarakat umum. Karena rakyat tidak bisa membedakan itu semua. Apalagi untuk memahaminya butuh kemampuan dan kecerdasan. Tidak mungkin seseorang bodoh memahami kebodohan, demikian juga seseorang yang bodoh sangat tidak mungkin memahami orang yang pintar dan siapa serta mana yang benar.
Akibat buta dalam memahami politik maka berpotensi masyarakat se-daerah bahkan se-negara dibodohi (pembodohan sosial) oleh pemikiran dan kebijakan para mentalis penjajah. Karena sikapnya dapat dibarter dengan manfaat kepentingan pribadi maupun kelompok yang ekslusif.
Justru karena itu maka suatu bangsa harus membangun rakyatnya dengan politik kebangsaan dan kualifikasi politik negarawan bukan demagog yang sangat membahayakan bangsa. Karena penjajahan pintu masuknya adalah politisi atau pemimpin demagog yang tidak memahami politik yang sesungguhnya. Mereka berpolitik dengan mentalitas pedagang murni atau pencari laba bukan pendidik rakyat dan bangsanya.