Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Sebagaimana yang telah diumumkan melalui video dan berita di berbagai media massa, bahwa Prof. Amien Rais telah memutuskan mendirikan partai baru. Sebahagian besar mantan kader di partai sebelumnya menempatkannya sebagai sosok guru.
Rencana politik baru ini mendapat sambutan yang cukup baik dalam perbincangan kader-kadernya. Terutama setelah mendengar nama partai PAN Reformasi, namun setelah mendengar nama partai berbeda dengan harapan, sebagaimana dikembangkan belakangan yakni partai Ummat, kader PAN di daerah kelihatannya agak dingin dalam sambutan kader yang tidak segegap gempita PAN Reformasi. Mungkin saja nama tersebut belum familiar dan belum bathin mereka.
Tulisan ini mengambil sample pada semangat dan harapan dalam konsolidasi kader dan pendiri partai sebelumnya di Aceh. Kenapa Aceh?Â
Sebagaimana diketahui bahwa provinsi Aceh adalah salah satu wilayah yang pernah memberi dukungan suara maksimal kepada tokoh reformasi ini pada pilpres tahun 2004 yang berjumlah 56 persen suara.
Namun saat itu Amien Rais tidak masuk pada putaran kedua dalam pilpres dimaksud, akhirnya yang dipilih sebagai presiden Mantan Menkopolhukam dimasa presiden Megawati yakni Soesilo Bambang Yudoyono dan sebelumnya pernah diwacanakan sebagai calon Wakil Presiden yang akan berpasangan dengan prof. Amien Rais, sebelum partai Demokrat memperoleh suara yang lebih besar dalam pemilu.
Aceh sebelumnya merupakan wilayah konflik politik dan senjata, Â namun reformasi saat itu dapat memberi suasana lebih tenang di Aceh, apalagi saat itu digaungkan sistem bernegara yang lebih terbuka dengan yang mengedepankan hak-hak politik rakyat. Bahkan saat itu muncul wacana bentuk negara federasi dalam issu politik baru yang dapat menjadi jalan tengah dalam tuntutan masyarakat terhadap sistem bernegara.
Tentu saja hal ini dapat menjawab setengah dari persoalan konflik di Aceh meski tidak sepenuhnya harapan rakyat kala itu yang berjuang untuk merdeka sebagaimana terjadi pada Timur leste.
Sebagai harapan baru dalam perubahan, Amien Rais bahkan dihadiahkan rencong pusaka Almarhum Tgk. Daud Beureueh mantan Gubernur Militer yang sangat disegani dalam sejarah provinsi Aceh, hal ini diharapkan sebagai simbol untuk menegakkan keadilan dalam bernegara.
Kehadiran Amien Rais dalam kancah politik perubahan terutama dalam sistem kepemimpinan negara dari sistem otoriter kepada sistem yang lebih demokratis telah membuka cakrawala dan negosiasi kekuasaan pusat dan daerah, dimana kemudian Aceh berubah sebagai provinsi yang mendapat otonomi khusus. Inspirasi itu tentu dari semangat penerapan demokratisasi dalam pengelolaan negara.
Karena itulah partai yang didirikan Amien Rais mendapat tempat yang baik ditengah masyarakat Aceh bahkan berlaku dimasa-masa konflik. Tentu saja banyak dikalangan masyarakat kemudian mulai bergabung ke partai politik dan menjadi kader partai nasional baik dari akademisi, tokoh masyarakat dan mahasiswa, pemuda serta kaum perempuan.
Beberapa dari inisiator yang dulu memprakarsai berdirinya wadah politik baru masih menjadi saksi hidup hingga sekarang meski mereka tidak terlibat dalam politik  kepartaian secara berkelanjutan, disamping beberapa orang lain yang telah meninggal dunia. Sebahagian yang masih dalam kondisi sehat, melihat sosok Amien Rais masih sebagai pejuang dalam bernegara dan tidak terjebak dalam kasus-kasus yang kebanyakan terlibat politisi. Demikian tanggapan mereka ketika ditemui oleh para kader yang membicarakan rencana politik baru tersebut di Aceh.
Tulisan ini secara ringkas ingin menjelaskan tentang hak politik dan sistem pengelolaan partai politik yang pernah menjadi ideology yang begitu kental dalam kehidupan generasi muda dan masyarakat saat itu. Masyarakat menjadi terbuka dalam politik dan partisipasinya dalam bernegara.Â
Terjadinya kecenderungan sosial tersebut, telah mengundang banyak kader yang belajar untuk berorganisasi dengan manajemen kepemimpinan yang demokratis yang menghargai hak dasar dan kesetaraan manusianya.Â
Sementara organisasi diluar itu hanya melahirkan anak buah dan komandan seumur hidupnya atau ketika pimpinan organisasi populer maka tidak ubahnya hubungan anggota dan pemimpin sebagaimana hubungan dengan seorang bintang, pemimpin dengan gemerlap dan anggota tetap dalam kegelapan dan mengharap sekedar kerendahan hati.
Atas dasar itu maka sebahagian besar kader sulit menemukan organisasi politik yang konsisten dengan sistem kepemimpinannya sebagaimana ketika awal didirikan. Sejak tahun 2015, Partai yang dibesarkan dengan nama Amien Rais akhirnya mulai melakukan perubahan dalam sistem kepemimpinan yang anti tesis dengan semangat dan prinsip demokrasi dan menjauhkan nilai-nilai perjuangan Amien Rais dalam mencerahkan kehidupan masyarakat Indonesia dalam politik dan bernegara.
Namun mereka para kader hingga ke daerah-daerah bisa merasakan bahwa sering terjadi pertentangan prinsip antara pimpinan partai dan pendirinya yang masih konsisten dengan sistem partai yang didirikan. Namun pimpinan partai tetap menjalankan konsep-konsep pengelolaan organisasi secara otokrasi.Â
Karena itulah banyak kader yang merasa dipangkas hak-hak politiknya dan keluar dari organisasi politik, kecuali mereka yang menjabat baik sebagai bupati atau anggota DPR yang tetap bertahan meski tanpa keadilan hak politik yang sesungguhnya dan tentunya mereka terancam diganti.
Sulit menjelaskan kepada masyarakat bahwa hak politik itu adalah yang paling utama dalam berpartai politik. Ketika hak politik hilang, maka seseungguhnya partai politik tersebut sudah tidak lagi menghormati hak-hak rakyat dalam politik dan bernegara.Â
Tidak hanya berhenti disitu, mereka yang menjadi kader juga akan terdhalimi dalam hidupnya bahkan sepanjang hayatnya. Mungkin saja pengurus pusat menganggap sepele, apalagi tidak semua masyarakat memahami, sehingga mudah untuk ditutupi karena sedikit yang mempermasalahkannya terutama mereka yang cukup memahami organisasi politik.
Akibat dihilangkan hak-hak politik kader dalam partai, maka di Aceh sempat didirikan partai lokal Gabungan Rakyat Aceh Mandiri (GRAM) oleh para mantan kader partai besutan Amien Rais untuk menjadi wadah apresiasi politiknya yang demokratis.
(lihat : Wikipedia)
Sekarang akibat terpisahnya partai dan pendirinya, maka akan banyak kader yang menaruh harapan terhadap keberadaan Amien Rais yang dianggap cukup memahami hak politik kader dan masyarakat, sebagaimana ketika memimpin partai politik dua periode sejak didirikannya.Â
Sebahagian besar pengkaderan itu telah berhasil menjadi para pembesar negeri dan ada yang berubah dalam sistem kepemimpinannya, namun masih banyak yang konsisten dan menanti dengan suatu harapan supaya Amien Rais dapat hadir kembali dalam kepemimpinan partai yang baru yang lebih memberi serapan aspirasi politik rakyat Indonesia.
Semoga partai baru menjadi alat perubahan yang fundamental masyarakat dalam sistem bernegara dan bermasyarakat dimasa depan. Karena kunci-kunci sistem kehidupan bernegara hanya bisa diubah oleh mereka yang memiliki cukup kapasitas dan kualitas dan hal itu ada pada pemimpin politik yang bisa memposisikan jiwa raganya secara merdeka, salah satunya dari jumlah yang bisa dihitung jari adalah tokoh reformasi Indonesia Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA.
Semoga!
Sekian
*****
Amien Rais. (Foto: Grandyos Zafna)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H