Mohon tunggu...
Sayuti Melik S
Sayuti Melik S Mohon Tunggu... Buruh - Artes Liberalis

Membaca adalah melawan dan menulis adalah membunuh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demokrasi dan Kebuntuannya

12 Juli 2022   08:10 Diperbarui: 12 Juli 2022   08:35 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan lain, Socrates juga mengutarakan studi kasus mengenai jika seorang dokter dan penjual permen berada dalam sebuah debat pemilihan. Penjual permen dapat dengan mudah berkata bahwa ia akan membolehkan semua orang untuk memakan permen sesuka hati mereka, ia tidak akan melarang-larang seperti sang dokter. Sementara sang dokter tidak dapat mengatakan hal yang sama, ia juga tidak dapat berkata bahwa “saya melarang untuk kebaikan kalian” tentunya. Hal ini begitu sering kita jumpai dalam kampanye pemilihan pada demokrasi modern, pemilih yang termakan janji-janji manis dari bakal calon. Inilah yang belum dapat disingkirkan oleh pelaku berdemokrasi di Indonesia, dalam hal menentukan pemimpin lewat pemilihan umum.

Itulah yang berusaha disampaikan oleh Socrates. Ia beranggapan bahwa pemilihan merupakan sebuah ilmu pengetahuan dan bukan hanya sekedar intuisi. Lalu selayaknya sebuah ilmu pengetahuan, cara menentukan pilihan tersebut harus diajarkan pada sebuah instansi pendidikan. Namun karena nyatanya cara memilih tersebut tidak diajarkan, masyarakat akhirnya lebih percaya terhadap intuisi masing-masing daripada menggunakan landasan argumen yang akarnya kuat sebelum memilih. Alhasil, kebuntuan dalam berpikir pada saat memilih banyak sekali muncul dan terlihat pada masyarakat.

Dari sejarah inilah mengapa demokrasi bukanlah satu-satunya harapan dalam sistem bangunan negara, karenanya demokrasi dalam diskursus filsafat, sosiologi dan agama masih diperbincangankan hingga hari ini.

Walter A. Mcdougall dalam bukunya yang berjudul Throes of Democracy, menuliskan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 1829-1877 terjadi sebuah pergolakan demokrasi. Seirama dengan laporan Alexis de Tocqueville dalam bukunya Democracy in America, bahwa demokrasi Amerika pada hakikatnya adalah sebuah sistem yang memberikan peluang kepada mayoritas untuk bertindak semaunya, semacam sistem diktator mayoritas. Artinya yang minoritas tidak akan mendapatkan apa-apa karena segalanya diatur oleh mereka memenangkan pemilu.

Gambaran ini terlihat jelas dari perjalanan demokrasi Indonesia, lewat suara mayoritas, akhirnya krisis terjadi di mana-mana, pembangunan hampir tidak bermakna. Jutaan nyawa hilang, ribuan tanah tergadaikan, HAM dan segalanya dilangar bahkan hingga hari ini. Demokrasi di Indonesia adalah sumber dari tumbuh suburnya kartel oligarki lewat perselingkuhan lembaga eksekutif, legislatif dengan pemodal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun