Kemudian kita bertanya, kenapa ada pemaksaan atau keinginan sepihak oleh pemerintah terhadap pembuatan Undang-Undang di jaman demokrasi?
Apakah hal ini bukannya sebagai bentuk antitesis dari sistem demokrasi yang seharusnya perlu dikawal  agar tidak dicederai oleh sekelompok orang atau oleh pemerintah sendiri yang memaksakan kehendak politiknya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi masih berlakunya kepemimpinan otoriter dalam demokrasi disebabkan sebagai berikut :
Pertama, Rakyat terlalu lama hidup dalam budaya kepemimpinan otoriter, sehingga mereka belajar kepemimpinan secara otodidax dalam sistem politik secara umum.
Kedua, Partai politik tidak menjalankan pendidikan politik kepada masyarakat sebagaimana fungsi dan tugasnya dalam Undang-Undang partai politik.
Ketiga, Transaksional dalam politik dan jabatan pemerintah tidak dapat dihindari akibat tingkat kesejahteraan masyarakat masih rendah.
Keempat, Ilmu politik demokrasi yang lemah dalam masyarakat menyebabkan masyarakat pragmatisme dalam berbagai bidang.
Kelima, Sentralisasi kekuasaan dianggap sebagai satu-satunya wujud soliditas nasional sehingga pimpinan masional dan daerah mis uderstanding dalam memaknai otonomi daerah.
Keenam, Kepincangan politik bernegara akibat tidak terbangunnya oposisi yang kuat, sehingga pemerintah hanya berhadapan dengan rakyat dalam politik kemudian masyarakat dibiasakan dengan sekedar sebagai penerima bantuan.
Bahaya Budaya Kepemimpinan Otoriter Dalam Demokrasi
Kepemimpinan Politik demokrasi diorientasikan umtuk pelayanan rakyat maka kekuasaan dijauhkan dari nilai absolut (mutlak) maka kekuasaan pemerintah di bagi dalam tiga kekuasaan yakni eksekutif, legilatif dan yudikatif.