Oleh : Seseorang Tak Di Kenal (Goodfathers)
Pemilihan Kepala Daerah dengan dua pasangan calon, sebagaimana terjadi di beberapa daerah mengundang persepsi yang sederhana ditengah masyarakat.
Terdapat kecenderungan persepsi dilingkungan tim pemenangan masing-masing menjadi semakin berpotensi besar sebagai pemenang pemilihan. Karena itulah pasangan calon justru lalai melakukan evaluasi pada kekurangan mereka sehingga larut dalam eforia dukungan emosional pendukung yang cenderung buta.
Maka apapun yang menjadi kekurangan justru dianggap kelebihan karena yang membual bos pasti menang berserakan sebanyak warga masyarakat warga berkontra dan warga yang silent dan menertawakan mereka.
Kecenderungan ini disebabkan jumlah masyarakat pendukung yang melimpah pada masing-masing calon pasangan karena hanya dua pasangan calon.
Ilustrasinya begini, jika pada suatu tempat didatangi oleh calon gubernur dengan cara-cara masyarakat biasa, misalnya minum kopi pastilah semua warga yang ada di kedai kopi itu hormat padanya dan ingin berjumpa serta minum-minum bersama si calon.
Pertanyaannya, apakah karena dia seseorang yang pintar sehingga semua orang di kedai kopi itu ingin bersamanya?Â
Jawaban yang benar adalah karena dia memiliki harapan dan peluang menjadi gubernur, sementara yang lainnya meski ada yang lebih baik sumber daya intektualnya tidak punya itu.Â
Jabatan Pemerintah Masih Menjadi Pencaharian Nomor Satu Masyarakat
Secara implisit jabatan gubernur atau jabatan petinggi dalam pemerintah adalah menjadi penarik minat utama masyarakat dan kesenjangan yang sangat tinggi bagaikan bulan dan bintang berbanding pohon dan binatang diatas tanah.Â