Pada masa pendudukan Jepang, bala tentara Dai Nippon ingin menjadikan gereja ini tempat abu tentara yang gugur. Setelah Indonesia merdeka, Portugeesche Buitenkerk berganti nama menjadi Gereja Portugis.Â
Sebagai peralihan kekuasaan pemerintahan, Pemerintahan Belanda memberikan kepercayaan pengelolaan aset peninggalannya kepada Gereja-gereja Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI pada bagian barat Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB).
 Maka, pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis, diputuskan untuk bernama GPIB Jemaat Sion dan masyarakat kini mengenal bangunan itu dengan Gereja Sion.Â
Sion berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina berbahasa Ibrani dan merupakan lambang keselamatan pada bangsa Israel kuno. Pada 1984, halaman gereja menyempit karena harus mengalah pada kepentingan pelebaran jalan. Usianya sudah 300 tahun lebih, tetapi Gereja Sion masih kokoh berdiri.Â
Bangunan ini telah terbukti tahun guncangan gempa yang berkali-kali mengguncang Batavia. Rahasia kekuatan bangunan gereja Sion terletak pada pondasinya. Gereja tua ini ditopang 10.000 kayu dolken bulat sebagai pondasi bangunannya.
GEREJA SION SEBAGAI CAGAR BUDAYA
Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 : "Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan." Berdasarkan Undang-Undang bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan atau yang biasa disebut dengan bersifat tangible.Â
Artinya bahwa warisan budaya yang masuk ke dalam kategori Cagar Budaya adalah warisan budaya yang berwujud konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan dimensi yang nyata. Contohnya batu prasasti, candi, nisan makan, dll. Warisan budaya yang bersifat intangible seperti bahasa, tarian dan sebagainya tidak termasuk pada kategori Cagar Budaya. Â
Cagar budaya memiliki golongan kelas; Bangunan cagar budaya kelas A adalah bangunan yang harus dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Kelas B adalah bangunan cagar budaya yang dapat diputar dengan cara restorasi, kelas C dapat diubah dengan tetap mempertahankan tampak bangunan utama. Â
Sedangkan kelas D dapat dibongkar dan dibangun seperti semula, karena kondisinya membahayakan penghuni dan lingkungan sekitarnya. Gereja Sion sendiri sekarang masuk ke dalam cagar budaya kelas A yaitu bangunan bersejarah yang dipertahankan keasliannya dikarenakan mengandung nilai sejarah.Â
Bangunan dan isi di dalamnya pun dijaga dan dirawat hingga masih dapat digunakan sampai saat ini.  Bangunan ini dapat dikunjungi dan dijadikan tujuan wisata religi  secara terbuka untuk umum.