Oleh : Tarmidinsyah Abubakar (goodfathers)
Orang melakukan aktivitas pendidikan yang dimulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sebahagian besar orang melakukannya hanya memenuhi aktivitas sehari-hari asalkan dilihat oleh mata masyarakat lain dia menjalani pendidikan.
Saya memantau cara bersekolah dan kecenderungan prilaku setiap orang secara umum dari mulai saya menempuh pendidikan sejak tahun 1980 di daerah kelahiran saya Aceh.
Mulai sekolah dasar yang ditekankan pada kedisiplinan baris berbaris, hormati guru, kesopanan, adab pada guru, dan ketertiban di dalam kelas juga bersahabat dengan sesama dimana saja.
Sejak saya memahami sekolah, saya melihat fenomena sosial yang menjadi suatu Etika pendidikan bahwa setiap orang atau warga negara harus melaksanakan pendidikan wajib, dan siapapun menjadi malu atau bahkan menjadi aib bila tidak melaksanakan kewajiban tersebut.
Kita bisa mengingatnya bagaimana setiap orang dalam pendidikan di pagi hari bergegas kesekolah, menunggu bus sekolah dengan bersemangat di halte atau persimpangan yang telah menjadi kebiasaan mereka berkumpul dan menanti jemputan.
Yang ingin penulis sampaikan bahwa aktivitas pendidikan tersebut telah menjadi budaya dan membentuk etika dan kewajaran, siapapun yang melanggar akan terlihat aneh dimata semua orang.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, apakah belajar menjadi suatu substansi yang harus atau menjadi etika dalam pendidikan tersebut? Jika benar semua orang bersekolah dan mereka belajar tentu semua orang pasti pernah menjalani tiga macam belajar secara substantif sebagai berikut ;
Pertama, semua orang pernah belajar membaca dan memahami materi bacaan tersebut karena itu mereka tidak kesulitan dalam pengetahuan hidupnya terutama dalam memahami narasi dan pelajaran.
Oleh karena itu kecenderungan pada masyarakat yang suka membaca sudah pasti mereka akan memilih buku untuk bahan bacaannya. Mereka tidak membutuhkan peristiwa sebagaimana masyarakat menengah ke bawah yang bahan bacaannya berita atau berita online.