Lalu bagaimana dengan Hulubalang dan prajuritnya politik? Merekalah yang mendapat resiko terbesar, terburuk atau terbaik. Mati berkalang tanah secara sia-sia, terinjak-injak dan terbelit ‘Gurita’ atau menepuk dada memperebutkan tanda jasa kemenangan yang dibeli secara haram.
Itulah politik sang “Gurita”. Gurita bukan personifikasi seseorang, tapi Gurita adalah personifikasi dari kata ‘politik’ itu sendiri; mencengkram, membelit dan mengangkangi kita, mengangkangi Rakyat Selayar, mengangkangi Rakyat Indonesia dan merampas hak rakyat lewat sebuah proses demokrasi; Bukankah rakyat memang telah menyerahkan kedaulatannya dibilik suara? Nah! Pantas saja kedaulatan rakyat hanya keniscayaan yang absur, adanya hanya pada saat proses dan pesta demokrasi. Setelah itu terserah! Wassalam.
*) Pendiri dan Direktur Yayasan Lembaga Study dan Pemberdayaan Masyarakat (LESDAM) Sulawesi Selatan.