Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Ada berbagai macam tokoh yang kita kenal dalam kehidupan rakyat dalam berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat. Tokoh dan pejabat itu jauh berbeda, pejabat memiliki kewenangan padanya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk rakyat atas kekuasaan negara.
Tokoh sebahagian besar muncul dalam masyarakat karena sikapnya dalam menghadapi kondisi sosial atau menghadapi suatu masalah bersama rakyat kemudian ia menjadi sosok penting yang memahami dan mempengaruhi keputusan dalam masalah yang sedang dihadapi tersebut. Karena muncul secara langsung ditengah masyarakat, tanpa dominasi warna organisasi dan politik maka yang bersangkutan menjadi tokoh masyarakat.
Sementara ada juga tokoh politik, tokoh partai politik yang bergerak dan bersikap sesuai dengan profesinya masing-masing. Tokoh partai politik cenderung cenderung bersikap atas partai politiknya dan ia melihat segala sesuatu dalam kacamata partai politiknya.Â
Kecenderungan tokoh partai politik dalam prilaku, aktivitas sikapnya lebih banyak dalam program-program partai politik dan berorientasi mengembangkan simpatisan dan dukungan kepada partai politiknya.
Tokoh partai politik biasanya ada pada kader partai politik yang kiprahnya masih terbatas dalam aktivitas partai politik. Hal ini cenderung dialami oleh kader yang tergolong masih pemula dan aktif sebagai kader partai politik guna memperoleh dukungan bagi dirinya dan partainya dalam rangka pemilihan oleh rakyat. Tokoh partai politik dalam bersikap terhadap berbagai persoalan yang dihadapi maka mata mereka tertuju pada dukungan suara rakyat.
Tokoh partai politik dalam perjalanannya akan terposisikan dalam kualifikasi sebagai demagog jika memposisikan popularitas diri dan partainya. Seringkali mereka bersikap dibalik iteng aling-aling atau ada udang dibalik batu meski ada juga mereka yang berusaha untuk selalu menyembunyikannya. Kecenderungan tokoh partai politik untuk ikut arus suara rakyat dengan jumlah yang lebih banyak dan mereka akan memilih kuantitas daripada kualitas, mereka juga cenderung mengambil langkah popular meski salah ketimbang memilih melawan  arus meski itu benar.
Dalam hal ini dapat disimpulkan sebahagian besar sikap tokoh partai politik sangat subyektif sehingga kepercayaan rakyat kepada mereka dalam keragu-raguan. Meski dihadapan mereka masyarakat tidak membantah dan menghormati suara mereka namun dalam hati kecil warga masyarakat justru tidak sepenuhnya memegang teguh sikap tokoh partai politik tersebut.
Tokoh politik, adalah tokoh yang posisinya lebih bebas dari kader partai politik, mereka biasanya dari kalangan senior yang tidak terikat secara langsung dengan partai politik meski awalnya mereka berasal dari partai politik kala mereka masih berusia muda. Tokoh politik biasanya memahami politik dan partai politik secara komprehensif, bahkan mereka lebih paham partai politik ketimbang kader partai sendiri. Karena mereka tidak lagi terbelenggu dalam ikatan kekaderan partai politik tertentu yang di Indonesia mengikuti sistem garis komando. Akibat sistem kepemimpinan partai politik itulah maka tokoh partai politik perlu waktu yang lama untuk perubahan mentalitasnya sebagai tokoh politik.
Tokoh politik dapat melihat berbagai permaslahan dalam perspektif yang obyektif dan rasional untuk kepentingan rakyat dan kepentingan negara tergantung dinamika sosial yang mengarah untuk kepentingan yang lebih besar.
Tokoh politik juga bisa berasal dari tokoh agama atau ulama, karena mereka menghadapi masalah dan hal strategis berkaitan dengan perjuangannya dalam memperjuangkan implementasi nilai-nilai agama yang dapat menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat. Meski tidak nampak, sesungguhnya agama juga dikembangkan dengan sistem politik.
Mereka menjadi tokoh politik karena kepentingan mereka lebih luas terutama dalam konsepsi mentalitas dan moralitas masyarakat dan membangun manusia berakhlatul karimah atau melakukan pekerjaan baik dan menjauhkan pekerjaan jahat dan mereka hidup digaris agama dengan muara kepada tuhannya.
Lalu, apakah tokoh agama juga berpolitik? Tentu saja begitu adanya. Karena politik itu sangat luas sementara partai politik hanya alat politik dalam kekuasaan negara. Bahkan ada yang dipergunakan untuk sebatas merebut jabatan dalam negara misalnya sebatas kursi parlemen. Sementara semua sisi hidup manusia membutuhkan politik yang terkadang sebahagian dari kita justru tidak memahami bahwa  tujuan-tujuan dalam kehidupan kita beraroma politik secara langsung.
Tokoh agama idealnya perlu berpolitik tetapi bukan berpartai politik, karena dengan memilih menjadi kader partai politik justru telah mendegradasi fungsinya sebagai ulama dan berposisi sebagai orang atau tokoh yang dibelenggu dalam hidupnya untuk tujuan-tujuan kekuasaan yang pragmatis. Tetapi menjadi pemimpin partai, pemimpin ideology dan teology akan lebih baik bagi tokoh agama dan ulama atau sebutan lain untuk tokoh agama lain dalam politik, karena mereka bisa fokus membawa ummat bermasyarakat, berbagsa dan bernegara dengan nilai dan budaya agamanya yang diyakini akan lebih baik dalam membangun warga negara atau warga masyarakat.
Tokoh politik biasanya ada dalam lintas partai politik meski dasarnya berawal dari pimpinan partai politik, atau mereka biasanya memilih dan memimpin partai politik sesuai dengan konsep pemikirannya terhadap kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Disamping itu mereka juga dikenal sebagai politisi yang memiliki ilmu yang mumpuni. Tokoh politik berpeluang menjadi pemimpin rakyat karena posisi dan cara pandang mereka yang lepas dari suatu kelompok politik.
Pada negara yang sudah lebih modern sistem partai politiknya terutama kualitas demokrasinya maka ketua partai politik hanya menempati posisi jabatan di parlemen sebagai pengawal kebijakan publik dan pada demokrasi yang lebih baik pimpinan partai itu mendapatkan kursi gratis tanpa mengikuti pemilu asalkan partainya memenuhi syarat pemenangan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Kenapa demikian? Karena mereka sebagai pimpinan yang aktivitasnya secara total mengurus manjemen partai politik dan kader partai politik yang disiapkan sebagai calon-calon pemimpin rakyat.
Tentu saja pemimpin partai politik tersebut bukan beberapa orang yang biasa saja dalam ilmu politik dan bernegara dan mereka tergolong negarawan di negaranya. Pemikiran dan ilmu mendapat nilai yang lebih sehingga mereka dipercaya sebagai pemimpin partai politik dan pemimpin politik dinegaranya.
Kekuasaan partai politik idealnya bukanlah pengurus partai politik sebagaimana kita saksikan di negara kita, sebagai bukti pernah terjadi dalam kepemimpinan opera dalam ranah hiburan, justru mereka meminta penonton memberi suara dalam pemilihan pimpinan opera terpopuler di Italy.  Secara datar kita lihat penonton  tidak berpengaruh untuk kelangsungan dan kelancaran opera, padahal penonton adalah elemen paling penting dalam hidup matinya seni opera tersebut.
Dijaman sekarang "youtube" justru membayar pada kuantitas pemilik viewer yang tinggi, seorang penghibur dipengaruhi sepenuhnya oleh penontonnya maka penghibur yang paling tinggi memperoleh penonton akan dibayar dengan sangat tinggi pula. Dengan begitu wajarlah tokoh partai politik berorientasi pada kuantitas dukungan pemilih meski tanpa kualitas, mereka juga belum pasti mendapat pelajaran dalam kecerdasannya tetapi justru menjadi obyek pembodohan sosial karena ilmu para tokoh partai politik yang tidak berorientasi pada ilmu kepemimpinan, politik dan pemerintahan. Tetapi lebih berorientasi kepada sebatas strategy mengikat pemilih dengan berbagai cara bahkan dengan menyogok. Tetapi mereka juga tidak memahami justru politik telah terdegradasi nilainya ke posisi yang rendah bahkan berada pada posisi hukum dagang dalam demokrasi.
Partai politik seharusnya bisa membangun asset, misalya menciptakan tokoh politik secara perlahan, mereka yang senior atau berpengalaman dalam dunia pemerintahan dan berilmu yang tinggi dalam politik dapat mereka dorong menjadi tokoh politik.
Dengan cara apa? Melepaskan mereka untuk tidak diikat oleh partai politik, tetapi ikatannya berada dalam bathin tokoh politik dimaksud. Ia dengan pengalamannya atau seseorang dengan ilmunya yang tinggi senantiasa memberi solusi dan bersikap atas nama tokoh masyarakat untuk kepentingan rakyat dan partai bisa memanfaatkan pengaruhnya untuk membesarkan dukungan partai politik.
Sulit memang untuk sampai pada pemikiran yang matang dalam politik kita yang berbasis sistem feodal, dimana organisasi politik mengikat anggota dan pengurusnya dengan sistem komando yang dibanggakan, bahkan pemimpin partai politik bangga dengan kesanggupannya membuat sistem komando yang pemilik aslinya adalah militer.
Sistem komando dalam kepemimpinan organisasi sipil dalam kualitas pembangunan masyarakat sipil dan demokrasi adalah kualitas kepemimpinan paling rendah yang membelenggu setiap anggotanya. Pemimpin juga akan memandang perlawanan bagi dirinya ketika ada apresiasi dan persepsi yang berbeda dari angggota dan pengurusnya.Â
Ruang yang luas dalam kepemimpinan partai politik hanya terjadi ketika pemimpin partai politik memahami demokrasi secara utuh dan memahami hak-hak mendasar anggotanya bahkan memahami secara mendetail kehidupan dan sikap anggota dan pengurusnya. Dengan begitu tidak ada keputusan yang diambil secara sepihak oleh pemimpin partai politik tanpa melalui musyawarah yang menjadi mekanisme pengambilan keputusan.
Lalu, bagaimana menghargai para tokoh politik dalam partai politik? Partai politik yang modern mereka mempersiapkan semacam "voucer" yang bisa mempengaruhi setengah suara untuk keputusan partai dalam berbagai hal. Siapa yang dianggap berjasa dalam bidang tertentu mereka akan dianugerahkan hak atau voucer untuk alat intervensi setengah dari total suara internal dalam pembuatan keputusan.
Untuk apa? Agar tokoh-tokoh politik berperan dan mendekat secara mentalitas untuk memberi dukungan kepada partai tersebut yang memberi hak kepada kepada tokoh meski mereka tidak terikat dengan kepengurusan partai politik. Tokoh politik bisa mendapatkan voucer dari partai politik lainnya dalam masalah yang sama atau berbeda ketika pengelolaan partai sudah dalam prinsip-prinsip demokrasi yang modern. Oleh karena itu tokoh-tokoh senior tidak mesti menjadi penasehat partai politiknya. Dengan cara itu mereka tokoh politik akan menjadi  tokoh rakyat yang berpengaruh besar dan ia juga akan menjadi negarawan dalam konteks negara.
Berikutnya para pendiri dan tokoh senior partai politik tidak perlu terpuruk dalam partai politik yang sesungguhnya bagi mereka partai politik itu hanyalah salah satu alat politik yang kecil dalam politiknya. Dengan kesamaan cara pikir dan cara pandang yang lebih terbuka maka pengolaan partai politik secara profesional yang modern, tidak perlu ada perebutan pimpinan partai politik manapun dalam kekuasaan politik. Pada tahapan ini partai politik yang berjalan normatif sebagai wadah aspirasi rakyat akan tetap bertahan sementara partai politik yang berlawanan dengan itu akan tergerus dan menjadi kerdil dukungan dan simpatisan rakyat.
Semoga Bermanfaat!!
Salam
Dok. Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H