Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso sepertinya punya pekerjaan rumah yang berat dan menumpuk.Â
Oktober kemarin Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa Bulog belum menerima penggantian biaya pengadaan gabah dan beras dalam negeri senilai Rp384,17 miliar pada 2017.
Biaya tersebut seharusnya dibayarkan Kementerian Pertanian untuk mengganti pengeluaran Bulog dalam menyerap gabah dan beras dengan harga fleksibilitas dan bunga pinjaman pada tahun lalu.
Selain itu kondisi pasar gula yang semakin menurun semakin menyulitkan Bulog untuk menjual gula karena harganya kurang bersaing. Apalagi sampai dengan 24 September 2018 Bulog masih memiliki stok gula sebanyak 198 ton dengan nilai sebesar Rp1,9 triliun. Â Â
Dengar punya dengar, Menteri BUMN Rini Soemarno sampai memberikan teguran keras padA Budi Waseso karena Bulog merugi hampir Rp 2 trilyun di tahun ini.
Oleh karena itu, lebih baik Buwas fOkus menangani pengelolaan BUMN tersebut, ketimbang ikutan menambah keruh urusan imPor pangan. Tidak perlu Buwas menyangkal hasil keputusan bersama untuk impor beras atau bahan pangan lainnya. Karena toh terbukti di kemudian hari, ia sendiri yang menulis surat rekomendasi untuk minta melanjutkan impor lagi.
Selain itu, mandat yang diberikan kepada Buwas di Perum Bulog untuk menyerap dan mengendalikan harga bahan pangan pokok harus diimbangi dengan kalkulasi presisi agar BUMN tersebut tidak terus tekor.
Daripada marah-marah, menuding direksi pendahulunya dan juga pejabat yang berseberangan dengannya sebagai pengkhianat bangsa, Buwas lebih baik menyalurkan energinya itu untuk menjaLankan Bulog supaya tidak terus merugi dan jadi beban negara.
Sumber informasi: http://industri.bisnis.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H