Di bawah kepemimpinan Shorten, ALP mengadopsi agenda yang progresif dalam isu-isu postmaterialis, mulai dari ketidaksetaraan ras dan gender hingga politik LGBTI+. Partai Buruh mengadopsi wacana yang lebih inklusif dan komprehensif terkait isu rasial dan ketidakadilan. Mereka mengakui ketidakadilan yang dihadapi oleh minoritas etnis dan rasial, meskipun tetap menghindari kontroversi terkait pencari suaka. Kebijakan yang diusung mencakup dukungan untuk komunitas adat, pengakuan terhadap kesalahan masa lalu, serta kompensasi bagi generasi yang terdampak (Falcinella, 2022).
Partai Buruh juga menunjukkan komitmen terhadap multikulturalisme, memperjuangkan perlindungan bagi minoritas ras dan etnis, serta menyatakan bahwa hal ini penting untuk kekayaan sosial dan ekonomi Australia. Dalam konteks gender, Partai Buruh menganggap kesetaraan gender sebagai komponen penting dari agenda ketidaksetaraan yang lebih luas, berfokus pada perlindungan hak perempuan di tempat kerja dan pengakuan atas pekerjaan tidak dibayar yang sering kali dilakukan oleh perempuan. Meskipun terdapat ketegangan antara ideologi tradisional dan tuntutan kesetaraan gender, Shorten secara tegas menolak anggapan bahwa pasar bebas akan mengatasi kesenjangan tersebut. Dalam isu LGBTI+, Partai Buruh menunjukkan dukungan kuat terhadap pernikahan sesama jenis dan berjanji untuk mengadvokasi hak-hak LGBTI+ di Parlemen (Falcinella, 2022).
3. Argumen dan Pembelajaran untuk Indonesia
Di bawah kepemimpinan Bill Shorten, kita bisa melihat Partai Buruh Australia (ALP) mengalami transisi ideologis dengan mengadopsi agenda yang lebih progresif, terutama dalam isu-isu pascamaterial seperti kesetaraan gender, hak-hak LGBTI+, dan politik identitas. Meskipun pendekatan ini dianggap inklusif dan relevan bagi kelompok-kelompok minoritas yang mengalami ketidakadilan berdasarkan identitas mereka, ada ketegangan antara pendekatan ini dan dukungan tradisional ALP terhadap isu-isu ekonomi. Beberapa pihak, termasuk anggota partai sendiri, berpendapat bahwa ALP seharusnya lebih memprioritaskan masalah ekonomi yang berdampak langsung pada kelas pekerja, ketimbang memperluas fokusnya pada isu-isu sosial yang lebih progresif. Indonesia dapat belajar dari pengalaman ini dengan memastikan bahwa isu-isu identitas tidak mengabaikan perhatian pada masalah ekonomi yang berdampak langsung pada masyarakat luas, terutama kelas pekerja.
Shorten, meskipun berhasil mendorong agenda kesetaraan dalam aspek ekonomi dan sosial, dikritik karena gagal memenangkan pemilu 2019. Kekalahan ini dikaitkan dengan kebijakan yang dinilai terlalu rumit dan sulit dipahami oleh pemilih tradisional, serta pendekatan yang dianggap mengalienasi pemilih konservatif sosial yang masih mendukung kebijakan ekonomi progresif. Kritik ini menunjukkan bahwa kurangnya perhatian terhadap isu-isu ekonomi demi fokus pada politik identitas dapat melemahkan dukungan dari pemilih kelas pekerja yang melihat ketidaksetaraan ekonomi sebagai isu utama. Ini juga bisa menjadi pembelajaran partai politik dan pemimpin di Indonesia, di mana mereka harus membuat kebijakan yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh pemilih umum, terutama ketika berhadapan dengan isu-isu ekonomi. Partai politik juga perlu berhati-hati dalam memperkenalkan perubahan ideologis dengan tetap mempertahankan dukungan dari kelompok konservatif/tradisional yang mungkin memiliki prioritas berbeda.
Peninggalan Shorten dalam memperjuangkan hak-hak gender dan LGBTI+ tetap signifikan. Meskipun fokus pada ketidaksetaraan ekonomi berkurang, ALP di bawah kepemimpinan Shorten berhasil memperkuat komitmen mereka terhadap isu-isu kesetaraan sosial. Ini menandakan bahwa masa kepemimpinan Shorten adalah periode transisi penting ALP, meski keberhasilan elektoralnya terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H