Dalam hal ini bisa saja pemimpin politik dan partai politik tidak paham atau menafikan terhadap suara rakyat dan menganggap dukungan rakyat itu dapat dikhianati semaunya.Â
Keempat, Pimpinan politik dan partai politik menganggap rakyat Indonesia bodoh sehingga dapat dikhianati dan dibodohkan kembali pada pemilu selanjutnya dengan sekedar memberikan recehan.
Kelima, Pimpinan politik dan partai politik kita masih pada level Demagog yang hanya ingin suara rakyat maka mereka berbuat dan menempatkan posisinya pada jabatan pemerintah hanya untuk mempengaruhi suara rakyat. Dalam hal ini mereka meninggalkan aspirasi pemilihnya dan cenderung mengkhianati rakyat dalam politik normatif.
Keenam, Menganggap pemimpin pemerintah bodoh atau tidak mampu dalam membangun bangsa sehingga mereka harus menyokong atau menutupi kekurangan pemerintah tersebut.
Ketujuh, Terjadi konspirasi kelompok politik dan reorientasi politik kekuasaan yang menempatkan kelompok politik besar tertentu lainnya yang berpotensi merebut kekuasaan dan kemapanan mereka dalam pemerintah dan menikmati fasilitas negara.
Ditengah ketidakjelasan sikap pimpinan politik di atas, maka warga masyarakat harus lebih hati-hati agar tidak menjadi ekperimen korban politik yang manyakitkan. Oleh karena itu masyarakat Indonesia jika ingin terarah dalam pembangunan dan visinya maka perlu kembali berorientasi pada tujuan bernegara dan bersabar agar tidak terjebak pada orientasi tujuan politik dan tujuan partai politik yang semakin tidak berjalan pada politik normatif.
Sekian
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H