Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rakyat Bangkit, Bila Mengusir Penguasa dan Mengundang Pemimpin Atau Guru Bangsa

14 Desember 2020   15:07 Diperbarui: 14 Desember 2020   19:44 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Menghargai dan menghormati pemikiran, ide, gagasan warga masyarakat diseluruh negeri merupakan langkah awal yang perlu menjadi standar mentalitas pimpinan negara dalam perspektif logika negara kesejahteraan (welfare state) yang normatif.

Memahami arah dan tujuan pembangunan bangsa bagi warga masyarakat diseluruh negeri adalah kewajiban standar menjadi warga negara yang dianggap mumpuni. Pembentukan masyarakat pada standar ini juga menjadi tugas utama pemimpin negara terhadap rakyat yang dipimpin. Hal itu yang membedakan penguasa dan pemimpin yang sesungguhnya. 

Apabila pemahaman pimpinan negara terhadap rakyatnya lemah maka dapat dipastikan bahwa pimpinan suatu negara akan menjadi sumber yang menimbulkan huru hara rakyat dalam berbagai bidang kehidupannya. Sebaliknya jika pemahaman rakyatnya secara normal bahkan dikatagorikan "baik" maka rakyat akan tumbuh dalam alur yang mengantarkan mereka pada standar profesional dalam berbagai bidang kehidupannya.

Justru karena itu kualitas pimpinan suatu negara cenderung linear dengan kualitas rakyatnya, hal inilah yang menjadi salah satu indikator grade suatu bangsa dan negara. 

Pada negara yang dipimpin oleh pemimpin rakyat yang sesungguhnya, akan mudah diatur dengan budaya yang bermuara pada peradaban, sementara pada bangsa dan negara yang dikuasai oleh penguasa justru rakyat akan hidup tanpa arah karena terbiarkan dalam posisi sebagai  obyek terjajah dalam elemen negaranya.

Fenomena sosial pada negara dalam kekuasaan penguasa maka menimbulkan dampak kesenjangan yang lebar dalam berbagai bidang kehidupan antara pejabat negara dan kroninya dengan rakyatnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Dampak lanjutan tentu akan membangun suatu generasi bangsa yang berorientasi pada begawan kekuasaan, sehingga demokrasi, desentralisasi, kesetaraan warga negara akan sulit mengalami kemajuan. Bangsa dan negara tersebut akan terkurung dalam lingkaran setan hingga waktu yang lama.

Dalam perspektif pembangunan bangsa kondisi ini hanya memproduksi kepemimpinan sistem feodal, dimana meski terbungkus dalam lapisan emas demokrasi tetapi kandungan isinya tetap saja feodalizem. 

Terjerumus dalam sistem feodal yang panjang, maka mempersiapkan perubahan untuk kebangkitannya dibutuhkan setidaknya dua elemen dalam perspektif pembangunan bangsa dan negara untuk keluar dari lingkungan belenggunya.

Pertama, Kebutuhan Pemimpin Rakyat yang demokratis dan menghapuskan sistem kekuasaan penguasa. Lalu bagaimana melahirkan pemimpin yang benar bukan sebatas penguasa? 

Jawabannya ada pada grade atau kualitas kesadaran pemimpin partai politik yang menjadi "pemimpin politik" pada suatu bangsa dan negara. Jika orientasi pemikiran mereka berpusat kearah itu maka kompetisi dalam demokrasi berorientasi pada wawasan dan ilmu pengetahuan kebangsaan dalam melahirkan pemimpin negara. 

Bedanya penguasa dilahirkan dengan rekayasa kekuasan uang dan pembodohan rakyat, sementara pemimpin dilahirkan dengan kualitas, kapasitas ilmu pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang tinggi dalam kehidupan rakyat.

Turunan lanjutan sebagai kecenderungannya dari penguasa adalah pragmatisme buta yang membangun politik tanpa fatsun dan etika atau politik buta yang menghalalkan segala cara, sebagaimana pemikiran tokoh politik Niccol'o Machiavelli.

Niccol Machiavelli lahir di Florence, Italia, 3 Mei 1469 -- meninggal di Florence, Italia, 21 Juni 1527 pada umur 58 tahun) adalah diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf.[1] Sebagai ahli teori, Machiavelli adalah figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa pada masa Renaisans. Dua bukunya yang terkenal, Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan Il Principe (Sang Pangeran), awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik pada masa itu.


sumber : tekno-kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun