Hingga hari ketiga sejak aku menuliskan  pertanyaan  di kolom komentarnya, Bramantyo belum juga menanggapinya. Kurasa aku tak bisa menahan diri lagi. Tanpa berpikir panjang, segera kususuri informasi tentang keberadaannya lewat foto-foto dalam akunnya.
Usahaku tak sia-sia. Kutemukan  sebuah foto dalam akun facebooknya itu yang menggambarkan kondisi galeri lukisnya  Pada salah satu foto tampak sebuah rumah mungil yang asri dengan papan bertuliskan "Galeri Bramantyo". Lalu tertulis sebuah alamat lengkap di bagian bawah papan nama itu. Alamat itu  cukup jauh dari kotaku. Namun demi sebuah informasi, jarak ratusan kilometer itu tak membuatku surut langkah. Aku membulatkan tekad untuk  menemui lelaki misterius itu.
******
Hari beranjak sore saat aku  berdiri mematung di depan sebuah rumah mungil dengan tanaman hijau di sekelilingnya. Kulihat di bagian samping rumah itu terpasang papan kayu dengan tulisan "Galeri Bramantyo". Aku tersenyum lega.
Sambil menenangkan debar jantung yang makin kencang, kulangkahkan kakiku memasuki halaman. Seorang lelaki setengah baya dengan rambut putih membingkai kepalanya membuka pintu depan. Ia memicingkan matanya saat melihatku. Aku menganggukkan kepalku sopan.
"Pak Bramantyo?" tanyaku sopan. Lelaki itu mengangguk pelan. Mendadak hatiku bergetar. Mengapa aku merasa tak asing dengan lelaki ini? Bukankah ia tak pernah memajang foto profilnya di akun facebooknya? Pandangannya masih tak lepas dariku. Kulihat bibirnya gemetar, entah mengapa. "Saya salah satu pengagum lukisan bapak di facebook. Mmmhh... saya... saya tertarik dengan lukisan bapak yang terakhir," kataku agak terbata-bata.
"Kamu siapa?" tanyanya kemudian. Suaranya terdengar bergetar. Matanya masih menatapku lekat.
"Saya Triana," jawabku. Lelaki bernama Bramantyo itu menghela nafas.
"Kamu... kamu sangat mirip dengan dia." ujarnya masih dengan suara bergetar.
"Dengan model dalam lukisan bapak itu kan? Saya jauh-jauh datang ke sini juga karena ingin mengetahui itu. Mengapa model dalam lukisan itu sangat mirip dengan saya? Kita belum pernah bertemu kan?" tanyaku.
Bramantyo kembali menghela nafas. Tatapannya padaku tak juga lepas. Seolah ingin membandingkan secara detil wujud diriku dengan perempuan dalam lukisannya itu.