Oleh: godfathers
Memang sulit membawa negara yang terdiri dari multi party kepada sistem Dwi Party yang memperjelas dan mengarahkan sistem demokrasi Indonesia dalam pembangunan yang balance antara harapan rakyat dan pemerintah.
Kecuali terjadi dua hal dalam perjalanannya :
Pertama, Timbul kesadaran penggabungan Partai politik yang memilih oposisi dan pemerintah.
Kedua, Kecerdasan rakyat yang hanya pada memilih partai yang berfungsi sebagai pemerintah atau sebagai oposisi. Tidak memilih partai sekedar pendukung sebagaimana kelompok swadaya masyarakat.
Partai politik yang tidak jelas sikap politiknya, dimana ketua partainya cenderung berorientasi pada jabatan menteri, sebaiknya tidak lagi dipilih oleh rakyat dalam pemilu dimasa yang akan datang.
Dengan sikap rakyat yang demikian tentunya sudah pasti terjadi penyederhanaan partai politik dalam sebuah sikap partai yang bertujuan berlomba dalam mendidik rakyat untuk memahami hak dan kewajibannya dalam bernegara. Dengan begitu kelompok masyarakat sudah pasti minim berada di kelompok yang sekedar mengharapkan bantuan dalam pemilu maupun dalam pemilihan kontestan pilpres dan pilkada.
Bila hal ini bisa dilakukan oleh rakyat Indonesia maka dapat dipastikan ketua partai politik tidak bisa mempermainkan suara rakyat sebagaimana sandiwara politik yang sudah membosankan dan memuakkan mata dan hati rakyat.
Berikutnya pimpinan partai politik akan menjalankan tugas normatifnya sesuai perintah konstitusi negara dan hasil dari fungsi dan tugas partai politik tentu akan membawa rakyat menjadi warga negara yang mumpuni, melek politik serta bernegara.
Pemimpin partai politik yang berorientasi sebatas penampilan kemampuannya dalam memainkan perannya sudah tidak jamannya lagi karena rakyat semakin sadar bahwa pembangunan yang sebenarnya yang ingin dicapai oleh sistem demokrasi berorientasi pada pembangunan rakyatnya, sementara elemen lainya dalam bernegara seperti pemerintah posisinya adalah sebagai pelayan rakyat.
Dengan berjalannya fungsi partai politik sebagaimana mestinya maka posisi rakyat akan menemui kedaulatannya sebagaimana tujuan pendidikan dalam sistem demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai tuan. Karena itu barulah rakyat mendapatkan wakil rakyat yang sesungguhnya, yang dipilih oleh rakyat secara langsung tanpa sogok dan iteng aling-aling lainnya.
Begitupun eksekutif tidak lagi berprilaku sebagaimana yang kita saksikan selama ini yang berlomba melakukan korupsi terhadap uang rakyat, dimana uang rakyat akan dipergunakan sepenuhnya karena sistem kontrol anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan semakin ketat karena terbangun kontrol secara total dari rakyat terhadap pembangunannya sendiri.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan akan semakin terbuka, yang dimulai dari perencanaan sampai pelaksanaan proyek pembangunan, tidak ada pelaksanaan pekerjaan pembangunan yang tidak dibutuhkan oleh rakyat yang tersia-siakan.
Dampak lainnya adalah para pejabat nrgara dan wakil rakyat sudah pasti akan terseleksi lebih ketat karena warga negara tidak akan memilih dengan substansi diluar kepentingan membangun rakyat dan akan terjadi tuntutan kreatifitas pada pejabat atau wakil rakyat untuk konsep dan ide-ide pembangunan yang efektif bagi rakyat itu sendiri.
Kondisi ini tentunya akan menimbulkan kepercayaan (trust) rakyat kepada pemerintah yang sangat besar sehingga protes dan pemberontakan dapat ditutupi ruangnya dalam mengelola negara.
Menuju pada tahapan demokratisasi yang berkualitas juga penguatan otonomi atau kemandirian daerah ada tuntutan terhadap pengelolaan partai politik untuk penguatan demokrasi internal misalnya pengelolaan partai yang berbasis kepemimpinan kolektif dan keputusan hanya dilakukan dengan mekanisme musyawarah yang melibatkan peran serta para pengurus bukan hanya ditangan secara personal ketua partai politik.
Pada tahapan memperbaiki kualitas demokrasi internal prtai politik maka peran dan fungsi ketua, sekretaris dan bendahara partai menjadi sangat vital dan mereka tiga serangkai tersebut harus diposisikan oleh Undang-Undang partai politik sebagai penanggung jawab yang bertanggung jawab penuh mendidik rakyat dalam politik demokrasi.
Karena itu mereka tidak diharuskan mengikuti sebagai caleg sebagaimana anggota partai politik yang lain karena mereka sudah dipilih oleh anggota partai politik. Tentu diatur syarat jika partai politik memperoleh suara sebanyak minimal Sepuluh persen atau ditentukan dengan musyawarah dalaam membuat Undang-Undang  sebagaimana kuota parlemen.
Kebijakan yang demikian tentu akan membuat partai politik lebih profesional dan pekerjaan partai politik tentunya akan jauh lebih berguna sepenuhnya untuk rakyat dan pasti akan bertarget pada kedaulatan rakyat, tidak akan kita temui pekerjaan anggota partai yang berjalan sendiri yakni politik partai untuk kepentingan segelintir elit partai itu sendiri dan pembangunan rakyat hanya residu dari permainan politik kelompok orang-orang partai politik itu sendiri.
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H