Artikel ini membahas transisi ideologis dan kebijakan Partai Buruh Australia (Australian Labor Party/ALP) selama periode 2013-2019 di bawah kepemimpinan Bill Shorten. Fokus artikel ini adalah bagaimana ALP berupaya menjembatani ketegangan antara agenda tradisional kelas pekerja dengan berfokus pada isu ekonomi dan pendekatan progresif yang semakin inklusif terhadap politik identitas, termasuk kesetaraan gender, hak-hak LGBTI+, dan politik rasial.
Â
1. Partai Buruh Australia (Australian Labor Party)
Partai Buruh Australia (Australian Labor Party) merupakan partai politik tertua di Australia dan juga salah satu partai Buruh yang paling lama berdiri di dunia. Berdiri sejak tahun 1890, ALP berasal dari perpaduan tradisi radikal, buruh, dan sosialis di kalangan para pekerja serta reformis kelas menengah di kota dan desa Australia, termasuk di antara pekerja pedesaan dan petani kecil. Mayoritas pekerja memiliki keyakinan bahwa buruh hanya ingin agar kepentingan mereka diakui sebagai salah satu kepentingan di parlemen, bersanding dengan kepentingan pemilik tanah, pedagang, industri, dan kapitalis lainnya (Smith & Watson, 2000).
Berhasil dalam mobilisasi kepentingan pekerja, ALP memperoleh kursi di berbagai tingkat pemerintahan. Seiring waktu, partai ini mengalami transformasi yang signifikan, terutama setelah Perang Dunia II dengan meningkatnya partisipasi kelas menengah yang membawa isu-isu baru seperti lingkungan dan feminisme ke dalam agenda partai. Meskipun ALP masih mempertahankan tujuan sosialis yang telah ada sejak awal, makna sosialisme dalam konteks partai telah berubah seiring waktu, mencerminkan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat yang dinamis. Perubahan ini menimbulkan ketegangan antara serikat pekerja yang merasa terasing dari tradisi partai dan anggota kelas menengah. Meskipun ALP tidak lagi memiliki basis sosial yang jelas, partai ini terus berkomitmen pada prinsip keadilan sosial yang fleksibel, mengakomodasi berbagai keyakinan di dalamnya (Smith & Watson, 2000).
ALP ini juga dikenal sebagai "partai inisiatif" yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Australia (Labor Party History, n.d.). Â Edwards (2018) mengidentifikasi tiga 'tradisi' dalam ideologi ALP. Pertama, ada 'Buruh lama' yang berfokus pada isu eksploitasi kelas dengan keyakinan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari sistem kapitalis. Selanjutnya, ideologi ALP mengalami perkembangan, terutama pada masa kepemimpinan Whitlam dengan mengadopsi politik 'pembebasan'. Tradisi ini tetap mempertahankan unsur konflik kelas dari Buruh lama, sambil juga mendukung gerakan-gerakan pembebasan, terutama yang berkaitan dengan hak tanah masyarakat pribumi dan pembebasan perempuan. Tradisi ideologis ketiga yang diidentifikasi oleh Edwards adalah 'rasionalisme ekonomi'.
2. Partai Buruh Australia (Australian Labor Party) di Bawah Kepemimpinan Bill Shorten (2013-2019)
Pada masa kepemimpinan Bill Shorten, isu kebijakan dibedakan menjadi dua ruang: materialis (ekonomi) dan postmaterialis (nilai budaya), menunjukkan bahwa kontestasi politik terjadi tidak hanya di sepanjang sumbu ekonomi, tetapi juga pada sumbu nilai dan budaya.
Di bawah kepemimpinan Bill Shorten, ALP menekankan ketidaksetaraan ekonomi dengan pendekatan sosial-demokratis yang lebih tradisional. Shorten mengkritik meningkatnya kesenjangan pendapatan dan kekayaan yang mencapai titik tertinggi dalam 75 tahun, meskipun ada pertumbuhan ekonomi. Dia menegaskan bahwa ketidakpastian yang dirasakan masyarakat disebabkan oleh ekonomi yang tidak berpihak pada pekerja, menyoroti frustrasi terhadap praktik-praktik korporat yang merugikan.
ALP di bawah Shorten berfokus pada kebijakan yang dapat mengurangi ketimpangan, termasuk pembatalan konsesi pajak yang menguntungkan orang kaya dan penekanan pada kebutuhan akan pengeluaran sosial yang lebih besar (Koestanto, 2019). Isu pajak juga menjadi sorotan Andrew Leigh dalam salah satu tulisan publikasinya. Dia menekankan treaty shopping yang merupakan isu serius karena merusak sistem perpajakan, terutama ketika perusahaan-perusahaan multinasional merestrukturisasi urusan pajak mereka untuk memanfaatkan tarif pajak yang lebih rendah di yurisdiksi tertentu (Andrew Leight,2022). Dapat dilihat ALP berusaha merespons kekhawatiran kelas pekerja terhadap ketidakamanan ekonomi dan mengarahkan fokus kembali pada isu-isu ketidaksetaraan, sebagai cara untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Di bawah kepemimpinan Shorten, ALP mengadopsi agenda yang progresif dalam isu-isu postmaterialis, mulai dari ketidaksetaraan ras dan gender hingga politik LGBTI+. Partai Buruh mengadopsi wacana yang lebih inklusif dan komprehensif terkait isu rasial dan ketidakadilan. Mereka mengakui ketidakadilan yang dihadapi oleh minoritas etnis dan rasial, meskipun tetap menghindari kontroversi terkait pencari suaka. Kebijakan yang diusung mencakup dukungan untuk komunitas adat, pengakuan terhadap kesalahan masa lalu, serta kompensasi bagi generasi yang terdampak (Falcinella, 2022).
Partai Buruh juga menunjukkan komitmen terhadap multikulturalisme, memperjuangkan perlindungan bagi minoritas ras dan etnis, serta menyatakan bahwa hal ini penting untuk kekayaan sosial dan ekonomi Australia. Dalam konteks gender, Partai Buruh menganggap kesetaraan gender sebagai komponen penting dari agenda ketidaksetaraan yang lebih luas, berfokus pada perlindungan hak perempuan di tempat kerja dan pengakuan atas pekerjaan tidak dibayar yang sering kali dilakukan oleh perempuan. Meskipun terdapat ketegangan antara ideologi tradisional dan tuntutan kesetaraan gender, Shorten secara tegas menolak anggapan bahwa pasar bebas akan mengatasi kesenjangan tersebut. Dalam isu LGBTI+, Partai Buruh menunjukkan dukungan kuat terhadap pernikahan sesama jenis dan berjanji untuk mengadvokasi hak-hak LGBTI+ di Parlemen (Falcinella, 2022).
3. Argumen dan Pembelajaran untuk Indonesia
Di bawah kepemimpinan Bill Shorten, kita bisa melihat Partai Buruh Australia (ALP) mengalami transisi ideologis dengan mengadopsi agenda yang lebih progresif, terutama dalam isu-isu pascamaterial seperti kesetaraan gender, hak-hak LGBTI+, dan politik identitas. Meskipun pendekatan ini dianggap inklusif dan relevan bagi kelompok-kelompok minoritas yang mengalami ketidakadilan berdasarkan identitas mereka, ada ketegangan antara pendekatan ini dan dukungan tradisional ALP terhadap isu-isu ekonomi. Beberapa pihak, termasuk anggota partai sendiri, berpendapat bahwa ALP seharusnya lebih memprioritaskan masalah ekonomi yang berdampak langsung pada kelas pekerja, ketimbang memperluas fokusnya pada isu-isu sosial yang lebih progresif. Indonesia dapat belajar dari pengalaman ini dengan memastikan bahwa isu-isu identitas tidak mengabaikan perhatian pada masalah ekonomi yang berdampak langsung pada masyarakat luas, terutama kelas pekerja.
Shorten, meskipun berhasil mendorong agenda kesetaraan dalam aspek ekonomi dan sosial, dikritik karena gagal memenangkan pemilu 2019. Kekalahan ini dikaitkan dengan kebijakan yang dinilai terlalu rumit dan sulit dipahami oleh pemilih tradisional, serta pendekatan yang dianggap mengalienasi pemilih konservatif sosial yang masih mendukung kebijakan ekonomi progresif. Kritik ini menunjukkan bahwa kurangnya perhatian terhadap isu-isu ekonomi demi fokus pada politik identitas dapat melemahkan dukungan dari pemilih kelas pekerja yang melihat ketidaksetaraan ekonomi sebagai isu utama. Ini juga bisa menjadi pembelajaran partai politik dan pemimpin di Indonesia, di mana mereka harus membuat kebijakan yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh pemilih umum, terutama ketika berhadapan dengan isu-isu ekonomi. Partai politik juga perlu berhati-hati dalam memperkenalkan perubahan ideologis dengan tetap mempertahankan dukungan dari kelompok konservatif/tradisional yang mungkin memiliki prioritas berbeda.
Peninggalan Shorten dalam memperjuangkan hak-hak gender dan LGBTI+ tetap signifikan. Meskipun fokus pada ketidaksetaraan ekonomi berkurang, ALP di bawah kepemimpinan Shorten berhasil memperkuat komitmen mereka terhadap isu-isu kesetaraan sosial. Ini menandakan bahwa masa kepemimpinan Shorten adalah periode transisi penting ALP, meski keberhasilan elektoralnya terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H