Mohon tunggu...
Tania Widyastuti
Tania Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi di Jerman

Saya orang yang suka menulis, tapi malas membaca. Ironis ya kehidupan. Tapi semoga dengan banyak menulis membuat saya semakin termotivasi untuk membaca 😊. Hobi saya adalah berpikir dan shopping hehe. Lalu saya memiliki interest untuk semua tema dan topik pembicaraan karena saya suka belajar sesuatu yang baru, apalagi yang belum pernah saya ketahui sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perbedaan Sistem Cuti Kerja di Indonesia dan Jerman

4 Juli 2021   06:02 Diperbarui: 8 Juli 2021   16:22 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Freepik)

Setelah melihat kedua sistem cuti di atas, bisa dibilang lebih enak menjadi karyawan di Jerman, ya. Jatah cuti tahunan dan cuti sakit bisa dibilang sangat memadahi. Bahkan jika sakitnya kurang dari 3 hari, beberapa perusahaan tidak mengharuskan untuk memberikan surat keterangan dokter. Jadi kalau misal ada karyawan yang masuk angin, mereka hanya perlu memberikan kabar ke atasan dan otomatis gaji tidak akan terpotong.

Ini belum lagi bahas tentang cuti hamil dan cuti parenting yang kalau di total-total bisa 3 tahun di Jerman. Di satu sisi, pemerintah Jerman terlihat inging memberikan kesejahteraan yang maksimal bagi rakyatannya. Namun di sisi lain, ada sifat dasar manusia yang suka mengexploitasi dan memanfaatkan keadaan untuk menguntungkan diri sendiri.

Dari pengalaman pribadi penulis yang bekerja part time di Jerman, peraturan-peraturan ini bisa dibilang memiliki potensi untuk merugikan pihak tertentu dan menguntungkan pihak lainnya. 

Mengapa bisa begitu?

Karena orang jadi mudah sekali untuk bolos "sakit", padahal sebenarnya itu hanya alasan aja untuk memulai lebih awal weekend mereka. Karena di Jerman, kamu tidak harus bener-bener tepar, yang sampe tidak bisa berdiri dari kasur, untuk bisa dianggap sakit kalau dalam hal bekerja. Kamu pegel-pegel aja itu sudah jadi alasan yang cukup untuk bisa ijin sakit. Dari sini, terkesan kalau perusahaan adalah pihak yang paling dirugikan ya. Kalau bisa dibilang, sebenarnya sih perusahaannya itu bodo amat. 

Mereka itu punya dananya kok. Kalau itu emang sebegitu merugikan, mungkin mereka lebih milih tutup aja dari pada rugi. Kalau masih jalan sampai detik ini, berarti perusahaan masih untung kan, meskipun harus mengakomodir karyawan-karyawan yang kaya gitu. 

Jadi, pada akhirnya yang jadi korban adalah orang-orang yang kerja di hari itu. Karena kekurangan orang, bisa dibilang yang dateng kerja hari itu harus lembur supaya kerjaan selesai. Emang sih kalau lembur itu tetep digaji lebih, tapi kan lebih enak jadi yang "sakit", tinggal leyeh-leyeh di rumah, tapi juga tetep digaji. Bisa dibilang ini kaya orang nyolong tapi tidak bisa dihukum.

Dari sini penulis belajar sih. Mungkin orang-orang yang suka bolos itu, tidak akan kena sanksi tertulis atau pidana. Tapi jelas sanksi sosial ngga akan terlewatkan. Kalau mereka suka egois, rekan kerja pasti akan kehilangan respek.

Source:
Linovhr
Test.de
Tk.de
Aok.de
Igmetall.de

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun