Oleh : Tapa Shidiq Pamungkas
Beberapa waktu yang lalu jagat maya dihebohkan dengan pro dan kontra terkait pernyataan yang dikeluarkan oleh menteri agama Yaqut Cholil Qoumas. Kontroversi bermula dari aturan yang dikeluarkan Mentri dengan sapaan Gus Yakut tersebut. Bahwasanya Volume speaker masjid harus diatur maksimal 100 desibel.
Sebuah aturan yang menurut penulis cukup bagus diberlakukan. Karena memang ada beberapa masjid yang bisa jadi abai untuk mengatur volume pengeras suaranya. Namun, patut disayangkan, ada penggalan kalimat Mantan ketua Banser itu yang disinyalir menodai adzan sebagai seruan suci untuk sholat lima waktu.
Penulis tidak ingin mengomentari kontroversi dari ucapan Menag tersebut. biarkan para ahli hukum dan pakar komunikasi yang menganalisa lebih mendalam. Dalam kesempatan ini penulis hanya ingin mengulas tentang seberapa besar pengaruh pengeras suara Masjid dalam menyumbang kebisingan.
Banyak orang yang aware tentang berbagai polusi yang terjadi, misalnya polusi akibat asap pabrik, kendaraan, zat kimia, sampah plastik, dsb. Namun, sedikit yang aware terhadap polusi yang diakibatkan oleh suara (kebisingan).
Para pakar kesehatan menyebutkan bahwa kebisingan disuatu tempat dapat berdampak pada kesehatan baik fisik maupun mental. Organisasi kesehatan dunia WHO, merilis ambang batas kebisingan seharusnya tidak melebihi 55 Decible pada siang hari dan 40 Decible pada malam hari.
Menurut dr. Ratna Agustian, M.Kes, SpTHT-KL dari FK Unpad/ RS dr. Hasan Sadikin. Dikutip dari lipi.go.id dr.Ratna menyampaikan bahwa kebisingan dapat berefek fisiologis dan psikologis. Gangguan fisiologis meliputi kenaikan tekanan darah, denyut nadi, metabolisme basal, ketegangan otot serta penyempitan pembuluh darah. Sedangkan gangguan psikologis antara lain stres, lelah emosional dan gangguan komunikasi dan konsentrasi. Pengaruh kebisingan yang lebih parahnya adalah tuli akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL).
Tak mengherankan jika tingkat stres dan penurunan tingkat kesehatan banyak dialami oleh penduduk perkotaan dibandingkan penduduk pedesaan.
Lalu seberapa besar sumbangsih kebisingan yang ditimbulkan oleh TOA masjid?
Berdasarkan informasi dari idntimes.com tentang kota terbising didunia. Menyebutkan bahwa kota dengan tingkat kebisingan tertinggi adalah kota Mumbai. Dengan tingkat kebisingan mencapai 100 decible, membuat kota ini dijuluki kota terbising didunia. Kebisingan dikota mumbai sebagian besar disebabkan karena bunyi konstruksi dan bunyi klakson kendaraan.
Tokyo, Jepang dan Karachi, pakistan berada di peringkat yang sama dalam hal kota terbising didunia yakni mencapai 90 decible. Sebagian besar kebisingan dijepang karena penggunaan speaker pengeras suara untuk pengumuman dan kendaraan. Sedangkan dikarachi mayoritas diakibatkan oleh suara kelakson  kendaraan, dimana 5 juta kendaraan beroperasi setiap harinya.
Selain Mumbai, ternyata New Delhi menjadi kota terbising yang berasal dari India. Kebisingan disana mencapai 85 decible. Bunyi kendaraan dan konstruksi menjadi penyebab kebisingan paling dominan.
Kota kelima dengan tingkat kebisingan tertinggi adalah new york, mencapai 70 decible. Suara kendaraan, konstruksi dan suara hewan adalah penyebab mayoritas kebisingan disana.
Dari kelima kota terbising diatas mayoritas kebisingan diakibatkan oleh bunyi kendaraan, kebisingan akibat pengeras suara tertinggi ada di kota tokyo. Dinegeri sakura tersebut islam adalah agama yang minoritas, tentu bukan akibat sura adzan yang menyebabkan tingkat kebisingan disana tinggi.
Melainkan Hal itu karena budya negri sakura tersebut dalam menggunakan megaphone. Mobil-mobil membawa megaphone berkeliling di jalan-jalan pada waktu yang sibuk. Ada saja yang mereka umumkan dari pengeras suara. Mulai dari sekedar menyapa  selamat pagi, umumkan keterlambatan kereta, anak pulang sekolah, hingga pengumuman pameran ikebana di tingkat pemukiman.Â
Lalu adakah penelitian yang mengukur kebisingan speaker masjid?
Dikutip dari tirto.id , Al Shimemeri, dalam studinya berjudul "Assesment of Noise levels in 200 Mosque in Riyadh, Saudi Arabia" (Avicenna Journal of Medicine, Vol. 1 2011), menyatakan bahwa tingkat kebisingan tertinggi di 200 masjid di Riyadh yang ditelitinya dalam rentang September hingga Oktober 2007 berada di angka 85,8 dB (untuk speaker yang berada di dalam masjid) dan 87,8 dB (untuk speaker yang berada di luar masjid). Sementara itu, titik terendah tingkat kebisingan berada di angka 56,6 dB (di dalam) dan 58,4 dB (di luar).
 Sedangkan Mohammad Samsoddin dalam penelitiannya berjudul
 "Evaluation of Noise Pressure Level at Mosque at the Time of Religious Ceremonies" .
Meneliti tingkat kebisingan speaker di Iran, tanpa mengikutkan adzan, berada di sekitaran 87,14 dB, 90,31 dB, dan 93,91 dB.
Berdasarkan penelitian tersebut memang suara speaker masjid termasuk sangat tinggi tingkat kebisingannya. Namun jika hanya untuk Adzan, kebisingan tersebut masih dapat dimaklumi. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), badan yang mengurus masalah kesehatan di Amerika Serikat), menyatakan bahwa kebisingan diatas 90 Desible akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia jika didengarkan selama lebih dari 1 jam.
Jika benar kebisingan yang menjadi penyebab munculnya peraturan Menteri agama terkait speaker masjid. Maka perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif oleh peneliti profesional, tentang seberapa besar sumbangsih kebisingan suara Speaker masjid di Indonesia. Sehingga masyarakat lebih bijak dalam menyikapi aturan tersebut. Selain itu masyarakat dapat teredukasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H