Ketika saya membicarakan tentang optimisme yang harus kita bangun, banyak dari mereka yang justru semakin pesimis. Mereka antara lain berkata:
"Bagaimana kita harus optimis, sementara harga-harga bahan pokok terus melambung".
"Bagaimana bisa optimis, negeri kita dipimpin oleh mereka yang seperti ini".
Begitu seterusnya.
Saya tersenyum. Jadi teringat ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib juga diprotes oleh rakyatnya dengan nada pesimis.
"Wahai Khalifah. Mengapa ketika di Jaman Khalifah Abu Bakar, rakyat demikian nyaman dan bahagia. Sementara di Jaman Anda, kok seperti ini?"
Ali dengan senyum kecil menjawab:
"Jika di Jaman Abu Bakar, rakyatnya adalah (orang seperti) saya; sedangkan pada jaman saya, rakyatnya (orangnya) seperti kamu."
***
Bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, budaya, kelas sosial, variasi sistem hidup, dan sebagainya. Dengan ilmu sosiologi, saya memahami beberapa hal berikut:
1. Masyarakat merupakan cerminan dari realitas sosial. Artinya, apa yang terjadi pada masyarakat, berarti itu merupakan kebenaran sosial. Dari kebenaran sosial inilah maka energi sosial ditransformasikan sedemikian rupa menjadi tindakan yang legal-rasional.
Contoh jika kita menganggap bahwa pemimpin kita itu bobrok, tidak ada benarnya sama sekali, selalu salah, dan sebagainya, maka realitas yang muncul kepada kita pun akan demikian. Coba lihat para pebisnis itu, mereka selalu optimis di tengah ketidak pastian politik dan sosial tersebut. Bagi mereka, satu-satunya kepastian, adalah ketidakpastian itu sendiri.
2. Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya tentang #Optimis, bahwa kita tidak sendiri. Jadi meski Anda sosok individu dengan segala kekuatan lebihnya, tetapi ingatlah bahwa Anda bagian dari sesuatu yang besar: masyarakat. Pada masyarakat Anda harus melakukan integrasi sosial. Apa itu? menyatukan diri dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang hidup dalam keyakinan mereka.
Saya yakin, energi #optimis itu masih ada, menyelip di antara pribadi-pribadi dalam masyarakat itu. Hanya saja, banyak media lebih senang mengumbar pesimis--yang celakanya lagi masyarakat kita juga senang sekali dengan berita-berita pesimis itu.
Oleh karena itu, dalam rangka membebaskan diri realitas pesimis itu, sudah cukup lama saya tidak terlalu memperhatikan berita-berita, informasi, dan sebagainya hal-hal yang menunjukkan sikap atau perilaku pesimis.
Saya yakin, masih banyak pribadi optimis di sana. Dan mereka semua adalah teman saya.
(bersambung)