Pengertian modal politik dalam ilmu sosial masih terus dipertajam dan publikasi. Mengenai modal politik ini jauh lebih sedikit dibanding publikasi mengenai modal simbolik (symbolic capital), modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital) maupun modal ekonomi (economic capital).Â
Sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu (1930-2002), sosok pelopor dalam mengkaji berbagai bentuk modal itu (multiple forms of capital) meski masih banyak mendapat kritik.
Casey sebagaimana dikutip Sudirman Nasir (2009) mendefinisikan modal politik sebagai pendayagunaan keseluruhan jenis modal yang dimiliki seorang pelaku politik atau sebauh lembaga politik untuk menghasilkan tindakan politik.Â
Mempelajari definisi modal politik menurut ilmuan dan pakar yang dianggap ahlinya membutuhkan kajian dan kualitas dari uraian mereka karena batasan pengetahuannya menjadi relatif dalam mengartikulasikannya dalam kehidupan politik sehari-hari menurut kondisi sosialnya.
Namun dari uraian dalam ilmu pengetahuan tentang modal politik , maka uang adalah sebagai salat satu alat tetapi bukan modal politik yang paling utama sebagaimana dalam perdagangan lainnya.
Kesalahpahaman mengartikulasi modal politik tentu akan menyebabkan masyarakat larut dalam kesalahan orientasi dan tujuan politik bahkan sesat dalam memaknai pekerjaan politik. Hal ini bisa dipantau dalam aktivitas politik para politisi dalam melakukan kampanye dan aktivitasnya.
Kampanye Politik Kita
Kampanye politik yang kita lihat dalam dunia politik kita masih terorintasi pada kapasitas pelaku politik yang dinggap sanggup melakukan aktivitas politik dengan kesanggupannya memberikan barang dan jasa yang bermanfaat untuk kebutuhan masyarakat yang kemudian mendukungnya.Â
Tidak jarang kita menemukan seorang calon anggota parlemen bekerja sebagaimana mandor dan kontraktor untuk membuka jalan dan memperbaiki jalan untuk alat kampanyenya. Demikian juga ada yang diantaranya menurunkan traktor kesawah masyarakat untuk  membantu menggarap sawah masyarakat dengan biaya gratis pada saat kampanye.
Kemudian berbicara tentang cash money dan sembako sudah menjadi fenomena yang bisa kita saksikan diberbagai daerah pada masa kampanye partai politik, pilkada atau pilleg.Â
Hal-hal seperti ini berlaku dan dianggap sebagai sesuatu yang ideal oleh masyarakat kita dalam memilih anggota parlemen. Tentu akan sulit kita ingin dibenahi untuk mengarahkan ke jalan yang benar dalam kampanye politik ketika kondisi masyarakat memahami dalam konsepsi yang sama dengan politisi tentang tujuan menjadi anggota parlemen dengan kalimat pengabdian dan membantu masyarakat.