Mohon tunggu...
Muhammad Arif Mustaqim
Muhammad Arif Mustaqim Mohon Tunggu... -

Pancasila Dasarnya, Trisakti Jalannya, Masyarakat Adil Makmur Tujuannya !!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guruku, Gurumu, Guru Kita Semua

25 November 2017   22:43 Diperbarui: 26 November 2017   00:00 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang itu guru...

Alam raya sekolahku...

Sejahterahlah bangsaku...

            Sepotong bait lagu di atas, yang dipopulerkan oleh teman-teman KePAL SPI, dapat dimaknai bahwa sejatinya setiap orang adalah guru, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Alam raya dalam konteks ini adalah tempat tinggal kita, keluarga kita, lingkungan sosial kita, bangsa kita, sebagai tempat sekolah kita, tempat belajar kita dalam memahami nilai-nilai kehidupan dalam pergulatan hidup kita sehari-hari. Tujuan akhir dari proses belajar ini adalah agar bangsa kita menjadi bangsa yang besar dan sejahtera, lahir maupun batin. 

Implementasi dari potongan bait lagu tersebut dalam konteks hari ini adalah dengan adanya lembaga pendidikan, di mana ada guru sebagai aktor dan garda terdepan dan pemerintah sebagai penyedia sarana dan prasarana pendidikan. Sinergi antara pemerintah dan guru ini yang kemudian berwujud dengan apa yang disebut Sistem Pendidikan Nasional.

            Guru adalah "pahlawan tanpa tanda jasa", begitulah sebuah ungkapan yang sering kita dengar apabila sedang membicarakan sosok yang disebut guru. Seringkali kita melihat ketika ada murid yang berprestasi dengan memperoleh nilai yang tertinggi di sekolah, atau bahkan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya, semisal menjadi CEO perusahaan ternama, si murid tersebutlah yang menjadi pokok pembicaraan. Keluarganya bahagia dan menyampaikan ke saudara-saudaranya dan para tetangga, piagam penghargaan si murid di pajang di ruang tamu agar semua yang datang bisa melihat. 

Sederhananya, ketika ada murid di sebuah sekolah yang meraih prestasi, baik prestasi akademik maupun ekstrakurikuler, jarang sekali kita membicangkan siapa guru di balik kesuksesan si murid tersebut. Bisa jadi, guru adalah "pahlawan tanpa tanda jasa", muncul karena hal tersebut, di mana sebagai sosok penting dalam transfer pengetahuan melalui proses pembelajaran di sekolah, justru tidak pernah muncul atau bahkan disebut ketika ada muridnya yang meraih prestasi.

            Untuk menjadi bangsa yang besar agar mampu bersaing dengan negara-negara lain di era globalisasi saat ini, salah satu kuncinya adalah memiliki manusia-manusia yang hebat, baik secara jasmani maupun rohani. Aktivitas belajar, baik di sekolah maupun di rumah, merupakan rangkaian proses untuk mencetak manusia-manusia hebat dalam rangka membangun bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar sebagai bentuk implementasi salah satu tujuan bangsa ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus mampu membangun sebuah sistem pendidikan yang berkualitas agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa ini. Dan guru merupakan aktor terpenting dalam rangkaian semua proses ini, terutama pada aktivitas pembelajaran di sekolah.

             Sebagai aktor terpenting dalam rangka mencetak manusia-manusia hebat, maka sudah selayaknya kehidupan para guru di bangsa ini mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Masih banyak kita jumpai orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk menjadi guru, tetapi kehidupannya belum sejahtera. Ada pula yang sudah bertahun-tahun menjadi guru tetapi nasibnya belum jelas sampai saat ini, contohnya guru honorer atau guru tidak tetap yang tidak kunjung diangkat menjadi guru tetap. 

Belum lagi persoalan klasik yang melanda dunia pendidikan bangsa ini, yaitu tidak meratanya jumlah guru antar daerah/propinsi, sehingga berpengaruh pada ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah/propinsi tersebut. Ditambah lagi, kasus-kasus kriminalisasi yang menimpa guru hanya karena mencubit/memukul murid, di tengah upaya sang guru untuk mencetak murid-murid yang disiplin dengan dalih pelanggaran Hak Asasi Manusia.

            Di sisi lain, guru juga harus terus meningkatkan kualitas keilmuan dan profesionalismenya sebagai seorang pendidik karena ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa bergerak dinamis. Bisa dengan cara melanjutkan studi ke strata yang lebih tinggi atau mengikuti program pelatihan peningkatan mutu guru yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan terus mengasah dan meningkatkan kualitas keilmuannya, maka akan berdampak pada peningkatan kualitas keilmuan para murid yang mengikuti proses pembelajaran. 

Guru yang baik adalah guru yang terus belajar, jadi sudah seharusnya para guru tidak berhenti untuk terus dan terus belajar. Maka dari itu, pemerintah wajib untuk memudahkan semua proses dalam pelaksanaan program pelatihan dan peningkatan mutu guru. Jangan lagi ada praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses tersebut. Semua guru berhak untuk mengikuti program pelatihan dalam rangka peningkatan mutu guru, baik mutu akademis maupun mutu kesejateraan hidup.

            Tugas guru adalah mengajar, membimbing, menilai dan mengevaluasi, sebagai proses untuk mencetak manusia-manusia hebat. Oleh karena itu, sudah tidak semestinya guru memperlakukan murid-muridnya dengan seenaknya, semisal hanya mau membimbing murid yang pintar saja.

 Padahal untuk mencetak manusia-manusia hebat, guru harus mampu membaca dan menganalisa potensi dan karakter yang ada di tiap murid-muridnya, sebab strategi belajar yang efektif adalah disesuaikan dengan potensi dan karakter yang dimiliki oleh setiap murid. Dengan begitu, maka si murid akan mampu terus mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai bekal untuk menatap kehidupannya setelah lulus dari sekolah.

            Problem lainnya adalah masih banyak guru yang "pilih-pilih" sekolah, terutama pada sekolah yang "dikatakan" favorit. Harusnya konstruk berpikir mengenai pembedaan-pembedaan sekolah ini harus dihilangkan karena justru akan menghilangkan tujuan awal dari proses pendidikan. Para orang tua menjadi terjebak pada hal-hal yang tidak subtansif, yaitu memilih sekolah mana yang cocok untuk anaknya karena terjebak pada konstruk berpikir adanya sekolah "favorit" dan "tidak favorit". 

Kalau guru dan orang tua saja sudah terjebak pada "pilih-pilih" sekolah, lalu bagaimana nasib pendidikan kita ke depan? Harusnya persoalan sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung jawab penuh pemerintah untuk menyediakannya. Pemerataan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh daerah/propinsi harus menjadi fokus pemerintah saat ini, termasuk yang paling penting adalah pemerataan penyebaran guru.

            Hal terpenting berikutnya yaitu menyangkut arah pendidikan bangsa ini atau bisa dikatakan "mau dibawa ke mana pendidikan bangsa ini". Mengapa penting? Karena cerminan karakter sebuah bangsa dapat dilihat dari bagaimana sistem pendidikan yang dibangun di bangsa tersebut.

 Apakah sekedar mencetak anak bangsa yang bisa baca, tulis dan menghitung kemudian nantinya jadi buruh di negeri sendiri? Ataukah ingin mencetak anak bangsa yang memiliki mental petarung dan mampu menciptakan penemuan-penemuan terbarukan sehingga dapat mengharumkan nama bangsa? Inilah kunci terpenting yang harus dipikirkan oleh semua elemen bangsa, khususnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan guru sebagai aktor terpenting dalam dunia pendidikan.

            Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat penting untuk merefleksikan kembali bagaimana tujuan pendidikan bangsa ini seperti yang digagas oleh para founding fatherbangsa ini. Pemerintah harus mampu menjalankan fungsinya dalam menyedikan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dan merata di semua daerah/propinsi. Pun juga untuk tidak lupa dalam memperhatikan nasib para guru sebagai aktor dan garda terdepan dalam proses pendidikan bangsa ini. 

Guru-guru pun harus selalu dan selalu untuk terus belajar guna meningkatkan kualitas dan profesionalismenya. Keluarga sebagai sekolah pertama dengan orang tua adalah gurunya, juga harus mampu bersinergi dengan para guru yang mendidik anak-anaknya. Konstruk berpikir mengenai sekolah "favorit" dan "tidak favorit" harus sudah mulai ditinggalkan. Serta jangan lagi ada kriminalisasi guru atas nama Hak Asasi Manusia karena pada dasarnya apa yang dilakukan oleh para guru semata-mata untuk mencetak manusia-manusia hebat yang displin dan berintegritas.

Akhirnya, Selamat Hari Guru untuk Guruku, Gurumu dan Guru Kita Semua...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun