Semua jenis sayuran ini direbus dan dipotong, kecuali kacang panjang. Sayuran ini nantinya akan disajikan dengan urap yang terbuat dari parutan kelapa. Sayuran-sayuran ini juga memiliki arti tumbuh-tumbuhan hijau yang melambangkan kesuburan. Harapannya manusia bisa memperoleh banyak rezeki yang berasal dari alam. Jenis sayuran yang dipilih juga masing-masing memiliki makna dan simbol tersendiri, sebagai contoh kacang panjang sebagai simbol harapan agar si anak panjang umur dan bayam agar hidup sang anak tentram.
Setelah semua siap, sayuran akan diletakkan di pinggir nasi bucu dan ditambahkan dengan lauk berupa urap yang tidak pedas, tahu, tempe, kerupuk serta telor ayam rebus yang dipotong berjumlah ganjil 7, 11, atau 17. Angka ganjil dalam sendiri dipercaya masyarakat Jawa membawa keberuntungan. Misalnya angka 7 (pitu) merupakan harapan agar mendapatkan pertolongan (pitulungan) dari Tuhan. Angka 11 (sewelas) merupakan harapan agar mendapatkan belas kasih (welas asih atau kewelasan) dari Tuhan dan seterusnya. Nasi bucu sendiri akan dihias dengan cabai merah serta bawang goreng yang diletakkan di puncak nasi bucu. Peletakkan cabai merah memiliki harapan agar manusia berpikiran lurus dan tajam, sedangkan makna tunpeng bucu sendiri adalah manusia kokoh dan tegar seperti gunung.
Selain nasi dan sayuran, makanan lain yang ada dalam Among-among adalah jajanan pasar berupa kacang kulit rebus, apem, cenil dan bengkoang yang melambangkan suka cita. Namun jajanan pasar ini tidak wajib ada, fungsinya hanya sebagai pelengkap.
Jadi....
Among-among merupakan salah satu ritual keagamaan yang bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, tradisi ini juga menjadi bagian untuk saling berbagi kepada sesama. Makna yang terkandung dalam tradisi ini juga sangat luhur. Kita diajarkan mengenai bentuk keimanan dengan berdoa sebelum dan sesudah makan. Among-among juga melambangkan kesederhanaan masyarakat desa yang merasa cukup makan dengan lauk pauk seadanya. Hal ini serupa dengan salah satu falsafah Jawa "Mangan ora mangan kumpul" (makan tidak makan kumpul), filosofi ini dilandasi dengan semangat gotong royong yang sangat tinggi yang mengakar di dalam tubuh masyarakat Jawa. Kesederhanaan ini juga menimbulkan rasa kekeluargaan yang sangat kuat.
Dari segi sosial, Among-among mengajarkan adanya rasa kebersamaan tanpa memandang status sosial yang mana terlihat ketika anak-anak duduk bersama secara melingkar. Selain itu, anak-anak juga diajarkan kepedulian antar sesama dengan bersedekah berupa makanan dengan harapan agar memperoleh berkah. Sebagai tradisi atau warisan budaya, kita sebagai anak bangsa wajib menjaga agar tetap lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI