PS: pengalaman temen, ada dosen perempuan dia, yang pas ngajar ngga pake BH 🤣🤣🤣 jadi bikin salah fokusss.Â
4. Kuliahnya cuma 3 tahun
Kalau di Indonesia, pada umumnya minimal kuliah adalah 4 tahun. Tapi kalau di Jerman bisa dibilang cukup bervariasi (6-8 semester). Tergantung dari jurusannya dan jenis kampusnya, tapi di kebanyakan jurusan minimal kuliahnya itu 3 tahun. Hal ini sebenarnya cukup masuk akal, karena di Jerman mahasiswa itu hanya fokus dengan jurusannya. Jadi kami ngga perlu belajar agama (anyway disini banyak orang yang atheis), PPKN, sejarah, bahasa dll. Lalu kalau di Indonesia, mahasiswa dituntut untuk aktiv organisasi. Kalau di Jerman bisa dibilang sepi organisasi. Ikut organisasi itu bukanlah sebuah keharusan karena tidak menambah kredit, tapi lebih untuk mengisi CV.
Hal ini sebenarnya cukup mengakomodir mahasiswa asing yang harus Studkoll dulu selama 1 tahun sebelum kuliah.  Jadi in the end waktu kuliahnya sama kaya di Indonesia yaitu 4 tahun kalau lulus tepat waktu.
5. Kuliahnya molor
Kalau di Indonesia, kebanyakan mahasiswanya itu lulus tepat waktu (feeling saya 😄😄). Kalau ada yang molor pun, mungkin jumlahnya tidak terlalu banyak (semoga begitu 😄). Mungkin sehabis baca nomor 4, kita bakal mikir, wah mahasiswa di Jerman harusnya lulus tepat waktu juga donk karena sistem kuliahnya lebih efektif dan efisien. Tapi lucunya, di Jerman situasinya malah terbalik. Berdasarkan data dari statisca.com, angka kelulusan tepat waktu S1 di univeristas hanya 38% dan di Fachhochschule 79%. Angka di Fachhochschule bisa lebih tinggi karena sekolahnya lebih "mudah", lebih banyak praktek ketimbang teori dan pihak kampus (bisa dibilang) lebih memonitor mahasiswanya.Â
Molornya kuliah di Jerman pun bervariasi, bisa 1 sampai bahkan bertahun-tahun.
- Selain berkuliah, orang Jerman biasanya juga sambil kerja part time. Kalau di Indonesia, saat masih kuliah mayoritas dari kita ya sehari-hari isinya hanya untuk kuliah. Mungkin ada beberapa yang bekerja part time, tapi saya rasa tidak banyak. Kalau di Jerman kerja part time itu adalah hal yang wajar. Karena disini gajinya juga lumayan menjanjikan (10€/jam). Alasan mengapa mahasiswa bekerja pun ada macam-macam: bisa jadi hanya sekedar menambah uang jajan atau untuk menopang biaya hidup karena mungkin orang tua kurang mampu, dll.Â
- "Libur" kuliah atau cuti kuliah atau Urlaubsemester. Saat mahasiswa mengambil Urlaubsemester, tandanya mereka sudah tahu bahwa di semester itu mereka tidak akan aktif berkuliah dikarenakan alasan tertentu. Oleh karena itu mereka tidak perlu membayar semester fee secara full. Jadi mereka membayar uang semesteran cuma untuk mempertahankan status studentnya. Dan mereka juga sebaiknya mengambil Urlaubsemester, biar ngga dikira malas-malasan.
- Tidak jarang mahasiswa cuti kuliah dengan alasan untuk berlibur. Bisa dibilang orang Jerman itu sangat menikmati hidup dan mereka itu experience oriented. Misal nih kalau kita pergi liburan, mungkin yang penting buat kita cuma foto aja sama landmark di kota atau negara tersebut. Tapi beda cerita kalau buat orang Jerman. Buat mereka, bukan berapa banyak foto atau tempat yang dikunjungi, yang penting, melainkan bagaimana experience selama disana. Makanya orang Jerman kalau liburan itu lama banget. Dan ini juga ada hubungannya dengan point di atas, banyak mahasiswa yang kerja part time untuk persiapan dana liburan mereka.
- Urlaubsemester karena magang atau volunteer. Kalau di Indonesia kita bisa magang kapanpun selama kita bisa dapat tempat magangnya (baik berbayar/tidak). Kalau di Jerman agak berbeda ceritanya, karena magang atau Praktikum itu identik sebagai job untuk mahasiswa yang terdaftar di kampus. Hal ini ada kaitannya dengan kenyataan bahwa mahasiswa itu tidak perlu bayar pajak penghasilan. Oleh karena itu jika perusahaan membuat iklan lowongan magang (berbayar), mereka akan cenderung menghindari orang yang sudah lulus. Makanya sangat penting untuk melakukan Praktikum di tengah-tengah kuliah.
6. Berguguran satu persatu
Seperti point-point di atas. Di Indonesia, kalau orang sudah kuliah, ya biasanya akan dilanjutkan hingga selesai. Walaupun ada juga beberapa yang harus berhenti di tengah jalan karena alasan tertentu. Berdasarkan detik.com, angka putus kuliah di Indonesia berada di 7%. Sedangkan angka putus kuliah di Jerman berdasarkan wikipedia mencapai 33% di tahun 2014. Angka yang cukup fantastis ya.Â
Kalau opini saya pribadi, buat orang Indonesia kuliah itu bagaikan pattern kehidupan (walaupun belum semua orang memiliki kesempatan untuk berkuliah). Tapi kalau bisa kuliah, ya pasti kuliah lah sehabis lulus SMA. Kalau ngga kuliah kita mau ngapain? Apakah kita sudah siap memilih jalan untuk tidak kuliah? Apa nanti kata orang tua, keluarga besar, teman dan masyarakat? Apakah nanti kita bisa langsung dapat kerjaan? Siapa yang bayarin biaya bulanan? Dari kegaluan-kegalauan itu lah bisa tercermin kenapa orang Indonesia kebanyak memilih kuliah selama mampu.
Kalau orang Jerman, mereka adalah individu yang relativ lebih cuek dan suka mengejar atau pursue passion mereka. Menurut saya, hal ini bisa terjadi karena sistem pemerintahan di Jerman sudah sangat bagus dan tentu saja keuangan pemerintah yang kuat. Sebagai warga negara Jerman, orang tidak perlu khawatir lagi dengan kehidupan mereka (ada asuransi, ada bantuan dari pemerintah). Jadi kalau mereka menganggap kuliah sudah tidak worth it lagi, ya ngapain harus dijalani? Disini banyak opsi lain yang bisa dilakukan, misalnya Ausbildung atau mencari kerja. Makanya ngga heran kalau dari satu semester ke semester berikutnya, jumlah mahasiswa di berbagai jurusan itu pasti selalu berkurang.Â