Kedua, Faktor popularitas.
Tidak kurang dari pemimpin yang lahir karena faktor popularitasnya dibidang lain, misalnya artis sinetron atau bintang film atau para seni peran yang dipilih menjadi pemimpin, tentu karena popularitasnya. Padahal dengan profesinya sebagai tokoh seni peran tanpa background memimpin sudah pasti logika rasionalnya seseorang itu hanya memerankan karakter pemimpin bukan pemimpin yang sesungguhnya.
Ketiga, Faktor Kedermawanan.
Dermawan adalah salah satu faktor yang paling utama mempengaruhi masyarakat pemilih di negara ketiga. Karena pada prinsip dasarnya masyarakat menuntut seorang pemimpin adalah seseorang yang bisa membantu kebutuhan masyarakat, maka setelah mereka memilih hasilnya adalah kekecewaan karena pemimpin tersebut tidak mampu mewujudkan harapan pemilihnya yang salah orientasi.
Keempat, Faktor Rekayasa Citra.
Faktor rekayasa citra atau penciteraan sangat dominan mewarnai sistem pemilihan pemimpin, misalnya pilkada atau dalam pemilihan pemilu legislatif. Karena masyarakat pemilih hanya bisa melihat sesuatu dalam politik secara vulgar, sehingga rakyat hanya terdidik dalam skema propaganda politik bukan terdidik dalam politik yang benar.
Propaganda politik dan politik itu sendiri sesungguhnya bertentangan arahnya. Jika masyarakat pemilih memahami propaganda maka pasti akan menghukum pelaku propaganda politik. Karena ahli propaganda itu hakikatnya identik dengan ahli tipu atau negatif tapi politik orientasinya positif untuk masyarakat.
Empat faktor ini sangat dominan yang terpengaruh dalam pengambilan keputusan pemilih kita, terlepas beberapa persen lainnya yang sudah beeorientasi pada arah pembangunan rakyat yang sebenarnya.
Lalu, kenapa ada daerah yang orientasi masyarakat mulai mengarah pada kepemimpinan dan politik yang benar?Â
Pertama, Karena standar wawasan sosial atau banyak masyarakat cerdas disana, sehingga mereka bisa mewarnai pemikiran masyarakat di daerah itu melalui berbagai media, tulisan, visual dan  media lainnya.
Kedua, Karena Pemimpin partai politiknya memiliki kapasitas dan kualitas yang baik (memiliki prinsip dan ilmu) dalam demokrasi. Memahami konsep dan ilmu kepemimpinan sosial, peran dan fungsi partai politiknya dalam mendidik rakyat dan mengadvokasi rakyat mengarah pada politik bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, tidak mengrah pada mentalitas korup.
Ketiga, Karena kelompok ekstra parlemennya kuat, karena banyak masyarakat dalam kompetensi bernegara dalam hukum, ekonomi dan politik yang sering mengadvokasi masyarakat menggantikan fungsi lembaga wakil parlemennya. Peran lembaga tersebut dominan meningkatkan standar wawasan rasio politik masyarakat yang terarah.
Keempat, Karena Kepala Daerahnya cerdas dalam pemahaman hak dan pembangunan rakyat yang benar. Memberi contoh atau keteladanan kepada rakyatnya yang menjadi bahagian dari pendidikan rakyat. Prilaku pemimpin adalah kebijakan publik, maka kalau ada pemimpin punya istri yang banyak maka masyarakat juga akan cenderung berlomba untuk itu yang pada akhirnya mendegradasikan nilai perempuan itu sendiri dalam semangat pemberdayaan tujuan kamuplase kaum lelaki terhadap memiliki banyak perempuan.
Kelima, Banyak tokoh politik, atau tokoh masyarakat yang berani bersikap dan mengatakan kebenaran dengan nalar dan logika bukan dalam ranah feodalisme. Terdapat Tokoh menyampaikan sikap politik melalui media terbuka meski masyarakat awam sedikit yang paham fungsinya (karena tidak membaca) padahal prinsip dan sikap itu demi menyelamatkan masa depan rakyat sendiri.