Mohon tunggu...
tanralam
tanralam Mohon Tunggu... -

bukan sesiapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu

7 Mei 2015   12:14 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:24 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yaa ayyatuhan nafsul mutmainnah. Irjii ilaa rabbiki raadiatan mardiah. Fadkhulii fii ibaadii. Wadkhulii jannatii ---wahai jiwa yang tenang (karena banyak berdzikir dan mengingat Allah). Kembalilah (wafat dan bangkitlah di hari kemudian) kepada Tuhan Pemeliharamu dengan hati rela dan diridhai. maka (karena itu) masuklah ke dalam golongan para hamba-Ku (yang taat lagi mendapat penghormatan dari-Ku). Dan masuklah ke dalam surga-Ku (yang telah Ku-siapkan bagi mereka yang taat kepadaku)---.

Nafas-nafas terakhir ibu adalah nafas yang berembus halus dan lembut. Seusai hari-hari ramai setelah pemakaman ibu, kakakku yang perawat berbisik, sudah banyak “kepergian” yang kusaksikan, tetapi ibu “pergi” dengan sangat lembut.

“Begitu? Alhamdulillah. Semoga Allah ridha,” sahutku.

Berbulan kemudian seorang kakakku yang lain menelepon, “Pagi ini saya mendengar ceramah TV, ustazd itu mengajarkan ayat yang sangat baik dibaca untuk mengantar seseorang menghadap Tuhan. Saya ingat itulah yang berulang kau bisikkan. Pantaslah ibu pergi dengan sangat lembut.”

Tahukah, kataku, di hari kematian Rabiah Al-Adwiyah, perempuan mulia yang mempersembahkan hidupnya untuk Tuhan, orang–orang mendengar ayat itu menggema dari kamarnya. Tak ada sesiapa di sana kecuali perempuan suci itu. Maka orang-orang beranggapan, mungkin malaikatlah yang membacakannya.

Saya sesungguhnya tak hafal betul ayat-ayat itu. Tetapi entah mengapa dua hari sebelum kepergian ibu ingatan tentang ayat itu melintas, juga kisah wanita suci itu. Awalnya tak utuh, tetapi semakin kuulang dalam hati, semakin benderang.

Malam terakhir sebelum kepergian ibu, ayat itu kubaca berulang, kutujukan kepada Tuhan, menagih janji Tuhan. “Yaa Allah Tuhan semesta, Kau ciptakan manusia untuk memelihara bumi-Mu. Dalam tubuh perempuan yang Kau takdirkan jadi ibuku, Kau sematkan satu benda yang menyandang kebesaran nama-Mu: Rahim.

Di sana engkau titipkan enam manusia lagi untuk memelihara bumi-Mu. Dia perempuan sederhana yang membesarkan kami dengan sabar dan baik hati. Tak diprotesnya Engkau Yaa Allah karena mengambil terlalu cepat lelaki yang menjadi suaminya untuk menemaninya memikul tugas itu. Diembannya tugas itu meski nyaris tak bisa dipikulnya. Engkau memberinya banyak derita, ia merimanya dan menahan air matanya agar tak pernah menetes.

Di waktu sangat kecil ketika kesabaran kurasa tak lagi jadi milikku perempuan yang jadi ibuku ini Yaa Allah mengajarkan satu hal megah yang tak akan kulupa: “Orang lain mungkin berkata kesabaran ada batasnya. Bagi ibu, kesabaran tak berbatas. Kalau kau mengira sabarmu habis, tunggulah beberapa waktu. Mungkin nanti atau besok kesabaran itu akan kembali kepadamu.”

Perempuan sabar ini Yaa Allah, tak hendakkah Kau sambut dengan pelukan hangat? Jika hendak mengambilnya Yaa Allah Tuhan yang Maha Baik, ambillah dengan sepenuh sayang, selembut-lembutnya. Engkau Yaa Allah telah membujuk hamba-hambaMu kembali kepada-Mu dengan menyebut mereka Jiwa yang Tenang. Betapa baik Engkau Yaa Allah mengabadikan sebutan Jiwa yang Tenang dalam keagungan Firman-Mu. Maka Allah yang baik, berbaik hatilah kepada ibuku dengan mengambilnya dengan tenang dan lembut.

Malam itu sambil membenamkan wajah di antara bahu dan kepala ibu, entah berapa ribu ucapan hati kubisikkan kepada Tuhan, juga kepada ibuku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun