Mohon tunggu...
Tania Salim
Tania Salim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Penguasa Sejati

24 Maret 2024   12:20 Diperbarui: 24 Maret 2024   13:14 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Selamat tahun baru!"

     Seraut wajah manis muncul dengan tiba-tiba di hadapanku. Refleks ku mundur beberapa langkah ke belakang. Kirain ada serangan pagi. Jantungku hampir copot dibuatnya. Maklum saja, usiaku sudah lewat setengah abad, hahaha.

     "Selamat tahun baru! Semoga sepanjang tahun baru ini diberkahi kebahagiaan," jawabku dengan senyuman terindah yang bisa kuberikan biarpun sebagian besar wajahku tertutup oleh masker yang kupakai setiap saat sejak operasi bedah plastik yang terpaksa kujalani karena penyakit kanker yang menerpa diriku beberapa tahun lalu telah bermetastasis ke bibir bagian bawah dan hanya bisa diatasi dengan pembedahan tersebut. Jadi siapa bilang bahwa operasi bedah plastik hanya untuk mempercantik diri?

     Dalam kasusku ini, malah sebaliknya, bukannya semakin cantik tetapi semakin aneh wajahku karena bentuk bibirku jadi tidak karuan.

     Namun aku harus bersyukur karena dengan dilakukannya operasi ini aku bisa sembuh dari penyakit kanker tersebut. Untuk tampil seutuhnya di depan publik mungkin masih diperlukan sedikit waktu untuk penyesuaian diri.

     Ternyata si penyerang adalah kolegaku, Melani, yang memang suka membuat kejutan di hari istimewa.

     Setiap tahun dia membagikan sebungkus biskuit keberuntungan yang berisikan sepotong biskuit dengan secarik kertas kecil di dalam lipatannya.

     Kubaca tulisan yang tertera di kertas tersebut, "Kamu adalah penguasa di setiap situasi dan kondisi."

     Benarkah demikian? Bagaimana menurut para pembaca tersayang?

     Mohon izin untuk memberikan pendapatku tentang hal ini.

     Menurutku pernyataan tersebut ada benarnya, tetapi dalam setiap hal tetap ada pengecualian. Demikian juga dengan pernyataan yang satu ini.

     Sebagai penderita kanker nasofaring beberapa tahun yang lalu, apakah aku menjadi penguasa dalam sikon seperti ini?

     Mari kita kaji bersama biar lebih seru, oke?

     Dalam hal memutuskan pengobatan apa yang harus kujalani saja, masih banyak yang harus kupertimbangkan, misalnya jenis pengobatan yang terbaik bagiku berdasarkan kemampuan finansial, pekerjaan, kondisi jasmani dan batin, dan sebagainya.

     Tetapi sebagai manusia, keputusan akhir tetap di tangan kita sendiri, dan kita harus siap menerima konsekuensi dari keputusan yang kita ambil.

     Siapa yang tidak punya masalah dalam hidupnya? Coba angkat tangannya.

     Jujur saja kita akui bahwa tiada manusia yang bebas dari masalah. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapi masalah tersebut dengan bijak.

     Pertama kita mencoba mencari cara untuk menyelesaikannya. Kalau faktor penyelesaiannya masih di tangan kita, tentu ini bukan lah masalah sulit karena bisa kita selesaikan dengan segera.

     Tetapi bila faktor penyelesaiannya berada di luar kendali kita, maka kita hanya bisa berusaha yang terbaik untuk menyelesaikannya tanpa merugikan pihak lain.

     Untuk itu dibutuhkan penguasaan diri yang baik. Ingatlah bahwa penguasa sejati bukanlah orang yang mampu menguasai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang. Seorang penguasa sejati adalah orang yang mampu menguasai dirinya sendiri.

     Sebagai contoh kasus, masalah penyakit yang kuhadapi saat ini. Bagaimana caraku menguasai diriku sendiri agar bisa menahan terjangannya?

     Kucoba untuk menerima kenyataan bahwa kematian lah satu-satunya hal yang pasti dalam hidup ini. Semua makhluk hidup pasti harus menelusuri jalan menuju kematian, hanya berbeda dalam cara meninggalkan dunia ini dan kapan waktunya tiba.

     Pikiran kita yang suka melantur ke sana kemari dan berpikir yang tidak-tidak yang menyebabkan kita sulit menerima kenyataan ini, maka pikiranlah hal pertama yang harus kita kuasai.

     Dan untuk menguasai pikiran kita perlu melatih kesadaran agar pikiran kita bisa tenang dan dalam keadaan sadar untuk menerima kenyataan yang kita hadapi. Latih lah kesadaran untuk hidup saat ini, bukan sibuk memikirkan masa lalu atau masa depan yang tidak pasti. Mengapa?

     Karena semua itu tidak ada gunanya. Lebih baik kita menggunakan waktu kita yang masih tersisa untuk berbuat kebaikan yang merupakan hal yang berguna, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi pihak lain. Kebaikan yang dilakukan dengan tulus akan berbuah kebahagiaan. Pikiran akan menjadi tenang dan damai.

     Nikmati proses pembelajaran hidup ini dengan semangat baru. Pelan tapi pasti kita akan menjadi orang yang penuh cinta kasih dan semakin mampu menguasai pikiran kita ke arah yang  lebih baik.

     Semoga kita bisa menjadi penguasa sejati.

     Ayo semangat semuanya. Kita bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun