Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abu
Tarmidinsyah Abu Mohon Tunggu... Politisi - Mantan Pemimpin Partai Politik

Semua orang terlahir ke dunia dengan tanpa sehelaipun benang, maka yang membedakannya adalah pelayanan kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Tapi Tak Mengerti Belajar

12 September 2024   11:11 Diperbarui: 12 September 2024   11:14 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tau kenapa? Karena bacaan berita itu rumusnya sederhana dan mudah di pahami oleh siapa saja. Apa, siapa, dimana. Tapi kalau membaca buku maka tiga halaman sudah mengantuk karena membaca dan berpikir, begitu tidak masuk dalam nalarnya pasti membaca buku hilang daya tariknya dan orang-orang jarang sekali membacanya.

Kedua, semua orang pasti bisa membuat narasi terhadap yang dipikirkan dengan menulis. Misalnya dalam membuat status di media sosial sudah pasti mereka tidak terjebak dalam status emosional dan egois yang berseleweran dimana-mana.

Kenapa begitu? Tentu saja karena terbatas ide dan pemikirannya, sehingga semua orang hanya berorientasi pada foto dan sekedar pamer pada diri dan keakuan masing-masing. Tapi menulis satu kalimat saja tidak keluar dalam pikirannya maka mereka menulis dengan kaimat dan kata yang biasa dan maknanya menjadi hilang, misal "kita harus bergerak, kita harus mendukung, kita harus solid, kita wajib memenangkan, kita harus salaing mendukung dan sebagainya.

Nah, karena itu banyak orang  yang sudah mapan tidak ikutan alias diam dalam medsos karena jika mereka ingin mengisi ruang tersebut mereka perlu meyakinkan orang lain untuk menyampaikannya ditambah lagi perkataannya yang sepenggal itu perlu di konferensikan melalui media lagi.

Karena itu nyaris semua orang yang dipilih oleh rakyat sebahagian besar memang tidak mampu menulis.

Lalu apa yang terjadi di ruang publik? Pastilah debat kusir yang diisi oleh emosional belaka sehingga lihatlah bahwa orang-orang yang berpikir pendek pasti menjadi orang yang pragmatis. Maka suara dibeli oleh politisi dan pemimpin sebagai akibat dari mereka berpikir pendek, tidak ada metode dalam mereka berpikir apalagi yang bisa memberikan ketauladanan dan pendidikan pada rakyat.

Itulah bahayanya pragmatisme. Dimana keputusan yang mereka ambil bisa tanpa memperhitungkan faktor nilai hidup, kesopanan, adab, budaya dan kebiasaan yang menjadi etika. Bagi mereka hanya bagaimana tujuannya bisa dicapai dan bisa dimiliki karena itu mereka adalah orang berjiwa arogan.

Lalu kalau apa yang menjadi tujuan masing-masing orang dilakukan secara pragmatis tentu saja kehidupan masyarakat pasti diabaikan semua orang baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah pasti hanya terjadi penguatan manajemen kepentingan masing-masing kelompok.

Selanjutnya bagaimana jika orang yang belajar dan pernah belajar menulis? Ya semua orang yang terlibat dalam proses belajar disekolahan dan perguruan tinggi serta tempat pelatihan dan pendidikan lainnya semuanya diisi dengan menulis, menjawab pertanyaan, membuat laporan, menjelaskan kepada guru dan dasen apalagi ujian tentunya harus dengan menulis.

Berikutnya, mahasiswa pada akhir pendidikannya diwajibkan menulis skripsi dan tesis, lalu kenapa semua warga di negara kita sedikit yang bisa menulis? Berikut juga pembaca dalam persentase yang sangat kecil,

Itu semua akibat budaya membaca dan menulis sangat tipis kebutuhannya pada masyarakat yang pragmatis atau masyarakat "alee puntong" yang sering di sebut dalam pergaulan masyarakat di Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun