"Sekali di Belanda. Sekali di Filipina dan sekali lagi di Indonesia. Tapi semuanya itu katakanlah hanya cinta yang tidak sampai, perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan (Indonesia)," ujar Tan Malaka.
Hal serupa juga dituturkan oleh Harry A Poeze, seorang peneliti asal Belanda yang meghabiskan sebagian besar hidupnya hanya untuk meneliti tentang Tan Malaka.
Dalam bukunya ‘Tan Malaka: Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia’  Poeze menuliskan pernyataan SK Trimurti (Mantan Menteri Perburuhan era Sukarno), istri Sayuti Melik (Pengetik naskah Proklamasi) mengenai Tan Malaka dan alasannya tak pernah menikah hingga akhir hayat.
"Ia (Tan Malaka) tidak kawin karena perkawinan akan membelokannya dari perjuangan."
"Ia bersikap penuh hormat terhadap perempuan. Ia juga tak pernah berbicara tentang perempuan dalam makna seksual. Dari sudut ini, ia seorang yang bersih," kata SK Trimurti.
Menurut Harry A Poeze, setidaknya ada empat wanita yang sempat singgah di hati Tan Malaka.
Perempuan-perempuan tersebut yakni Syarifah Nawawi, Fenny Struijvenberg, Carmen, AP, dan Paramitha Abdurrachman.
Syarifah Nawawi adalah teman sekelas Tan Malaka waktu bersekolah di Bukittinggi.
Sementara Fenny Struijvenberg adalah gadis Belanda, mahasiswi kedokteran yang kerap datang ke kosnya waktu Tan bersekolah di Belanda.
Lalu Carmen, ia adalah gadis Filipina yang sempat dekat dengan Tan Malaka saat pelarian Tan di Filipina.
Dan yang terakhir adalah Paramitha Abdurrachman, Paramitha dikenal Tan saat dirinya pertama kali muncul lagi ke publik pada tahun 1945.