Sepuluh menit kemudian, dia pamit karena harus balik kekantor, saya tersenyum melepasnya.
"Jangan lebay!" pesan dia sambil mengusap kepala saya. Sungguh andai diruangan itu hanya kita berdua, sudah saya peluk dia. Saya Jatuh Cinta!
Katanya, saya terlalu reaktif, sensitif dan perasaan-perasaan melankolis lainnya. Tapi saya belum berhasil mencerna dengan situasi ini, apakah orang-orang yang saya anggap dekat yang saya harap bisa diandalkan saat saya sakit seperti ini justru tidak ada. Lupakah mereka kalau saya sendirian? dan badan saya sedang ringkih!
Mungkin ucapan belasungkawa di media sosial dan doa di cahting cukup mewakilinya. Ternyata saya masih konvensional, saya percaya saat kita menemui seseorang yang sedang sakit atau malah sedang bahagia, itu akan lebih baik dari apapun, betapa sentuhan dan tatapan mata itu 1000 x energinya dibanding hanya ucapan dalam tulisan.
Ingat jaman sekolah dulu, setiap ada teman sekelas sakit, kami beramai-ramai menengok, gak ada yang dibawa kok, hanya ramai-ramai kesana tanya basa-basi, semoga cepat sembuh dan bla..bla..bla... Basi dan standar, tapi buktinya besoknya si teman yang sakit langsung bisa sekolah lagi dan sehat.
Dulu saya sempat bolak-balik ke rumah sakit, nengok anaknya teman, dia hanya seorang anak kecil, tapi entahlah saya percaya kalau kedatangan saya bisa buat dia semangat, meskipun akhirnya anak teman saya itu meninggal, tapi terakhir saya menjenguknya dia tersenyum dan main-main dengan boneka yang saya kasih.
Bukan saat sakit saja sih, saya pernah merasakan pelukan hangan sebuah keluarga saat saya jadi tamu dalam sebuah pernikahan, empat hari yang bikin saya haru, saya merasa punya keluarga lagi, berulangkali berterimakasih atas kedatangan saya, bukankah itu jadi kebahagiaan tersendiri?
Saya masih konvensional dan tak pernah  bisa terima aja, kalau sebuah ucapan atau doa dalam tulisan dimedia sosial atau chating itu jadi satu-satunya perwakilan kita untuk hadir diantara orang-orang tersayang. Saya masih merasa kalau tatapan, senyuman dan sentuhan itu menjadi obat apapun yang tidak bisa tergantikan oleh  ucapan sebagus dan seindah apapun dalam tulisan di media sosial atau chating.
Semoga kehidupan Jakarta ini tidak lantas membuat manusia menjadi asing dan tak peka lagi. Semoga Sahabat nyata bernama manusia, tidak akan tergantikan oleh mereka  yang bernama Iphone, Android, dan kemacetan. Asal jangan lelah untuk berbagi dan sadar diri kalau kita ini mahluk sempurna yang harus saling berbagi sesamanya, harusnya kita tidak lantas menjadi manusia yang dicekik kesibukan ya.....
*Merenungi setiap tetesan infus. menyadari bahwa saya sendiri menahan mual dan menonton orang lalu lalang.
RS. Pringkasih 3 Maret 2015