Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prof. Amien Rais Diselamatkan Tuhan Meninggalkan PAN

2 September 2020   19:28 Diperbarui: 2 September 2020   19:46 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Tarmidinsyah Abubakar

Sebagai pemimpin politik yang telah membawa perubahan bagi bangsa Indonesia Prof. Amien Rais telah diselamatkan Allah untuk meninggalkan Partai Amanat Nasional yang didirikannya.

Memang sulit bagi bangsa Indonesia berada dalam budaya demokrasi maka beberapa partai politik di Indonesia akhirnya harus dijabat oleh seorang Ketua Umum seumur hidupnya.

Pilihan berikutnya adalah menjadikan anaknya sebagai pemimpin secara instan, artinya sang ketua umum tidak sabar menempatkan pewarisnya pada jabatan dibawah ketua umum dalam partai politik yang mereka dirikan sebagaimana yang dilakukan prof. Amien untuk terlebih dahulu menjadikan anaknya bawahan dalam jabatan di partai.

Prof. Amien Rais yang berasal dari akademisi yang kita kenal adalah mahir dalam mendidik kader. Maka diawal kepemimpinan PAN dimana beliau langsung mengetuainya hingga dua periode banyak para pemimpin politik yang lahir dan dibesarkan serta  menjadi tokoh nasional saat ini.

Sesungguhnya apa yang dibawa oleh Prof. Amien Rais dengan partai politik PAN kala itu adalah barang baru bagi bangsa Indonesia. Kado itupun telah menjadi inspirasi dalam perubahan negeri ini dari sistem kepemimpinan otoritarian kepada kepemimpinan yang demokratis yang memberi kesempatan bagi rakyat merasakan politik rakyat dan hak-haknya yang telah begitu lama terpasung.

Memang perolehan suara PAN berada di partai menengah, hal ini disebabkan masyarakat belum terbudaya dengan kehidupan demokratis, kehidupan yang sering diisi dengan perbedaan, keragaman, berbangsa dengan ruang yang lebih luas, karena masyarakat Indonesia baru terbebas dari pasung kepemimpinan otoriter.

Dengan pemahaman demokrasi akhirnya daerah-daerah memperoleh otonomi bahkan ada yang berstatus otonomi khusus seperti Aceh dan Papua. Berikutnya DPR sebagai Wakil Rakyat memperoleh legitimasi yang kuat tidak lagi sebagaimana jaman Orde Baru yang hanya menjadi bantalan stempel penguasa.

Dalam perjalanan itu kemudian Prof. Amien Rais melepaskan ketua partai sebagai bentuk komitmennya terhadap demokrasi dan memberi peluang kepada kader lain untuk memimpin PAN. Pendidikan kaderpun mulai terdegradasi dalam ranah industri dimana kita sering kali mendapat cercaan masyarakat tentang politik dagang sapi yang populer itu.

Tahapan perubahan fundamental yang merubah segalanya adalah era kepemimpinan Ketua Umum Zulkifli Hasan yang terang-terangan mulai melakukan pergantian kepemimpinan daerah melalui sistem Top Down yang tidak memberi kesempatan kepada kader di daerah untuk memilih pemimpinnya. Disinilah demokrasi dalam partai PAN bagaikan mati suri, dan kader diseluruh Indonesia menjadi lemah karena sistem kepemimpinan yang sentralistik.

Dalam banyak hal prof. Amien Rais sering bertentangan dengan ketua PAN, dimana yang kita saksikan ketika Pak Amien bertentangan dengan pemerintah sementara partai PAN justru menjadi penjilat pemerintah dengan harapan mendapat satu  kursi menteri.

Pengorbanan dalam Demokrasi
Klimaknya, terjadi dalam kongres PAN terakhir yang dilaksanakan di Kendari. Dimana Prof. Amien Rais berbeda haluan politik dengan tiga mantan ketua umum setelahnya. Pak Amien saat itu mendukung Mulfahri Harahap dalam rangka kelancaran kaderisasi kepemimpinan dan menegaskan kepemimpinan PAN oleh seorang Ketua Umum hanya satu periode saja.

Namun opsi ini kalah oleh para mantan ketua umum yang berkonspirasi untuk melawan konsep politiknya. Memang harus diakui bahwa ada pembelaan terhadap pengakaderan putranya Hanafi Rais tetapi masih sangat wajar karena hanya dalam jabatan sebagai Sekjend bukan sebagai Ketua Umum langsung.

Sebahagian kader yang memiliki wawasan memahami keinginan itu sebagai upaya pengkaderan yang normatif, tidak serta merta menempatkan putranya pada posisi sebagai pemimpin utama partai politik.

Prinsip dan tata cara prof. Amien Rais yang terus menghargai hak masyarakat dalam demokrasi akhirnya memang harus dibayar mahal dengan tersingkirnya beliau sebagai petinggi partai politik PAN oleh besannya sendiri yang dulunya adalah juga kadernya sendiri.

Harus diakui dalam banyak kasus ketika tokoh berkompromi dengan cara-cara manusiawi mereka harus menjadi korban dalam partai politik di Indonesia. Hal ini juga pernah dialami oleh Akbar Tanjung yang banyak mengkaderkan pemimpinnya di Golkar dan memberi peluang yang lebar dalam politik kepada kader lain, akhirnya harus menjadi korban dan begitulah jika kita berniat baik untuk membangun demokrasi dalam politik masyarakat Indonesia yang belum membudayakan itu.

Diselamatkan Allah

Melihat sistem politik PAN yang sungguh otoriter dan tidak mengenal lagi ajaran-ajaran politik pendirinya baik tentang demokrasi, kebebasan berpendapat, desentralisasi politik, otonomi daerah menjadi tidak match dengan sistem politik PAN itu sendiri.

Sistem politik yang sentrakistik tentu akan membuat sistem negara juga menjadi sentrakistik meski simbol-simbolnya sudah berstatus desentralisasi penuh. Hal inilah yang telah mengundang masalah baru bagi Indonesia yang seakan-akan tidak habisnya tolak tarik antara pusat dan daerah dalam hal kekuasaan.

Berikutnya PAN ada dalam masalah tersebut dan dalam anti tesis terhadap sikap-sikap politik yang pernah disuarakan dan diperjuangkan di masa kepemimpinan Prof. Amien Rais.

Jika Prof. Amien Rais masih ada dalam PAN maka dapat saja terbangun opini bahwa PAN dan Amien Rais telah melakukan pembohongan publik dan telah melakukan propaganda sosial terhadap masyarakat Indonesia secara sistematis dan bisa juga dituduhkan bahwa politik yang dilakukannya hanya memanfaatkan kondisi dan issu sosial yang tentu akan semakin menjatuhkan marwahnya sebagai bapak Reformasi Indonesia.

Beruntunglah pak Amien bisa mengakhiri image sebagai pemilik dan pengendali politik PAN yang sesungguhnya ajaran politiknya telah lama diselewengkan oleh pengikutnya yang kemudian menahkhodai partai itu. Tentunya disamping issu yang telah membunuh karakter dirinya dalam politik yang dilakukan oleh lawan-lawannya bahkan tokoh  bangsa asing yang tidak senang dengan perubahan dan politik yang dilakukannya untuk membangun bangsa ini.

Kesimpulannya dalam kacamata masyarakat beriman Islam sebagai masyarakat Indonesia dominan  bahwa Allah telah menyelamatkan Prof. Amien Rais dengan segala sikapnya yang ikhlas dan berkorban untuk bangsanya terutama dalam mempertegas dan membuka mata masyarakat Indonesia dalam politik dan kehidupan yang bebas dari belenggu kekuasaan otoriter.

Jika ingin melanjutkan ajaran-ajaran politik dalam hidupnya maka sebaiknya prof. Amien Rais membangun modal baru dengan partai politik yang meluruskan tujuan politiknya, dengan sistem kakaderan yang benar-benar mumpuni dalam memperjuangkan perubahan nasib rakyat Indonesia melalui demokrasi dan keragaman bangsa yang dalam ruang yang lebih luas.

Sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun