Bila kita memberi perumpamaan, bahwa masyarakat umum hanya bisa melihat dan memeriksa perangkat keras (hardware) manusia, sementara mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan bisa melihat perangkat lunak (software) sumber daya manusia melalui prilaku dan perkataannya.
Karena itu tidak mungkin ada kemampuan pada seorang pemimpin yang bodoh untuk mampu melihat sumber daya manusia pada masyarakatnya karena memang kacamata mereka hanya pada perspektif perangkat keras manusianya.
Akhirnya yang terjadi yaitu kebalikannya dan sangat membahayakan kehidupan suatu masyarakat dalam budaya dan peradabannya.
Karena pemimpin yang bodoh hanya bisa melihat manusia lain termasuk masyarakatnya dalam kacamata yang kasar bahwa seseorang yang dianggap mampu adalah pada kemampuan materi dan masyarakat hanya bisa dihargai dengan kemampuan menyokong politik dalam sisi materi.
Itulah yang menjadi sumber utama yang menyebabkan masyarakat bangkrut dan jatuh miskin. Hal ini dimulai dalam politik terutama dalam kepemimpinan partai politik.
Lihat saja, apa yang menjadi dasar pertimbangan rekruitment caleg, Â rekruitment kepala daerah pada partai politik?
Karena tidak berbasis ilmu politik dan demokrasi bernegara maka pandangan ketua partai sudah pasti terjerumus dalam ruang sempit, yakni besaran bayaran menjadi prioritas dalam menentukan syarat menjadi caleg dan kepala daerah atau pemimpin daerah. Begitupun terhadap pimpinan-pimpinan birokrasi dalam sistem pemerintahan bukan berdasarkan kompetensinya tetapi karena kemampuan uangnya kepada atasan kepala daerah.
Sebenarnya inilah masalah besar yang membawa prilaku masyarakat kembali ke jaman jahiliah yang tidak berbasis ilmu dan pengetahuan dalam peradaban hidupnya.
Karena itu pendidikan, pengetahuan dan wawasan masyarakat menjadi tidak penting pada masyarakat yang terpimpin oleh pemimpin dari kalangan masyarakat yang lemah (tidak berpengetahuan) dalam kepemimpinan politik yang anti demokrasi. Bahkan penulis memandang mereka sebagai pemimpin rakyat yang sama sekali tidak memahami kemana arah kepemimpinan rakyat dalam bernegara.
Meskipun dalam pandangan masyarakat umum mereka dianggap pemimpin yang kuat karena banyak pengikutnya tetapi lihatlah pemeliharaan manajemen mereka dalam politik terjadi pemborosan luar biasa karena mereka hanya mengawal sesuatu yang nonproduktif dalam alat-alat bernegara dan menghabiskan uang negara untuk lembaga-lembaga yang berfungsi seremonial untuk bernegara.
Sebagai salah satu indikator, lihat saja realita kebijakan pemerintahan tradisional di daerah kita masing-masing, betapa banyak lembaga yang menggrogoti uang dan asset negara dengan tujuan memberi pekerjaan tidur kepada pendukung politik pemenangan gubernur atau bupati/walikota. Seharusnya uang tersebut dapat dipergunakan lebih produktif untuk membangun sumber-sumber pendapatan masyarakat yang produktif bagi masyarakatnya.