Mohon tunggu...
Ini Tanjung Tani
Ini Tanjung Tani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Suka sejarah, jurnalistik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinggal di Kebumen Wajib Tahu: Tradisi Among-among, Ungkapan Syukur Kepada Tuhan

9 Maret 2021   21:51 Diperbarui: 9 Maret 2021   22:18 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Hal ini merupakan satu kesatuan yang erat dan tumbuh seiring masyarakat yang berkembang. 

Kebudayaan sendiri secara tidak langsung diwariskan secara turun-temurun yang pada umumnya mengatur tingkah laku individu atau kelompok tentang apa saja yang boleh dilakukan dalam melakukan interaksi antar individu maupun kelompok.. 

Budaya juga tidak dibatasi oleh ruang dan waktu karena budaya merupakan suatu kebiasaan masyarakat setempat yang sukar diubah dalam waktu yang singkat, sekalipun di zaman sekarang yang tekhnologinya sudah maju.

Membicarakan tentang budaya erat kaitannya dengan tradisi. Tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan sejak lama dan secara terus-menerus sehingga menjadi bagian kehidupan masyarakat sampai saat ini tradisi yang telah menjadi budaya akan menjadi suatu sumber dalam berperilaku. 

Karena pengertian tradisi sendiri adalah suatu informasi yang disampaikan dan diteruskan ke setiap generasi penerus. Oleh karena itu, tanpa adanya komunikasi yang baik tradisi akan hilang dimakan waktu.

Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku serta 300 kelompok etnis yang tersebar di setiap daerah dari Sabang sampai Merauke. Dari ribuan suku tersebut, 40% hidup di Pulau Jawa. 

Hal ini menjadikan Pulau Jawa memiliki banyak tradisi dan masih banyak juga yang tetap dilestarikan hingga sekarang. Salah satunya adalah 'Among-among', tradisi masyarakat Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.

Among-among adalah salah satu tradisi untuk mengungkapkan rasa syukur kepada tuhan atas rezeki yang diberikan. 

Among-among juga biasanya dilakukan ketika seseorang terkabul hajatnya, selamatan ketika usia kandungan sudah mencapai tujuh bulan serta selamatan menyambut bayi yang baru dilahirkan. Among-among juga diadakan ketika seorang anak bertambah umur atau masyarakat modern menyebutnya dengan ulang tahun.

Namun, Among-among berbeda dengan selamatan biasa yang pada umumnya hanya orang-orang dewasalah yang menghadiri acara selamatan ini, Among-among dihadiri oleh anak-anak kecil berusia 2 tahun sampai 6 tahun. Among-among yang masih dilakukan masyarakat Kebumen saat ini biasanya ketika kandungan berusia 7 bulan (Keba) atau ketika bayi lahir berusia tujuh atau delapan hari.

Makna filosofi

Among-among sendiri berasal dari kata 'Pamomong', artinya yang 'Ngemong' atau yang mengasuh. Pengasuh disini maksudnya adalah Tuhan, tetapi ada juga yang mengartikannya sebagai roh halus yang diutus Tuhan untuk melindungi manusia. Masyarakat umumnya percaya bahwa setiap manusia memiliki pelindung di dalam dirinya. Oleh karena itu, dengan menyelenggarakan Among-among, menjadi tanda terimakasih karena telah ada yang menjaga (ngemong) di setiap langkah hidup kita.

Tradisi Among-among sejatinya merupakan bentuk syukur orang tua atas putra-putrinya yang telah diberikan kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan Among-among, wujud syukur diungkapkan lewat berbagi makanan dengan sesama. Selain sebagai bentuk syukur, Among-among juga merupakan bentuk doa orang tua kepada anaknya agar diberi kesehatan, panjang umur dan menjadi putra-putri yang sholeh sebagaimana harapan orang tua.

Prosesi

Among-among dilakukan saat hari kelahiran anak (ulang tahun) yang dihitung berdasarkan kalender jawa (legi, pahing, pon, wage, kliwon) orang jawa menyebutnya sebagai weton. Kemudian dipadukan dengan hari pada kalender masehi sesuai hari kelahiran anak, misalnya Minggu Wage, Kamis Pon dan sebagainya.

Biasanya, Among-among dilakukan pada sore hari dengan mengundang anak kecil berjumlah 10 sampai 15 orang lalu berkumpul di salah satu rumah yang mengadakan acara ini. Anak-anak ini duduk di teras rumah (masyarakat Kebumen menyebutnya sebagai Batur) dengan menggelar tikar dan duduk melingkari sebuah tampah yang berisi makanan.

Tampah yang berisi makanan ini umumnya diletakkan di atas baskom yang sebelumnya telah diisi air, daun Tawa (daun dadap serep) serta beberapa uang koin berjumlah Rp10.000 sampai Rp20.000.

Setelah semua anak-anak berkumpul, selanjutnya adalah berdoa bersama yang biasanya dipimpin oleh Mbah Putri. Di Kebumen sendiri terdapat perbedaan tentang pelaksanaan prosesi Among-among. Untuk memperingati 7 bulan kandungan (keba), maka akan ada tahapan dimana seorang ibu yang sedang mengandung akan mencolek bedak putih yang telah dicampur air kepada anak-anak yang hadir. Anak pertama yang dicolek bedak putih tersebut menjadi pilihan si ibu yang mengandung dengan harapan agar anak yang dikandungnya nanti bisa meniru kecantikkan serta ketampanan dari si anak tersebut. Namun, Among-among yang dilakukan pada acara tujuh atau delapan hari setelah bayi lahir (sesuai weton), maka tidak ada acara mencolek pipi anak-anak dengan bedak.

Selanjutnya, makan bersama dilakukan dengan mengambil nasi beserta lauk pauk dari atas tampah. Selain makan bersama, orang tua yang hadir mengantarkan anaknya biasanya diberi berkat (nasi yang dibungkus dengan daun jati atau pisang setelah dibacakan doa) untuk dibawa pulang dan dimakan di rumah.

Setelah makan bersama, anak-anak diminta untuk mencuci tangan (wijikan) di dalam baskom berisi uang koin dan rendaman daun dadap serep. Saat mencuci tangan, mereka juga berebut uang koin yang telah disediakan. Tujuan dari hal tersebut adalah agar diberikan rezeki yang lancar. Lalu, sebelum pulang mereka disiram air daun dadap serep dengan tujuan agar hidup menjadi damai dan terhindar dari marabahaya.

Makna Filosofis Makanan

Makanan yang di letakkan di atas tampah pada saat Among-among berupa tumpeng nasi putih dengan tujuh macam sayuran tanpa lauk ayam. Masyarakat Kebumen biasa menyebutnya dengan 'Tumpeng Bucu', yaitu tumpeng nasi putih tanpa ayam. Tujuh jenis sayuran tersebut adalah kacang panjang, kangkung, bayam serta sayuran lainnya.

Semua jenis sayuran ini direbus dan dipotong, kecuali kacang panjang. Sayuran ini nantinya akan disajikan dengan urap yang terbuat dari parutan kelapa. Sayuran-sayuran ini juga memiliki arti tumbuh-tumbuhan hijau yang melambangkan kesuburan. Harapannya manusia bisa memperoleh banyak rezeki yang berasal dari alam. Jenis sayuran yang dipilih juga masing-masing memiliki makna dan simbol tersendiri, sebagai contoh kacang panjang sebagai simbol harapan agar si anak panjang umur dan bayam agar hidup sang anak tentram.

Setelah semua siap, sayuran akan diletakkan di pinggir nasi bucu dan ditambahkan dengan lauk berupa urap yang tidak pedas, tahu, tempe, kerupuk serta telor ayam rebus yang dipotong berjumlah ganjil 7, 11, atau 17. Angka ganjil dalam sendiri dipercaya masyarakat Jawa membawa keberuntungan. Misalnya angka 7 (pitu) merupakan harapan agar mendapatkan pertolongan (pitulungan) dari Tuhan. Angka 11 (sewelas) merupakan harapan agar mendapatkan belas kasih (welas asih atau kewelasan) dari Tuhan dan seterusnya. Nasi bucu sendiri akan dihias dengan cabai merah serta bawang goreng yang diletakkan di puncak nasi bucu. Peletakkan cabai merah memiliki harapan agar manusia berpikiran lurus dan tajam, sedangkan makna tunpeng bucu sendiri adalah manusia kokoh dan tegar seperti gunung.

Selain nasi dan sayuran, makanan lain yang ada dalam Among-among adalah jajanan pasar berupa kacang kulit rebus, apem, cenil dan bengkoang yang melambangkan suka cita. Namun jajanan pasar ini tidak wajib ada, fungsinya hanya sebagai pelengkap.

Jadi....

Among-among merupakan salah satu ritual keagamaan yang bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, tradisi ini juga menjadi bagian untuk saling berbagi kepada sesama. Makna yang terkandung dalam tradisi ini juga sangat luhur. Kita diajarkan mengenai bentuk keimanan dengan berdoa sebelum dan sesudah makan. Among-among juga melambangkan kesederhanaan masyarakat desa yang merasa cukup makan dengan lauk pauk seadanya. Hal ini serupa dengan salah satu falsafah Jawa "Mangan ora mangan kumpul" (makan tidak makan kumpul), filosofi ini dilandasi dengan semangat gotong royong yang sangat tinggi yang mengakar di dalam tubuh masyarakat Jawa. Kesederhanaan ini juga menimbulkan rasa kekeluargaan yang sangat kuat.

Dari segi sosial, Among-among mengajarkan adanya rasa kebersamaan tanpa memandang status sosial yang mana terlihat ketika anak-anak duduk bersama secara melingkar. Selain itu, anak-anak juga diajarkan kepedulian antar sesama dengan bersedekah berupa makanan dengan harapan agar memperoleh berkah. Sebagai tradisi atau warisan budaya, kita sebagai anak bangsa wajib menjaga agar tetap lestari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun