Apakah ini multiplayer effect dari reformasi yang menghasilkan liberalisasi ekonomi dan politik dalam hal ini sistem demokrasi sehingga ada potensi reformasi dikorupsi pejabat yang tak beretika dan bermoral? Mari kita Bedah!
Demokrasi sebagai Alat Bukan Tujuan
Negara republik dengan sistem pemerintahan yang menganut sistem demokrasi seperti halnya Indonesia adalah bentuk ideal negara. Dalam sebuah negara demokrasi meskipun terdapat lembaga-lembaga demokrasi; DPR, MPR, dan Pers juga trias politika yang dianut, namun kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan rakyat bukan penguasa apalagi yang lebih dominan dalam peta politik kita adalah pemerintah.
Kekisruhan yang akhir-akhir ini terjadi dan dipertontonkan ke publik akibat konflik kepentingan sudah seyogianya harus diakhiri. Karena berdemokrasi bukan hanya dijadikan instrumen pengelolaan administratif saja akan tetapi berdemokrasi harusnya meminimalisir konflik kepentingan yang sering terjadi juga memberikan solusi dalam mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat sehingga Alor menjadi peradaban yang madani.
Bagaimana Alor ini mau jadi “Kenyang, Sehat, Dan Pintar” kalau birokrasinya saja tidak menempatkan rakyat sebagai subjek politik tetapi lebih menitik beratkan terhadap kepentingan kelompok. Demokrasi seharusnya memberikan harapan kepada masyarakat yang terbingkai dalam kinerja birokrasi yang menjamin hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu, jika demokrasi sebagai instrumen dalam pengelolaan birokrasi maka sudah sepatutnya masyarakat berhak tau dan mendapatkan akses informasi yang transparan dalam penyelenggaraan birokrasi sehingga terbentuk komunikasi dua arah atau bottom-up antara pemerintah dan rakyat.
Dampaknya ialah nanti akan terbentuk pemerintah yang transparan dan akuntabel sehingga melahirkan masyarakat yang berkarakter dalam mempercayai pemerintah.
Reformasi Birokrasi dan Konflik Kepentingan
Menjadi Birokrasi yang kuat dan mapan tentunya merupakan jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi oleh sebuah bangsa. Namun, sungguh sangat disayangkan kondisi birokrasi kita sebagai pemegang otoritas legitimasi kekuasaan dan pemegang amanah masyarakat Alor sangat jauh dari kondisi ideal.
Birokrasi kita seolah kehilangan roh untuk melaksanakan dua tugasnya utamanya yaitu memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi rakyatnya. Hal ini bisa kita analisis lewat fenomena politik akhir-akhir ini yang mencuat di publik. Tidak perlu kita telisik lebih jauh faktor apa yang menyebabkan itu, sebab yang menjadi masalahnya ialah kurang transparannya pengelolaan birokrasi itu sendiri.
Jadi sekiranya fenomena-fenomena yang mencuat itu bisa kita analisis secara simplistik yang pada poinnya ialah setiap kebijakan publik yang keluar dari birokrasi kita tidak sesuai atau kompatibel dengan kebutuhan masyarakat.