Lebih lengkapnya bahwa rakyat menikmati dalam penjajahan oleh pemimpinnya sendiri, dimana keluarga dan sanak famili serta kelompok politik (rumpun politik) presiden atau sekutu-sekutunya semakin menjadikan negara sebagai dinasti atau kerajaan, kenapa? Karena secara teori politik bila memberi kepercayaan yang tanpa reserve adalah sama dengan mendukung pemerintah korup dan rakyat juga cenderung korup. Maka lihatlah disekitar presiden sudah pasti dihiasi oleh pimpinan partai politik yang terperangkap dalam kasus-kasus yang berbau korupsi atau yang bertentangan dengan kewajaran dimata rakyat tapi sulit dibuktikan walau sudah nyata karena terlindungi dengan kekuasaan.
Memilih secara langsung bagi rakyat sesungguhnya hanya karena tidak ada kekuatn yang dipercaya bisa memilih secara sempurna untuk kepentingan rakyat kecuali rakyat itu sendiri. Dipercayakan kepada MPR dan DPR sebagaimana masa Orde Baru juga tidak tepat karena itu di reformasi pada tahun 1998.
Nilai idealisme sebenarnya bisa mengarahkan orang atau wakil rakyat memilih secara benar presiden tetapi lama kelamaan nilai itupun semakin luntur dan sampai pada suatu masa kebobrokan yang parah sebagai akibat pragmatisme dalam mengejar hidup dengan kebutuhan tertier dan investasi pribadi pejabat negara.
Kenapa sampai pada kebutuhan tertier (mewah) para pejabat? Tentu saja karena mereka sebahagian besar telah menjadi pejabat abadi atau seumur hidupnya, inilah faktor yang menyebabkan timbulnya sikap arogansi para politisi dimasa Orde Baru yang menganut sistem perwakilan yang belum dipilih langsung oleh rakyat. Kemudian mereka juga mempersiapkan masadepan pribadinya dengan investasi yang bisa dinikmati oleh anak cucunya dan keturunannya.
Memang pada awalnya wakil rakyat yang dipilih oleh partai politik memiliki kualitas yang baik, karena mereka baru menjadi pejabat negara, tetapi semakin bertambah periode mereka menjabat maka mereka semakin berkurang kualitasnya, mereka semakin pragmatis dalam bersikap terhadap rakyat kemudian juga dalam memandang kehormatan dan kepentingan rakyat yang semakin sepele.
Jabatan wakil rakyat yang berlanjut secara terus menerus justru membuat pejabat bersangkutan berkuasa secara mutlak, mereka hanya menyogok pemilih membagikan uang sebagaimana penjajah Belanda melempar uang pecahan Golden ke rakyat dan mereka sudah pasti mengutip serta memilihnya.
Pemilu saat ini juga kita banyak menemukan wakil rakyat yang mempersiapkan uang sebesar 15 Milyar untuk dibagikan kepada rakyat pemilih menjelang pemilu.
Itulah kecenderungan kekuasaan mutlak yang tidak hanya terjadi pada presiden yang menjabat terlalu lama, tetapi meliputi semua jabatan negara termasuk wakil rakyat dalam sistem pemilihan langsung atau dalam sistem politik demokrasi.
Tanpa kesadaran pada rakyat pemilihan presiden dan wakil rakyat yang mengarahkan pada orang itu saja maka penempatan posisi rakyat menjadi semakin rendah dimata pejabat bersangkutan. Presiden akan berlaku oligarkhi dan peluang kolusi, korupsi dan nepotisme tidak mungkin bisa dihindari.
Rentetan kejadian tersebut tentunya menurunkan kualitas demokrasi yang drastis bahkan bisa disebut bobrok.
Kemudian apa yang terjadi? Tentu saja sistem demokrasi hanya bungkusan sementara yang berlaku adalah kepemimpinan otoriter, kapemimpinan sentralistik yang menjurus pada kekuasaan yang absolut.