Ketiga, Memberikan sanksi, agar anggota keluarga yang menghilangkan barang untuk mengganti barang tersebut jika perlu dua kali dari harga barang yang dihilangkannya.
Keempat, jadwalkan evaluasi, pembersihan dan penataan, misalnya setiap tahun satu kali sehingga barang-barang kebutuhan rumah tangga itu tetap awet dan tidak harus selalu dibeli.
Pada jaman modern sekarang ini rumah butuh pengelolaan dengan manajemen bersama, sehingga setiap anggota keluarga menjadikan rumah sebagai media berlatih tanggung jawab, kemandirian dan kedisiplinan. Berbeda dengan rumah tradisional yang batasannya hanya memperlihatkan seni atau keindahan dalam interiornya, sementara fungsinya pada urutan yang jauh pada nomor berikutnya.Â
Orang-orang yang tumbuh dalam rumah yang memiliki manajemen sebagaimana penulis terangkan pasti lebih teratur hidupnya dan berhati-hati dalam menjalani masa depannya dibanding anak-anak yang sama sekali tidak terdidik dalam manajemen rumahnya sejak ia kecil.Â
Ini akan menjadi perbedaan rumah orang yang memiliki pengetahuan yang memudahkan cara hidup dengan mereka yang tidak memiliki ilmu yang rumahnya amburadul dan berpotensi menjadi sumber masalah dalam rumah tangga.
Lalu, jika rumah tangga kecil, misalnya masih dengan satu anak, apakah bisa diterapkan manajemen rumah sebagaimana ilustrasi diatas? Tentu saja bisa, meski anda sendiri atau hanya berdua dengan istri, karena tujuannya adalah kedisiplinan diri yang perlu dibudayakan dalam hidup.
Hal ini tentu saja menjadi berlebihan bagi masyarakat yang tidak paham untuk mengatur kenyamanan hidupnya dengan ilmu pengetahuan. Sehingga dalam peekara kebutuhan barang dalam rumah tangga tidak membutuhkan energi dan peras otak untuk mencari barang-barang kecil dalam kesehariannya.
Bayangkanlah, jika ada suatu rumah yang anggota keluarganya setiap hari menghabiskan waktu untuk satu atau dua jam hanya untuk urusan mencari kunci mobil atau sepeda motor, maka dalam setahun berapa waktu yang mereka habiskan untuk sebatas mencari kunci. Padahal jika manajemen dalam rumahnya baik tentu mereka tidak akan mensia-siakan umurnya hanya untuk mencari barang-barang yang lupa menaruhnya.
Hal ini kita anggap sepele, padahal secara psikologis dan emosional bisa saja hal ini menjadi suatu perkara besar yang mengundang pertengkaran dan malapetaka bagi keluarga. Misalnya surat nikah, ijazah atau surat tanah dalam suatu rumah harus dicari karena istrinya lupa menyimpannya atau dibakar oleh anak yang paling kecil dalam mainannya. Bagaimana kita ingin menggaransinya jika orang atau pemiliknya tidak lalai dan tidak disiplin dalam rumah tangganya.
Kenapa penulis mengangkat hal yang seakan remeh temeh dalam kehidupan sehari-hari? Karena hal kecil ini mempengaruhi mental dan psikologis setiap warga yang mempengaruhi juga cara berpikirnya.
Lalu, jika kita ganti perangkat-perangkat kebutuhan dalam keluarga tersebut dengan perangkat dalam bernegara, tentunya hal ini juga menjadi cerminan manajemen dan mis manajemen dalam bernegara.Â