Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Pulang

7 Januari 2025   19:25 Diperbarui: 7 Januari 2025   19:25 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Apa itu?" Aku bersiap untuk menyerang. Namun Rain tetap tenang. Senyumnya membuat dadaku berdesir.

            "Lexa, rencanamu untuk menghabisi keluarga Mariokendar itu   karena dendam yang kamu simpan terlalu lama. Kamu membuat energi positif di sekelilingmu semakin menipis. Apakah kamu yakin setelah menghabisi keluarga Mariokendar kamu akan bahagia?" tanyanya. Aku terdiam ragu. Tak terasa setitik air mengaliri pipiku. Sejujurnya aku merasa sangat lelah menanggung dendam ini sepanjang hidupku. Namun aku tak tahu cara mengendalikannya.

            "Aku mengerti kmau belum tahu banyak tentang lelaki yang tergantung di salib ini. Dia lelaki yang memiliki cinta sangat besar. Karena cintanya adalah penyerahan nyawanya sendiri. Sebenarnya kmau gadis kuat yang memiliki hati lembut. Kamu menjadi pendendam karena penderitaanmu semasa kecil."  Rain  mengambil salib itu ke dadanya. Ia memejamkan matanya. Sebelah tangannya diarahkannya kepadaku.

            "Aku akan mentransfer rasa cinta dan energi positif  yang akan kamu simpan dalam jiwamu. Lalu kamu akan bisa memaafkan mereka yang telah menyakitimu dan menjadikan luka-lukamu sebagai ladang kasih bagi sesama. Batalkan keinginanmu untuk menghabisi keluarga Mariokendar. Maafkanlah mereka,"  lanjut Rain.

            Lalu seluruh tubuhku menghangat. Aku seperti melihat  pembantaian yang membuatku menyimpan dendam itu. Awalnya aku sangat takut, lalu muncul rasa benci dan dendam, tapi perlahan semuanya tertutup kabut yang semakin menebal. Lalu aku melihat hal yang baru: seorang perempuan berkerudung yang tersenyum anggun, lelaki berambut gondrong memanggul salib dan jatuh berkali-kali, serta sekumpulan awan yang mengangkatnya ke atas. Lelaki gondrong itu tersenyum sambil membentangkan kedua telapak tangannya yang berlubang. Tiba-tiba  aku merasa bahagia.  

            "Tugasku selesai. Aku harus pergi. Saatnya kamu membagi apa  yang telah kamu dapat dariku pada sesamamu." Rain tersenyum.

            "Kmu mau kemana? Jangan tinggalkan aku!"  Tiba-tiba aku takut kehilangan Rain. Dia telah membuka sesuatu yang selama ini tak kupunya: rasa cinta. Rain menggelengkan kepalanya. Ia membuka kemejanya. Aku terkejut.

            "Rain? Kamu...sebuah..."

            "Betul Lexa, aku hanya salah satu robot humanoid ciptaan Johan Risang. Meskipun ayah angkatmu  menggeluti bisnis kotor, namun ia tak mau kamu tersesat di jalan yang salah. Kamu harus pulang. Mulailah berbagi kasih dengan sesamamu. Selamat tinggal Lexa."  Rain  menekan tombol berwarna merah di dadanya. Aku menjerit memanggil namanya. Namun terlambat, Rain rontok dalam hitungan detik. Tinggal aku sendirian, termangu antara dendam yang harus kutuntaskan dan rasa bahagia yang baru saja kuperoleh karena memaafkan.

Note: robot humanoid = robot canggih yang penampilan keseluruhannya dibentuk berdasarkan tubuh manusia

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun