Mohon tunggu...
TANJUNG SASKIA MAYSYAROH
TANJUNG SASKIA MAYSYAROH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenang Tokoh Menteri Luar Negeri Indonesia Pertama, Achmad Soebardjo

13 Oktober 2024   21:35 Diperbarui: 15 Oktober 2024   13:22 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: DOMESTIK.co.id

Nasionalisme merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, tidak hanya sebagai wujud cinta tanah air, namun juga sebagai suatu kehormatan dan komitmen yang harus terus dipelihara. Salah satu pahlawan nasionalisme Indonesia, yang sangat jarang disorot, namun beliau sangat berperan penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Pahlawan tersebut adalah Achmad Soebardjo, nama yang lumayan asing namun pahawan satu ini memiliki banyak ciri khas dan keunikan yang mencolok.

Achmad Soebardjo atau nama panjangnya Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, pada tanggal 23 Maret 1896. Kedua orang tua Achmad Soebardjo, Teuku Muhammad Yusuf dan Wardinah. Ayahnya merupakan keturunan Aceh sedangkan Ibunya keturunan Jawa-Bugis. Achmad Soebardjo memiliki tiga saudara yang bernama Siti Chadijah, Siti Alimah, dan Abdurakhman. Istri Achmad Soebardjo bernama Raden Ayu Pudji Astuti. Mereka dikaruniai tiga orang anak bernama Rohadi Soebardjo, Nurwati Dewi Sri Budiarti, dan Pudjiwati Insia.

Achmad Soebardjo menempuh pendidikan sarjananya di Universitas Leiden, Belanda dengan mengambil pendidikan hukum. Kala itu, Achmad Soebardjo memiliki hak dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah Belanda, dikarenakan Ayahnya memiliki jabatan sebagai pemerintah kolonial. Kata singkatan Mr. yang tersemat di awal nama Achmad Soebardjo merupakan sebuah gelar yang diberikan selama menempuh pendidikan hukum di Belanda yaitu "Meester in de Rechten". Selama menjadi seorang Mahasiswa Achmad Soebardjo merupakan mahasiswa yang sangat aktif tidak hanya di akademik namun juga terjun langsung di berbagai organisasi. Beliau mengikuti organisasi kepemudaan Jong Java, Persatuan Mahasiswa di Belanda, Tri koro dharmo, dan Perhimpunan Indonesia saat berkuliah di Belanda. Dari keaktifan dan kontribusinya Achmad Soebardjo mendapatkan berbagai jabatan yaitu Menteri Luar Negeri Pertama Indonesia, Direktur Akademi Dinas Luar Negeri, dan Duta Besar Indonesia di Switzerland pada tahun 1957-1961.

Setelah kembali ke Indonesia, Achmad Soebardjo tidak melihat adanya kegiatan politik yang ada di Indonesia karena banyaknya pemimpin Indonesia yang diasingkan. Tidak tinggal diam Achmad Soebardjo langsung memulai garis start politiknya di Jepang. Sejak saat itu Achmad Soebardjo dipercayai sebagai salah satu angkatan laut Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Maeda. Di Jepang Achmad Soebardjo mendapatkan respon yang positif dan menambah kedekatan terhadap beberapa penduduk Jepang pada masa itu. 

Kecerdikan dan kemampuannya selama berkuliah di hukum serta responnya terhadap gerakan politik, membuat Achmad Soebardjo sebagai individu yang berwawasan luas dan memang patut dan kontribusi pergerakan Kemerdekaan Republik Indonesia. Tepat pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 08.00 Achmad Soebardjo menerima laporan dari sekretarisnya bahwasanya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta diculik oleh golongan muda dan diasingkan di Rengasdengklok. Penculikan ini dilakukan agar Ir. Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. 

Achmad Soebardjo setuju untuk memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta. Beliau berusaha meyakinkan golongan muda untuk tidak terburu-buru dalam memproklamasikan Kemerdekaan. Bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00, Achmad Soebardjo memberikan sebuah jaminan yaitu nyawanya sendiri demi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. 

Dengan keyakinan jaminan tersebut akhirnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dilepaskan. Setelah kembali Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Achmad Soebardjo serta rombongan Rengasdengklok lainnya berkumpul di rumah Laksamana Maeda untuk menyusun Proklamasi Kemerdekaan dan melakukan persetujuan bahwasanya proklamasi tetap dikumandangkan tanpa adanya persetujuan Jepang. 

Achmad Soebardjo wafat pada tanggal 15 Desember 1978 di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, saat usianya masih 82 tahun. Penyebab meninggalnya Achmad Soebardjo yaitu sakit flu yang kemudian mengalami komplikasi. Almarhum dimakamkan di daerah Cipayung Bogor. Sejak saat itu Pemerintah mengangkat Almarhum Achmad Soebardjo sebagai Pahlawan Nasional Bangsa Indonesia. 

Sejarah dan perjuangan panjang yang dilakukan Achmad Soebardjo jarang diketahui dan diungkapkan peranannya. Terlebih lagi dalam perjuangannya mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan. 

Achmad Soebardjo memang merupakan salah satu tokoh tua dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau patut dijuluki sebagai pahlawan nasional dan tokoh penting pergerakan nasionalisme di Indonesia. Setiap pergerakan yang dilakukan selalu input dalam penangkapan maupun pengasingan, jiwa semangat besar dan keaktifannya dalam berbagai pengalaman organisasi lah yang membuat keunikan tersendiri oleh sosok Achmad Soebardjo. 

Terwujudnya Kemerdekaan Indonesia tentunya tidak hanya berkaitan dengan Achmad Soebardjo namun segala perjuangan dari tokoh-tokoh kebangsaan yang lain juga. Untuk itu marilah kita sebagai generasi muda, lawanlah berbagai tantangan dan urgensi nasionalisme. Jangan biarkan perjuangan semua tokoh-tokoh hebat tersebut sia-sia. 

Tugas kita tidak hanya menikmati kesenangan sementara dari jejak kemerdekaan, namun segala ancaman kapan saja bisa datang, sehingga kita perlu bergandengan tangan untuk terus berkomitmen memelihara dan memunculkan pikiran-pikiran matang lainnya. Terlebih lagi di bulan November kita masyarakat Indonesia akan menyambut datangnya Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada tanggal 10 November 2024. Mari kita semarakkan dan kita renungkan peran penting kita sebagai generasi muda penerus bangsa. 

Kita sebagai generasi muda diibaratkan sebagai panah-panah yang tajam dan kita harus selalu memperjuangkan Indonesia sampai mampu menembus papan tujuan itu. Pelajaran  yang kita ambil  di masa lalu akan membentuk kita dimasa depan. Berbagai pengalaman di masa lalu akan berpengaruh besar nantinya. Masa ketidakpastian generasi muda adalah ruang untuk kita berkembang. 

Semakin ruang gerak kita sempit semakin mengasah otak dan imajinasi untuk berpikir kreatif dan inovatif untuk mengatasi berbagai masalah-masalah kedepannya sesuai dengan perjuangan-perjuangan tokoh-tokoh hebat terdahulu. 

DAFTAR PUSTAKA:

Ghazali, Zulfikar dkk. 1998. Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan Prawoto  Mangkusasmito, Wilopo, Ahmad Subardjo. Jakarta : Depdikbud.

Subardjo, Ahmad. 1972. Lahirnya Republik Indonesia,  Suatu Tinjauan dan Kisah    Pengalaman. Jakarta : PT. Kinta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai   Pustaka. Iwa Kusuma Sumantri.1965.Sejarah Revolusi Indonesia: Masa Revolusi     Bersenjata. Jakarta: Grafica. Muhammad Hatta, 2010. 

Achmad Notosoetarjo. 1962. Kepribadian Revolusi Bangsa Indonesia. Jakarta: Endang      Pemuda. Adam Malik. 1978. Mengabdi Republik Jilid I (angkatan 45). Jakarta:   Gunung Agung.

Wirasoeminta, Sanusi. 1995. Rengasdengklok, Tentara PETA & Proklamasi 17 Agustus     1945. Yogyakarta :  Pustaka Nusatama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun