Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Vital Dalam Rakyat Memilih Partai Politik

31 Oktober 2020   11:49 Diperbarui: 31 Oktober 2020   12:14 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Vital! Rakyat Memilih Partai Politik

Partai politik adalah wadah komunikasi, apresiasi, ekspresi para politisi yang menyamakan persepsi dan bersikap dengan suatu ideology untuk memenuhi tuntutan dan harapan politik rakyat.

Dalam logika bernegara tentu partai politik dapat menjadi jembatan untuk alat komunikasi unsur-unsur utama negara yakni antara rakyat dengan pemerintahan.

Apalagi dalam konsep demokrasi yang mendefinisikan bahwa pemerintahan dari rakyat untuk rakyat. Oleh karena itu seharusnya tidak ada pemerintah jika tidak bertujuan melayani kepentingan rakyat. Jika pemerintahan dan rakyat berkontra maka logikanya, ada yang salah (error) dalam penyelenggaraannya. Bahkan dapat disebut sebagai penyalahgunaan kekuasaan pemerintah (abuse of power).

Sedangkan dalam konsep pemerintahan otoriter, kekuasaan pemerintah adanya untuk pemerintahan itu sendiri. Konsep pemerintahan ini menempatkan posisi rakyat sebagai obyek yang sebatas dimanfaatkan untuk kepentingan negara menurut pemerintahannya.

Idealnya partai politik yang kehadirannya dari rakyat sipil maka sewajarnya hanya menjadi alat politik rakyat. Jika kebijakan partai politik tidak lagi sejalan dengan prinsip-prinsip sipil maka dapat diduga kebijakan partai politik itu tergolong korup.

Menjadi aneh ketika kita melihat suatu partai politik diurus dengan sistem militeristik. Meski pada masyarakat Indonesia budaya ini belum mampu diterjemahkan oleh seluruh rakyat, namun sebahagian rakyat Indonesia sudah lebih melek dalam politik dan mampu melihat secara vulgar bentuk-bentuk kekeliruan dalam membangun partai politik oleh pemimpinnya.

Memang lumayan mendapat kesulitan ketika kita menjelaskan terminology "ketegasan" dalam budaya masyarakat Indonesia yang merdeka belum sampai seabad dan lebih lagi akibat nihilnya perencanaan jangka panjang dalam sistem pembangunan kepemimpinan itu sendiri. Karena itu kita seringkali mendapatkan kecenderungan pemahaman ketegasan itu sebagai sikap kukuh seseorang terhadap pemikirannya yang menjadi suatu sikap kelembagaan partai politik meski mendapat penentangan dari berbagai pihak. 

Padahal dalam prinsip demokrasi hal ini juga bisa diartikan sebagai kepala batu atau keras kepala. Kemudian seseorang inilah yang mendominasi berbagai keputusan partai politik tersebut, sementara para pengurus dan kader partai lain hanya menjadi pengekor penuh pimpinannya. Inilah yang dikatagorikan otoriter dan sayangnya sebahagian besar masyarakat kita menganggap hal ini sebagai suatu ketegasan. Padahal sikap itu adalah antitesis dari ketegasan itu sendiri.

Tujuan pembangunan rakyat dalam politik negara demokratis muaranya adalah pencapaian kualitas kedaulatan rakyat. 

Lalu, untuk tahapan itu seharusnya rakyat bisa membedakan partai politik yang berorientasi pada penguatan civil society. Sederhananya tentu masyarakat akan selalu dihadapkan pada dua macam model kepemimpinan partai politik yakni partai politik otoriter dan partai politik yang demokratis. Berikutnya turunan penjabaran itulah sebagai keputusan rakyat memilih.

Untuk mempermudah, berikut ini kita akan mengurai secara ringkas tentang partai politik yang seharusnya menjadi perhatian rakyat ketika ingin membuat perubahan nasib disamping berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama masing-masing sebagaimana yang biasa dilakukan.

Partai politik Otoriter

Ilustrasinya begini, partai politik itu suatu lembaga yang didirikan dan diurus oleh banyak orang dan jangan lupa bahwa partai politik itu sendiri merupakan milik rakyat  karena berdasarkan pendirian dan keberadaannya atas nama rakyat. Maka ketika didirikan disyaratkan oleh UU Partai Politik minimal diwakili oleh puluhan atau ratusan orang warga negara, meski pada akhirnya dimiliki oleh kelompok dan keluarga akibat sistem otoritarian tersebut.

Kemudian semakin lama partai itu akan mengkerucutkan kekuasaan pada hegemony seseorang dan kelompok berserta keluarganya. Mengapa demikian?

Karena keputusan partai itu didominasi oleh personal pemimpin tersebut. Maka secara total pengurus lain akan tunduk dan patuh kepadanya. Karena kemutlakan kekuasaan maka pemimpin bisa menebar ketakutan pada pengurus dan anggotanya misalnya yang terpilih dan sedang duduk sebagai anggota DPR atau sedang menjabat Kepala Daerah mereka kuatir dan waswas bila dikeluarkan sebagai pengurus partai yang membuka peluang pergantiannya dengan kader lain, meskipun mereka dipilih oleh rakyat.

Pada sistem kepemimpinan politik yang otoriter terjadi keputusan sepihak oleh pemimpin tanpa pertimbangan dan kajian orang banyak tetapi lebih mengedepankan ego pribadi atau selera sipemimpin yang mengatasnamakan kepentingan partai politik itu. Hal ini kemudian dianggap sebagai suatu sikap tegas dalam kepemimpinan.

Partai Politik Demokratis

Mengingat kelahiran dan keberadaan partai politik yang merupakan milik rakyat dan melibatkan jaringan orang banyak baik dasar pendirian dan keberadaanya maka sistem pengambilan keputusannya juga harus mempertimbangkan kepentingan orang banyak. 

Karena keputusan partai politik akan memberi dampak terhadap nasib orang lain diseluruh negeri. Maka pengambilan keputusan perlu diatur dalam mekanisme pengambilan keputusan yang biasanya dibuat dan diatur dalam sebuah Peraturan Partai (PO) yang mengikat seluruh pengurus dan anggota partai termasuk pemimpin utamanya.

Petunjuk pengambilan keputusan partai ini dibuat disetiap tingkatan keemimpinan partai politik dan dilahirkan dalam musyawarah atau forum pengambilan kepitusan tertinggi. Dalam implementasi keseharian maka juga diatur mekanisme pengambilan keputusan dalam kondisi normal, mendesak bahkan  darurat.

Dengan begitu partai politik akan jauh dari kekuasaan mutlak pada seseorang. Karena setiap keputusan tidak bisa dilahirkan oleh daya pikir dan kepentingan seseorang. Sistem demokrasi ini tentunya akan melahirkan suatu keputusan yang demokratis yang mempertimbangkan hak-hak politik orang lain dalam partai politik.

Lalu apa yang disebut ketegasan? Disiplin, konsisten dan bersikap atas kehendak bersama. Sehingga lebih memenuhi aspirasi banyak pihak dan mencerminkan harapan banyak orang. Partai akan sulit dijadikan alat kepentingan pribadi para pihak dalam berpolitik. 

Seharusnya Rakyat Memilih

Dari kedua uraian diatas antara partai politik yang dipimpin secara otoriter dan dipimpin secara demokratis dapat mengilustrasikan profil masyarakat Indonesia dalam politik.

Jika partai politik otoriter masih besar maka pemahaman demokrasi pada masyarakat tergolong masih lemah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami tentang hak-hak politiknya sendiri. 

Berikutnya ada indikasi bahwa masyarakat belum merasa berdampak dalam pengambilan keputusan partai politik terhadap hidupnya. Masyarakat cenderung menjadi penonton suka atau tidak suka dengan batasan kompetisi politik di negerinya sendiri. Akibat kelamaan sebagai penonton maka karakter masyarakatpun terbentuk sebatas pendukung yakni sebagai si kalah dan si menang.

Lalu, kehidupan sehari-hari akan diwarnai dengan klaim pendukung yang memecah belah masyarakat, sebagaimana yang terjadi beberapa waktu lalu hingga saat ini antara cebong dan kampret. Berikutnya sentimen inilah yang menjadi modal sosial dalam pembangunan rakyat yang pada akhirnya pertarungan hidup hanya mengenal klaim baik dan buruk, sementara kreatifitas dan produktifitas serta pemikiran untuk membangun bangsa terhambat atas opini si baik dan si buruk.

Dalam pertimbangan mendasar rakyat memilih partai politik maka semestinya dapat bersikap untuk memilih partai politik yang bagaimana demi membangun masa depan dirinya agar dihargai oleh negara secara terhormat sebagaimana sebutan terhormat kepada wakil rakyat di parlemen.

Setidaknya dalam evaluasi sederhana sikap rakyat terhadap partai politik dimasa transisi dari alam otoriter ke alam demokratis dapat dinilai berubah, indikatornya setengah jumlah rakyat Indonesia dalam tiga kali pemilu terakhir sejak pemilu tahun 1999.

Namun perubahan ini belum mencerminkan perubahan dalam politik meski sebatas dukungan moral kepada para pihak yang pro perubahan dalam politik Indonesia. Lalu, apakah ada harapan untuk perubahan atau jangan-jangan kita sebagai rakyat Indonesia belum paham bagaimana partai politik rakyat yang sebenarnya.

Lalu, kalau anda tanya partai apa yang harus dipilih? Jawabnya tentu saja setelah cerdas memilih kedua katagori jenis partai tersebut. Jika belum bisa melewati ujian pada pilihan ini maka kemungkinan rakyat akan sulit memilih partai politik, jika pun selama ini melakukan pilihan tentu mereka berada dalam faktor  sentimen dan emosional melihat baik dan buruk partai politik berdasarkan issu sosial dan jauh dari sikap politik rakyat yang sesungguhnya.

Sekian
*****


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun