Sebelum membaca maka penulis sarankan agar tulisan ini harus dibaca hingga selesai agar tidak menimbulkan kesalahpamahan persepsi dan kesimpulan para pembaca yang sangat kami hormati.
Banyak didirikan organisasi- organisasi dinegeri kita mengatasnamakan kepentingan masyarakat banyak, dalih-dalih pendirian organisasi itu demi bangsa, demi rakyat, demi kemaslahatan, demi segala demi yang berkumpul disana. Padahal tidak lebih demi panggung atau alat bargaining dalam kekuasaan semata. Idealnya jika seorang tokoh itu benar-benar pemimpin masyarakat dan kemampuan otaknya cukup untuk melihat salah dan berbahaya bagi masa depan generasi bangsa dalam pengelolaan negara ini, maka idealnya sudah pasti ia mendirikan partai politik.
Tetapi mereka yang ragu-ragu sementara pekerjaaannya justru melakukan aktifitas politik, itu tidak berbeda dengan memperkeruh susasana sosial, sehingga masyarakat lain terganggu aktifitasnya dalam berpikir dan berorientasi dengan produktifitasnya masing-masing.Â
Jika mereka tegas dan siap berhadapan secara konstitusional dalam berkompetisi maka masyarakat yang berpolitik dan berpikir sebagaimana dirinya juga begitu banyak di negara ini disetiap provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Tetapi karena mentalitas lemah sehingga banyak pertimbangan yang tidak mendasar untuk melakukan suatu sikap politiknya.
Bentuk komunikasi semi politik seperti ini biasanya berbasis massa, menggerakkan orang dengan cara-cara tidak rasional dengan mata tertuju ke persanggrahan. Tetapi massa menghabiskan energinya untuk sesuatu yang setelah kita nilai secara kualifikasi perbaikan kehidupan anak bangsa justru tidak memberi manfaat yang lebih.
Apalagi menghadapkannya dengan problema sosial kekinian yang dihadapi bersama oleh masyarakat nusantara. Justru hanya menambah persoalan baru yang kompleks. Hal ini tidak berbeda dengan prilaku masyarakat dalam mengidolakan bintang rock, yang dikenal dengan syair-syair tegas dan keras dipanggung. Kemudian masyarakat memuja dan mengidolakannya melebihi ekspektasi kenormalan. Hal ini sebenarnya merupakan pola kehidupan tradisional yang sudah ketinggalan jaman. Hal ini juga masih berlaku di negara kita dalam tataran kebijakan tinggi negara ini.
Sebenarnya jaman ini dengan perkembangan pengetahuan rakyat secara global, dunia politik sudah berubah. Dunia politik sudah pada tahapan mengedepankan pemikiran rasional untuk kemudahan dan perbaikan hidup. Yang diutamakan adalah pemikiran bukan lagi sebatas kehadiran dan kerumunan massa sebagaimana massa lalu yang secara kualitas demokrasi lemah dan melupakan essensinya. Justru karena tampilan-tampilan politik seperti inilah yang telah menyudutkan demokrasi dalam politik dan bernegara kemudian sistem yang anti itu mulai dikampanyekan yang sesungguhnya justru melemahkan hak politik warga negara.
Logika berpikirnya kira-kira begini, jika ada orang sekelas Mark Luckerberg di Indonesia, tidak perlu lama untuk menjadi presiden, minimal menteri komunikasi atau menteri sosial. Tetapi di Amerika geliat dalam politikpun tidak terlihat. Karena cara pikir masyarakat mereka berbeda dalam kualifikasi demokrasinya. Profesi bagi mereka yang sudah berpikir maju adalah bagaimana seseorang yang berorientasi secara ideal dan merupakan pilihan hidupnya dibidang tersebut sehingga ia mencapai kesuksesan dan bersikap akan mengembangkan aktivitasnya secara global, sehingga dunia mengenang seorang tokoh dalam bidangnya dan hal itu akan menjadi referensi bagi generasi manusia yang hidup dimasa depan. Jika ada seseorang tokoh yang berorientasi dalam hal gading gajah maka seluruh dunia harus belajar kepadanya tentang gading gajah dan bukan tentang kaki, tahi dan belalai gajah.
Dengan cara berpikir demikian maka konsepsi pembangunan rakyat produktif tidak akan terdegradasi akibat kebuntuan berpikir sehingga menjadi kehausan masyarakat tentang seseorang yang dipercaya untuk pemimpin yang adil. Sebenarnya kondisi kehidupan kita dalam berpikir mengalami kebuntuan yang sulit diobati. Lalu jika penulis berpikir begini maka bisa saja pemikiran penulis dianggap salah kaprah bahkan dianggap setengah gila. Padahal yang setengah gila itu sebahagian besar masyarakat yang berpikir dengan cara-cara lama dalam kehidupan politik dan sosial.
Sistem Pendidikan Yang Terjajah
Secara ringkas penulis menganggap sistem pendidikan kita juga dikuasai oleh pihak lain terutama dalam ilmu-ilmu sosial yang para pembelajarnya dibelenggu dengan kebebasan berpikir dan berpendapat. Sebahagian besar study itu hanya mengkaji pemikiran dan pendapat sejumlah tokoh dibidang itu dimasa lalu dan menjadi referensi dalam membuat berbagai tesis di perguruan tinggi. Padahal seorang pembelajar cukup mengetahui rumus dan logika yang bisa diterima oleh sebahagian besar masyarakat yang dibuktikan oleh penguji di perguruan tinggi. Karena ilmu itu dilahirkan oleh cara berpikir manusia yang melebihi cara pikir manusia lain dan dapat dibuktikan secara realistik dengan mekanismenya. Dengan cara itu bangsa kita akan melahirkan ilmuan dan tokoh-tokoh dunia dibidangnya yang dapat menjadi referensi berpikir bangsa lain. Jika kita tidak bermisi seperti itu maka bangsa ini selalu dalam penundukan oleh bangsa lain karena semua bidang study kita harus mengingat nabi-nabi dalam bidang itu dan bahkan sampai pada kehidupannya.
Lalu bayangkanlah bahwa kepala anda sebesar buah kelapa dan masalah anda sebesar kios, lalu anda masukkan kios itu kedalam kepala anda, maka sudah pasti kepala anda pecah. Lalu bagaimana caranya? Masalah yang sebesar kios itu dipecahkan dan diatur elemen pentingnya barulah dimasukkan kedalam kepala yang sebesar kelapa tersebut. Maka untuk mencapai keilmuan dan produktifitas yang bermanfaat dalam kehidupan masyarakat, seharusnya orientasi dan konsentrasi pada bidang-bidang kehidupan. Jika sudah memilih politik maka berkonsentrasilah untuk kepala kita diisi dengan politik atau jika kita pilih dagang maka managelah isi otak kita dengan dagang tersebut hingga detailnya.
Politik Ngaur
Tidak yakin dengan pemikitan ini? Maka lihatlah bagaimana fenomena masyarakat kita dalam politik dan pemerintahan. Ada seseorang artis yang populer dan dipandang mapan serta banyak uangnya dengan gaya hidup yang berkecukupan. Lalu dielu oleh masyarakat melalui media, misalnya karena memperlakukan pembantunya secara bijak, kemudian para pimpinan partai politikpun menyahutnya secara gegap gempita.Â
Kemudian seniman itu mulai terseret dan berorientasi dalam politik dan birokrasi, akibatnya adalah profesinya mulai pudar, seharusnya ia bisa melahirkan ratusan hiburan dalam setiap tahun tapi kondisi itu justru telah melemahkan hasil-hasil produksinya, karena ia sudah menjadi politisi atau negarawan kagetan.
Kemudian ketika ada seseorang yang populer dan membuat sikap anti langsung menjadi viral, padahal sikap itu normal aja sebagai seseorang yang lebih melihat hidup dalam kebebasan individu. Termasuk sikap artis Nikita Mirzani pada acara penyambutan Habib Riziq yang menurut penulis normal-normal saja dengan profesi dan cara pikirnya dan seharusnya ada evaluasi tentang fenomena sosial politik tersebut. Untuk apa? Supaya orang lain yang berpikir sebagaimana artis itu tidak menjadikan fenomena itu sebagai lelucon.
Lalu, kenapa para petinggi politik juga merapat dalam isu keramaian massa, tentu saja yang namanya politisi dan mengetahui kondisi sosial pasti dianggap tidak berbakat oleh masyarakat bila tidak merapat pada issu yang dianggap populer oleh masyarakat  awam.Â
Di negeri kita sedikit saja kita menemukan tokoh yang secara langsung menyatakan sikap dengan konsep pemikiran yang jelas tentang pelanggaran konstitusi negara dilakukan oleh pemerintah. Kajian dan pernyataan para tokoh yang mengedepankan nilai-nilai intelektual justru tidak ampuh untuk membangkitkan gerakan politik.Â
Tetapi masyarakat hanya terpengaruh dalam pandangannya terhadap seseorang yang dianggap bermentalitas adil dan mampu menjadi pemimpin dan belum terlibat dalam politik secara langsung. Padahal semua itu masih kamuplase dalam perspektif strategi pembangunan rakyat sebagaimana tujuan keberadaan negara dan konstitusinya. Menurut penulis bahkan itu sikap politik yang konyol dan jauh dari nilai profesional dalam politik. Jika mereka ingin berpolitik, maka jelaskan sikap untuk mendeklarasikan partai politik sebagai alat perjuangannya. Sikap tokoh yang tidak berpolitik secara langsung itu yang sekarang, ibarat ahli internet tetapi webpun dia tidak punya. Kondisi itu yang membuat tujuan dan sikapnya sebagai banci dalam kehidupan bermasyarakat.
Lalu, apa pandangan anda tentang demokrasi di negeri ini? Jawabnya adalah bahwa demokrasi di negeri ini masih pada tahapan mencari pemimpin yang adil. Sementara kualitas demokrasi tahapannya adalah untuk mencapai hidup rakyat mandiri atau kebebasan, agar tidak dibelenggu dalam kebebasan berpikir dan bersikap dalam politik. Jadi netizen itu tidak lagi dipengaruhi dengan isu-isu bodoh dalam politik yang memberi harapan palsu. Kemudian negara akan terurus sebagaimana harapan terbaik bagi kehidupan masyarakat.
Bagaimana Orang Dipersatukan?
Tentu mempersatukan orang banyak setidaknya ada dua faktor yang utama,
Pertama, Menggunakan Cara Pikir yang menghasilkan rasionalitas. Pada faktor tersebut tentu yang akan bersatu adalah orang-orang yang memiliki daya pikir dan memiliki visi dan misi untuk pembangunan dirinya dan orang banyak. Sehingga organisasi seperti ini akan berkembang dengan ruh ilmu pengetahuan dan kualitas berpikir serta berdampak pada kualitas hidup masyarakat.
Kedua, Dengan Faktor Phisik, apakah tampilan, sebatas sikap, kenekatan, mendewakan orang, Uang serta nilai-nilai yang hanya mengedepankan kuantitas yang secara kualitas tidak memberi dampak pada kehidupan masyarakat banyak diluar faktor pemikiran rasional yang bermanfaat untuk hidupnya dan masyarakat banyak.
Pengecualiannya adalah mereka yang dipersatukan karena pemikiran dan konsep serta ilmu sosial atau ilmu politiknya yang dianggap lebih dan masih dapat diajak bertukar pemikiran, mamahami kebebasan berpikir serta bermental demokratis. Tanpa  ruang kebebasan berpikir juga sama dengan faktor kedua, maka orang yang bersatu itupun terjebak dalam sistem kehidupan feodalizem.
Lalu, silakan pilih, masing-masing kita dipersatukan oleh faktor pertama atau faktor kedua. Tentu kedua faktor ini akan menentukan siapa diri kita dalam politik dan organisasi meskipun berjumlah jutaan manusia.
Demikian penyampaian singkat, Â dengan media terbatas.
Sekian
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H