Mohon tunggu...
Taofik Hidayat
Taofik Hidayat Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rapor Merah Bulog

8 November 2018   22:10 Diperbarui: 9 November 2018   10:45 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahaya laten (meme editan dari berbagai sumber)

Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso sepertinya punya pekerjaan rumah yang berat dan menumpuk. 

Oktober kemarin Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa Bulog belum menerima penggantian biaya pengadaan gabah dan beras dalam negeri senilai Rp384,17 miliar pada 2017.

Biaya tersebut seharusnya dibayarkan Kementerian Pertanian untuk mengganti pengeluaran Bulog dalam menyerap gabah dan beras dengan harga fleksibilitas dan bunga pinjaman pada tahun lalu.

Selain itu kondisi pasar gula yang semakin menurun semakin menyulitkan Bulog untuk menjual gula karena harganya kurang bersaing. Apalagi sampai dengan 24 September 2018 Bulog masih memiliki stok gula sebanyak 198 ton dengan nilai sebesar Rp1,9 triliun.   

Dengar punya dengar, Menteri BUMN Rini Soemarno sampai memberikan teguran keras padA Budi Waseso karena Bulog merugi hampir Rp 2 trilyun di tahun ini.

Saling tuduh (meme editan dari berbagai sumber)
Saling tuduh (meme editan dari berbagai sumber)
Berbagai temuan dan informasi itu mencerminkan bagaimana beratnya beban yang harus ditanggung oleh Buwas dan Bulog dalam mengampu tugas dari pemerintah untuk menyerap dan mengendalikan harga pangan pokok strategis (bapokstra). Hal itu dipertegas pula oleh sejumlah aturan yang mewajibkan Bulog untuk menerima mandat dari pemerintah.

Oleh karena itu, lebih baik Buwas fOkus menangani pengelolaan BUMN tersebut, ketimbang ikutan menambah keruh urusan imPor pangan. Tidak perlu Buwas menyangkal hasil keputusan bersama untuk impor beras atau bahan pangan lainnya. Karena toh terbukti di kemudian hari, ia sendiri yang menulis surat rekomendasi untuk minta melanjutkan impor lagi.

Selain itu, mandat yang diberikan kepada Buwas di Perum Bulog untuk menyerap dan mengendalikan harga bahan pangan pokok harus diimbangi dengan kalkulasi presisi agar BUMN tersebut tidak terus tekor.

Daripada marah-marah, menuding direksi pendahulunya dan juga pejabat yang berseberangan dengannya sebagai pengkhianat bangsa, Buwas lebih baik menyalurkan energinya itu untuk menjaLankan Bulog supaya tidak terus merugi dan jadi beban negara.

Sumber informasi: http://industri.bisnis.com/

Bahaya laten (meme editan dari berbagai sumber)
Bahaya laten (meme editan dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun