Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Centang perenang politik nasional saat ini perlu disiasati oleh warga masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dan larut dalam lautan sulap sikap para politisi bahkan para pemimpin politik utama yang berposisi dan bersikap silang singkarut dalam pandangan politik yang normatif.
Dalam kualifikasi politik, fatsun dan etika banyak para pemimpin partai politik nasional saat ini melakukan manuver bahkan koprol politik gaya kaki lima dan beranggapan sikap itu sebagai sikap politik yang normal. Padahal sikap politik kekuasaan tanpa fatsun dan etika politik justru sikap itulah yang menjatuhkan mentalitas seorang pemimpin politik dari negarawan ke dalam kelas demagog.
Dalam ilmu politik kekuasaan masyarakat beragama dan berbudaya sesungguhnya kepercayaan (trust), sikap konsistensi dan ketegasan pemimpin adalah ruhnya politik, kenapa?
Karena pemimpin itu sebenarnya adalah funding fathernya rakyat yang diyakini berperan besar untuk mempengaruhi perubahan masa depannya dalam bernegara dimana selama mereka hidup di dunia dan dalam hidup jangka panjangnya diakhirat.
Sebenarnya kita bisa membagi secara mudah para pemimpin politik di Indonesia yang sesuai dengan harapan masyarakat apabila kita berpikir secara jernih dalam politik.
Pada masyarakat beragama sebagaimana di Indonesia dengan lima agama, yakni Islam, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu dan Budha, kita percaya bahwa kehidupan di dunia adalah hidup sebagai ujian yang singkat sehingga semua ummat wajib melakukan kebaikan dan menjauhkan kemungkaran selama hidup di dunia demi kehidupan masa depan yang abadi pada kehidupan berikutnya setelah fase kematian.
Jika semua masyarakat Indonesia beragama dan memenuhi kualifikasi sebagai warga negara maka secara total masyarakat Indonesia memiliki visi dan misi yang sama dalam konsep bernegara dan tentunya masih dalam satu alur tunggal dalam tujuan politik pembangunannya. Karena itulah masyarakat Indonesia sesungguhnya dapat dipimpin dengan mudah dan jauh dari centang perenang dalam kehidupannya sebagaimana sikap politik para pemimpinnya.
Lalu, ketika kita pahami tentang latar belakang pemikiran dan karakteristik masyarakat Indonesia dengan landasan tujuan hidupnya, maka kualitas masyarakat beragama menjadi kualitas hidupnya bernegara. Dengan begitu agama menjadi tool fundamental politik negara untuk landasan manajemen rakyat Indonesia yang berkualitas.
Dengan referensi backgroundnya rakyat tersebut, maka sungguh gampang mengetahui siapa sesungguhnya musuh rakyat Indonesia yang sesungguhnya, yang sekaligus menjadi faktor penghambat pembangunan rakyat dan siapa yang berpotensi menjual rakyat Indonesia dengan politiknya.Â
Lalu, siapakah mereka? Jawabnya tegas adalah :
Pertama, warga yang Anti Agama dan tidak beragama dalam lima agama di Indonesia.
Kedua, warga masyarakat yang intoleransi dalam beragama.
Ketiga, warga masyarakat yang memaksakan agamanya kepada warga lain.
Keempat. warga yang berprilaku mengadu domba lintas agama.
Kelima, pemuka agama yang membawa ummatnya ke jalan yang melanggar agama termasuk menyeret agama untuk kepentingan sempitnya.
Faktor-faktor diatas dapat dibangun sebagai landasan berpikir bagi semua masyarakat Indonesia sekaligus sebagai landasan bagi memimpin rakyat Indonesia agar masyarakat dapat diarahkan pada jalur menuju kesejahteraan sebagaimana tujuan dalam konstitusi negara.
Lantas, jika kita ingin meninjau ideology politik yang berkontra dengan background hidup rakyat Indonesia maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, Ideology politik yang tidak menempatkan kuasa Tuhan (anti agama) di dalamnya yang juga bertentangan dengan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedua, Ideology politik yang berorientasi pada kekuasaan semata atau ideology politik yang menghalalkan segala cara (menafikan ajaran agama) untuk memperoleh kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan sebagaimana ajaran politik tokoh Italy Machiavelly.
Ketiga, Ideology politik yang menganut sistem kekuasaan otoriter atau anti demokrasi dalam menjalankan kekuasaannya.
Ketiga hal diatas, dapat menjadi acuan hidup masyarakat Indonesia dalam tujuan pembangunannya dan masyarakat mampu menempatkan musuh yang ideal dalam politiknya karena faktor tersebut adalah musuh dalam bernegara.
Justru karena itu, mencerdaskan rakyat dalam politik adalah menjadi peran dan fungsi serta tanggung jawab utama pemimpin politik agar rakyat Indonesia paham tentang arah politiknya dan tidak mudah terprovokasi baik oleh pihak luar, kelompok anti negara, bahkan pemerintah sendiri dalam kepemimpinannya karena berasal dari kekuasaan partai politik.Â
Berikutnya sesuai dengan landasan bernegara, bagaimana politik dan perjuangan partai politik atau kelompok politik yang perlu di dukung rakyat Indonesia untuk melancarkan pembangunannya agar ideal dan solid sebagai rakyat Indonesia yang sesungguhnya.
Pertama, Politik dan partai politik yang menempatkan nilai-nilai agama dalam politiknya tetapi bukan menjual agama dan memaksakan agama sebagai alat politiknya.
Kedua, Politik dan partai politik yang mengutamakan dan menempatkan rakyat sebagai elemen prioritas dalam elemen negara, bukan soal bantuan yang kualifikasinya (menyogok rakyat) tetapi lebih kepada konsep dan arah serta tujuan pembangunan yang mengarah pada idealisme profil warga rakyat Indonesia. Karena dengan arah dan tujuan politik yang macth dengan tujuan bernegara maka keberadaan rakyat bukan sebatas penerima bantuan (sedekah) pemerintah atau partai politik tetapi sebagai kewajiban pemerintah dalam kewajibannya menjalankan pembangunannya sebagai amanat rakyat.
Misal, judul progam pemerintah yang selama ini di beri judul "Bantuan" rumah kepada rakyat maka lebih idealnya adalah Pembangunan rumah rakyat. Judul dan tema tersebut akan berpengaruh menghilangkan calo dalam pembangunan tersebut yang dapat membodohi dan merugikan rakyat serta menempatkan rakyat pada posisi yang status sosialnya rendah dalam bernegara.
Ketiga, politik dan partai politik yang berhaluan demokrasi dan mengutamakan mencerdaskan rakyat dalam bernegara, anti dan melawan sistem kepemimpinan politik dan pemerintahan yang otoriter.Â
Ketiga hal diatas dapat membangun konsolidasi rakyat untuk bervisi dalam menggunakan haknya untuk membangun pemerintah yang memahami dan memperjuangkan kedaulatan rakyat pada saat pemilihan rakyat di pemilu eksekutif dan legislatif.
Berikutnya, kenapa politik nasional, terjadi centang perenang, silang singkarut yang tinggi bila kita tinjau dalam politik yang normal?Â
Pertama, Pemimpin politik hanya berorientasi pada perebutan kekuasaan, karena ketergantungan rakyat dalam kekuasaan politik dan pemerintah hanya sekedar memperoleh manfaat langsung dan fasilitas hidupnya secara kolutif, kospiratif.
Kedua, Pemimpin politik atau partai politik lupa dengan amanat rakyat yang mempercayakan dukungan kepada mereka untuk berjuang pada jalan sebagaimana harapan rakyat dan menentang konspirasi politik yang dapat menempatkan rakyat pada posisi yang dirugikan.Â
Ketiga, pimpinan politik dan partai politik tidak menghargai rakyat tetapi hanya menggunakan rakyat sebagai tangga untuk memperoleh jabatan yang bukan merupakan jabatan pemerintah yang ingin dipercaya rakyat kepadanya untuk kekuasaan yang dapat merubah masa depannya. Tetapi mereka justru hanya mencari jabatan pada siapa saja termasuk musuh politiknya yang masyarakat pemilih berkontra dengan politiknya maka mereka memilih mendukung dirinya.Â
Dalam hal ini bisa saja pemimpin politik dan partai politik tidak paham atau menafikan terhadap suara rakyat dan menganggap dukungan rakyat itu dapat dikhianati semaunya.Â
Keempat, Pimpinan politik dan partai politik menganggap rakyat Indonesia bodoh sehingga dapat dikhianati dan dibodohkan kembali pada pemilu selanjutnya dengan sekedar memberikan recehan.
Kelima, Pimpinan politik dan partai politik kita masih pada level Demagog yang hanya ingin suara rakyat maka mereka berbuat dan menempatkan posisinya pada jabatan pemerintah hanya untuk mempengaruhi suara rakyat. Dalam hal ini mereka meninggalkan aspirasi pemilihnya dan cenderung mengkhianati rakyat dalam politik normatif.
Keenam, Menganggap pemimpin pemerintah bodoh atau tidak mampu dalam membangun bangsa sehingga mereka harus menyokong atau menutupi kekurangan pemerintah tersebut.
Ketujuh, Terjadi konspirasi kelompok politik dan reorientasi politik kekuasaan yang menempatkan kelompok politik besar tertentu lainnya yang berpotensi merebut kekuasaan dan kemapanan mereka dalam pemerintah dan menikmati fasilitas negara.
Ditengah ketidakjelasan sikap pimpinan politik di atas, maka warga masyarakat harus lebih hati-hati agar tidak menjadi ekperimen korban politik yang manyakitkan. Oleh karena itu masyarakat Indonesia jika ingin terarah dalam pembangunan dan visinya maka perlu kembali berorientasi pada tujuan bernegara dan bersabar agar tidak terjebak pada orientasi tujuan politik dan tujuan partai politik yang semakin tidak berjalan pada politik normatif.
Sekian
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H