Toleransi tidak boleh dipahami semisal di Indonesia bahwa agama Islam yang dominan, sementara yang bertoleransi hanya Islam. Toleransi kualitas dan standarnya sama temasuk hingga pada kebijakan publik dan negara. Jangan sampai sikap-sikap petinggi agama menghambat menghambat prilaku mereka yang dominan dengan menghadapkannya dengan pembuat kebijakan publik.Â
Toleransi termasuk di dalamnya ruang protes dan demo terhadap kepemimpinan daerah dan negara. Hal itu sesungguhnya aktifitas normatif dalam bernegara akibat kualitas pelayanan rakyat dan kepemimpinan negara yang dalam pemahaman masyarakat dominan berseberangan dengan harapan rakyatnya.Â
Jika pemerintah tidak menginginkan protes rakyat, maka pemerintah harus mendampingi rakyat dan memberikan pendidikan sosial yang lebih memadai sehingga aktivitas ini menjadi ideology suatu bangsa dan sesungguhnya hal itulah yang menjadi tugas utama pemimpin rakyat. Apabila hal ini sudah berjalan normal dengan standar yang ditetapkan secara bertahap maka jika masih juga terjadi yang bertentangan, bisa disebabkan oleh faktor :
a. Masyarakat lemah, lemah gizi, lemah mental, lemah otak, lemah energy dan lain-lain.
b. Masyarakat mentalitas pengacau, kriminal, dan katagori manusia jahat, tentu ada sanksi hukum.
Keempat, Faktor lain yang paling berpengaruh sebagai alat besar untuk persamaan prinsip manusia global adalah kebudayaan, peradaban, tradisi, adat istiadat yang sudah terevaluasi secara terbuka sebagai alat pemersatu.Â
Jika hal ini tidak bisa menjadi alat yang mewarnai kehidupan lintas manusia dan ilustrasi masyarakat dalam negara yang hidup dalam kering dan kerontang yang mungkin saja hanya berbasis kerja dan mengejar uang menjadi ukuran bukannya kebahagiaan warga negara, maka ada yang salah dalam sistem pembangunan rakyatnya.
Jika alat-alat pembangunan rakyat ini menjadi terdegradasi fungsinya bahkan menjadi penghambat dalam kehidupan berbangsa bernegara maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pemimpin dan rakyat, bangsa dan negara tersebut sedang berjalan di jalan yang sesat.
Maka perlulah kehadiran guru-guru bangsa tidak sebatas mentalitas pekerja. Ibarat pekerjaan dengan penampilan dan penampakan yang eksklusif, dengan dasi, jas dan kelengkapannya, sementara tingkatan fungsi dan tugas serta mentalitasnya dalam katagori Buruh bukan pembuat keputusan dalam pekerjaan-pekerjaan yang berkantor besar dan megah tersebut.
Sekian
*****
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H