Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemerintah Republik Indonesia, Kenapa dengan Bendera Pemerintahan Aceh?

6 Desember 2020   16:39 Diperbarui: 6 Desember 2020   17:11 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah seharusnya dalam hal yang diyakini sebagai alat politik masyarakat daerah disegerakan implementasinya. Pemerintah perlu memandang secara lebih luas dalam konteks pendekatan kebangsaan, misalnya dalam hal Bendera Pemerintahan di Aceh yang dituntut setiap tahun oleh aksi masyarakat dengan mengibarkannya pada tempat-tempat umum dan kantor pemerintahan bahkan terakhir ditahun ini dikibarkan pada mesjid raya Baiturrahman sebagai mesjid kebanggaan rakyat Aceh. 

Kita tentu bisa lakukan evaluasi sesungguhnya kedua pihak dalam persepsi memahami kepentingan politik berbangsa dan bernegara. Kajiannya begini, jika rakyat Aceh memaksakan bendera Aceh masa lalu menjadi bendera pemerintahan Daerah Republik Indonesia, bukankah pemahamannya bahwa rakyat Aceh tersebut ingin meleburkan atau mengingklutkan Aceh dalam pemerintahan Republik Indonesia?

Lalu, timbul pertanyaannya, apakah rakyat Aceh sebagai pemberontak atau mereka sedang membangun bangsa ini yang Bhineka Tunggal Ika dalam logika kebangsaan yang fundamental?

Kemudian, kita kaji posisi sikap pemerintah dalam berbangsa dan bernegara, Apakah dengan menghambat hal itu bukankah pemerintah sedang menghambat pembangunan bangsa yang desentralisasi, dan memasukkan bangsa dan negara ini ke lubang sempit yang sentralistik?

Berikutnya, jika dalam standar pendekatan kebangsaan dalam membangun bangsa dan negara maka kedua pihak bisa saja salah memahami strategi politik bernegara dengan kasus bendera tersebut. Logikanya adalah rakyat Aceh memaksakan Aceh dalam pemerintah Indonesia, sementara pemerintah Indonesia menghambatnya. 

Dengan akal sehat maka pemerintah sedang menghambat rakyat Aceh menjadi bahagian dalam pemerintah Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Kemudian Rakyat Aceh kecewa karena aspirasinya disumbat. 

Lalu, bila ada kekuatiran menjadi kecenderungan sosial politik dengan bendera yang pemahaman pada titik bahwa rakyat Aceh sudah merdeka, justru karena sikap pemerintah yang terkesan menghambatnya. Karena itu timbul misteri yang membesarkan semangat dan dukungan dalam politik yang dapat membangkitkan emosional dan kemudian menjadi alat agitasi bagi kepentingan politik pragmatis kelompok politik untuk tujuan sebatas merebut kursi dan lapangan pekerjaan.

Padahal jika wawasan kebangsaan pemerintah dalam kualitas dan kapasitas yang normatif, tentu bendera Aceh secepatnya dapat dilakukan oleh pimpinan pemerintah sendiri untuk dijadikan bendera pemerintah daerah dan tidak perlu ragu karena berpegang teguh kepada nilai-nilai bangsa yang lebih fundamental.

Tentu momentum ini tidak akan beranjak menjadi alat politik kelompok manapun karena pemerintah melakukannya dengan nilai dan wawasan kebangsaan yang lebih tinggi. Apalagi yang dikibarkan adalah bendera Aceh bukan bendara kelompok politik yang mengikat emosional para pemilih. Karena politik partai itu adalah politik pragmatis yang batasannya sebagai kompetisi perebutan kursi pejabat dan wakil rakyat, sementara rakyat Aceh sebahagian besar sudah dapat mengevaluasi kepasitas dan kualitas partai politik yang menawarkan kader-kadernya sebagai calon tersebut.

Pertanyaannya, kenapa dengan pemerintah Republik Indonesia?

Tulisan ini sebagai argumentasi dalam menuju masyarakat Indonesia untuk hidup dalam budaya demokratis dan menajemen pemerintahan yang desentralis. Jika salah penulis menerima semua masukan untuk menjadi referensi berpikir berbangsa dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun