Mohon tunggu...
Tania Adila
Tania Adila Mohon Tunggu... Model - 1999

jurnalis. reporter investigasi wannabe haha aamiin smoga ygy >>>

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lamar Magang ke Perusahaan Peternakan, Eh Malah Jadi Ayamnya!

29 Desember 2022   21:19 Diperbarui: 29 Desember 2022   21:30 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah real saya seorang sarjana peternakan yang menjadi binatang seharian di perusahaan ayam lokal. Saya merupakan sarjana dari kampus pertanian nomor 1 di Indonesia. Kali ini akan mengisahkan pengalaman saya seharian terjun di bisnis gelap peternakan ayam menjelang akhir tahun 2022. 

Perusahaan X membuka lowongan kerja untuk aktivitas magang. Mengapa saya tertarik? Program magang ini berembel-embel mencari peminat agribisnis yang akan dibantu permodalan (secara keilmuan, dana, dll) oleh perusahaan. 

Singkat cerita, sebelum terjun ke lapangan, saya sebagai salah satu kandidat terpilih diberi semacam tes untuk mengukur tingkat IQ dan setelahnya kami masih mendapat arahan dari owner mengenai kegiatan magang dan terkait kelanjutannya. 

Di sini, sang owner (kita sebut Mr. X) mulai memberi gambaran tentang agribisnis negara yang menuju kehancuran dan darurat lahan yang segera butuh aksi pertolongan. 

Dengan gairah dan emosi yang diekspresikan melalui gerak tubuhnya, Mr. X menceritakan kekecewannya pada para karyawannya yang kebanyakan adalah sarjana yang tidak layak kerja. 

"Sarjana sekarang kebanyakan ngeluh, sambat terus, tidak mandiri. Setelah lulus, bekerja diluar kampus, mereka tidak bisa apa-apa. Skill mereka ga punya. Pak, Bu, kami tidak butuh sarjana. Kami butuh orang-orang yang mau bekerja, mau berusaha," saya masih inget itu yang dia ucapkan sambil mondar-mandir dengan gaya bicara seperti Ahok. 

Mendengarkan 2 jam pembinaan dari Mr. X, sebenarnya saya banyak setuju dengannya. Memang itulah fenomena yang saya amati dan sungguh terjadi di sekitaran kita. 

Bagaimana orang muda lebih senang membahas keluhan, kekurangan, keterbatasan dan mimpi-mimpi yang delusional. Dibandingkan untuk mendiskusikan rancangan, ide-ide, inovasi, gerakan, dan dobrakan untuk membangun sesuatu yang potensial.

Sesi pembinaan juga menyinggung soal jejak karir kami di perusahaan. Jika selama magang performa kami baik, kami djanjikan naik di level junior. Diatas junior ada level senior, dan diatasnya lagi ada level manager yang menjadi puncak pencapaian para karyawan.

Namun tidak berhenti disitu, Mr. X juga menjanjikan seorang manager yang bisa menjadi farm developer yang memiliki peran kurang lebih seperti mitra. 

Dalam ruangan 3 x 3 meter yang penuh akan jurnal harian sang owner, saya dan rekan terpilih (anak akuntan) dibuat yakin oleh janji jenjang karir dengan titel yang kebarat-baratan. Saya akui Mr. X memiliki kemampuan bicara yang meng-influence. 

Penekanan pada kata-kata yang krusial, dipadukan dengan luapan emosi yang ditunjukkan. Saya katakan ia merupakan pengadukan sempurna antara Rocky Gerung dan Ahok yang sedang dalam kondisi kecewa. 

www.vectorstock.com
www.vectorstock.com

Orasinya saat itu sungguh menggugah tekad. Rasa-rasanya INGIN SEKALI MENUNJUKKAN bahwa kami datang kesini dengan niat sungguh-sungguh. Ada rasa INGIN SEKALI MENUNJUKKAN bahwa kami sarjana siap pakai. Ada rasa INGIN SEKALI MENUNJUKKAN bahwa kami bukan sarjana lumpuh seperti yang dia katakan. Serta ada rasa INGIN SEKALI-INGIN SEKALI lainnya yang purpose-nya MENUNJUKKAN, inilah kami bukan sarjana zonk. 

Dan..mari kita mulai kisahnya...

Dari kantor pasca mendengar pidato singkat Mr.X, kami bergegas menuju farm yang berada di daerah pegunungan. Wah, saya kaget sekali! Perjalanan kami akan dilakukan diatas mobil losbak berkerangkeng yang diselimuti terpal. 

Tapi setelah orasinya tadi pagi, saya hanya menyimpan ke-kaget-an saya dalam hati. Karena apa? Karena INGIN MENUNJUKKAN bahwa saya tahan banting, saya anti keluh-kesah seperti yang banyak disinggung Mr.X sebelumnya. 

rule nomor 1: patuh pada aturan keamanan adalah bentuk kemanjaan

www.olx.co.id
www.olx.co.id
Oke, saya mulai paham. Pemberian terpal diatas jeruji bukan untuk melindungi penumpang didalamnya dari panas atau kemungkinan turun hujan. Tapi lebih untuk menghindari tilang akibat pelanggaran hukum membawa orang di mobil terbuka melalui jalan tol.

Kamu bisa bayangkan, kami terus disitu selama 3 jam perjalanan, dengan 2 jam perjalan di area pegunungan yang sempit, terjal, dan berkelok-kelok. Lebih parah lagi, mobil dibawa dengan kecepatan ekstrim, ada atau tiada polisi tidur pun pickup akan melaju dengan gagah berani.

Rekan saya tumbang, ia muntah di kantong plastik tempat menaruh boots-nya. Saya mulai beradaptasi, dan mengganti posisi duduk hingga akhirnya saya menemukan cara untuk menahan luapan (makanan) dari dalam perut. 

Di jalan, saya terus berharap pada Tuhan agar ini bukan perjalanan terakhir saya dan terus memohon ampun atas dosa-dosa di masa lampau. Beneran deh, saking hopeless-nya! 

Akhirnya kami sampai juga di lahan berukuran 1 hektar. Kami (saya dan rekan) diajak berkeliling melihat kandang ayam, rumah potong (RPA), dan kandang domba. Lantai RPA becek menggenang air dengan hiasan darah di tembok. 

Ruang penyimpanan ayam potong berantakan, penuh akan debu di sisi lantai. Keluar kandang masih dipenuhi plastik kemasan. Untuk domba, jangan tanya. Jumlahnya kurang dari 5 ekor, mungkin pekerja disini mengagumi suara domba dan tidak bermaksud ambil keuntungan dari dagingnya atau bulunya. Atau sudah terlalu cape mengurusi ayam? Entahlah...

"Peternakan disini lahannya cuma 1 hektar ya?", saya bertanya dengan harapan ada areal lain yang belum kami kunjungi. Lantas Mr. X menjawab dengan sensi seolah saya habis melontarkan fitnah. "Orang itu selalu berpikir untuk punya lahan seluas-luasnya. Sekarang, untuk apa lahan yang luas sampai puluhan ribuan hektar jika manajemennya kacau". 

Dahi saya mengerut. Pikir saya, lho jika logika berpikirnya seperti itu lantas mengapa di lahan yang sempit ini kerapihan tidak terjaga? Bagaimana bisa di lahan yang hanya seluas satu hektar ini luput dari kebersihan dan malah ramah akan sampah? Lalu bagaimana bisa sanitasi tidak terjadi di tempat yang katanya manajemennya terjangkau? Bukankah semakin kecil wilayah semakin mudah kontrol dilakukan? Oh well....

Selanjutnya kami dipersilahkan makan siang di mess. Siiinggg...bau pesing kucing menerobos masuk ke lubang hidung sebelum kaki yang lebih dulu memijak lantai mess. 

Saya mewanti-wanti pada Tuhan: Ini jangan sampai jadi tempat bermalam kami selama proses magang. Naas memang, sepanjang mata berkelana, memang inilah tempat satu-satunya yang paling memungkinkan. Sisanya adalah gazebo terbuka di tengah sawah dan lainnya adalah gubung reot yang sudah diisi para pekerja dari golongan bapack-bapack. 

dokpri 
dokpri 

Saya pun segera melaksanakan ibadah siang diatas kayu panggung yang koyak naik-turun tiap ada kaki melintas. Acara disusul dengan makan siang menggunakan piring basah dan hidangan lauk yang sudah tersedia diatas panci gosong, ditemani 2 kucing yang bebas naik turun keatas meja pinus yang penuh noda. 

Beres makan, kami diajak melihat kandang ayam dan rumah pemotongannya. Kandang ayam biasa saja, tidak ada yang begitu mengejutkan. Lalu masuklah kami berdua ke RPA. Sepatu kami langsung disapa genangan air setinggi 1 cm yang bercampur dengan darah ayam. 

Ada 4 orang seusia saya yang sedang membersihkan organ ayam untuk dikemas. Selang dan baskom penuh air berisi jeroan mendominasi ruangan ini. Kurang dari 2 meter, ada ruang penyimpanan ayam yang sudah dipotong dan siap masuk freezer. Saya yakin lantai di ruang ini tidak disapu untuk waktu yang lama, mungkin 2 bulan. Dan lebih kaget lagi saya saat menengok persis di sebelah kulkas. 

Terdapat ruang tanpa pintu penuh debu, karung, dan sampah plastik seluas 4 x 4 m2 tempat seorang "manager" melakukan pencatatan dan pengelolaan farm. 

Saya tidak habis pikir, ternyata puncak karir yang dijanjikan diawal pemaparan akan banyak bergulat di tempat yang bau dan sumpek ini. Untuk apa? untuk memikirkan keberlangsungan usaha ternak, sekaligus mem-back-up kerja anak kandang yang tercecer. Multitasking, bukan?

Setelah berkeliling, kami kembali ke mess untuk sesi pembinaan lanjutan. Kali ini kami dikumpulkan bersama para member farm yang sudah setahun lebih bekerja disini. Kebetulan saat itu menjelang senja dan pekerjaan mereka per hari itu sudah selesai. 

Seperti biasa, kami menyaksikan sosok Ahok x Rocky Gerung dalam diri sang owner yang berdiri di depan kita semua. Terkadang Mr. X melemparkan jokes dan saya pun tertawa. Saya pikir itu lelucon yang pantas diapresiasi dengan tawa. Tapi saya tidak sedikit pun melihat pekerja disini terhibur seperti saya. Mereka, bahkan tersenyum pun tidak!

Okee lah..mungkin mereka terlalu lelah untuk tertawa, mengangkat bibir, atau sekedar manggut-manggut. Namun benar-benar deh, selama sesi pemaparan ini tidak ada respon dari mereka sama sekali.

Ya, saya melihat manusia, tetapi tidak jiwa didalamnya. Jiwa yang seharusnya memperlihatkan respon persetujuan ataukah penolakan. Tidak terlihat sama sekali dari diri mereka. 

Saya ingat, sebelum berangkat kesini saya pernah tertawa pada jokes Mr. X. Saat itu, ia memperingatkan bahwa "nanti" saya akan banyak menangis. Saya kurang ngeh apa maksudnya waktu itu. Tapi kemudian saya paham saat melihat para pekerja yang mukanya tertekuk sejak awal dikumpulkan. "Ohh..begitu yaa", saya membatin.

rule nomor 2: tertawa adalah bentuk pembangkangan

Sesi marah-marah, eh maksudnya pembinaan pun selesai tepat dengan kumandang adzan magrib. Kami dipersilahkan beribadah. Mess itu hanya terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan ruang sholat yang juga penghubung ruang tamu dan dapur. Tidak ada satu sudut ruang tanpa noda hitam. Pekerja disini bahkan mengakui pernah terjangkit kutu air dan eksim di tempat ini. 

Karena mess ini cukup sempit untuk menampung kami semua, maka kontrol menjadi mudah dilakukan. Dari pergerakan yang terjadi, saya melihat hanya saya yang melaksanakan ibadah sholat magrib. 

Pekerja kandang bisa saja sholat di kamar, tapi Mr. X saya dengar terus berdiskusi di ruang tamu dan tidak bergeming sampai menuju adzan isya. 

Bagi saya ini paradoks. Saya masih ingat betul bagaimana Mr. X berbicara tentang puasa rutinnya (sunnah) senin-kamis yang sejalan dengan sains di dalam perut. Bagaimana dia begitu vokal mengkampanyekan ritual agama yang selaras dengan kesehatan jasmani. 

Tapi..mengapa oh mengapa..hanya saya yang menggelar sajadah di mess sederhana ini. Ibaratnya, kamu punya peternakan ayam. Lalu kamu ambil bulu ayamnya untuk diolah menjadi keripik. Tapi kamu membuang daging ayamnya. Seperti itulah kira-kira. 

rule nomor 3: apapun yang bisa menekan biaya, lakukan!

Ada perubahan rencana. Untuk seminggu kedepan, saya akan ditempatkan di toko yang ada di kota. Jadi saya ikut pulang lagi bersama Mr. X meninggalkan farm. Saya siapkan mental sebaik-baiknya untuk menjadi penumpang losbak yang budiman. 

And yesss...perjalanan pulang bakalan seru nih! Karena saya ditemani oleh 5 karung basah berisi ayam beku yang sudah dibubuhi es. 

rule nomor 4: sekali mendayung lima enam pulau terlampaui 

www.olx.co.id
www.olx.co.id

Sapuan angin malam yang masuk dari celah terpal, pickup gesit yang menyusuri tiap tikungan pegunungan, rem yang pantang bekerja saat bersua polisi tidur, roda yang melaju cepat di jalan tol, serta rembesan air es yang meleleh dari karung yang menyelinap masuk ke dalam celana. 

Rasanya sulit untuk tidur dalam keadaan seperti itu. Dan imbasnya saya harus merasakan perjalanan 3 jam secara penuh. Jangan tanya deh pergolakan dalam perut. Untung saya sudah belajar mitigasinya tadi pagi. 

Sekitar pukul 10 malam, akhirnya kita sampai di kota dan memutuskan untuk melipir dulu ke sebuah cafe. Mr. X menyebut satu menu makanan dan kami hanya mengikuti pesanan yang serupa. Di meja yang sangat sempit, saya berhadapan dengan Ms. X dan Mr. X. Lalu duduk disamping kiri dan kanan saya adalah para senior. 

Makan malam ini lebih condong seperti sesi interogasi bagi saya. Mereka terus menanyakan perihal rumus pakan murah dan apa yang bisa saya lakukan untuk menekan cost-nya. Semua cemberut dan sekalinya bicara sangat ketus. 

Belum juga mulai bekerja, cara mereka berinteraksi pada saya seperti saya lah pelaku mortalitas (kematian) seribu ekor ayam yang menyebabkan kerugian perusahaan. Saya yang tidak selera makan lantaran perut habis terkocok parah selama perjalanan, semakin sulit menelan bubur yang sudah lembut. 

rule nomor 5: ramah tamah pada member baru adalah tindakan berlebihan

Yah..pokoknya malam itu terasa panjang bagi saya. Selain saya yang dipaksa berpikir solusi di hari pertama, saya pun masih harus menyaksikan pertengkaran internal perusahaan yang tidak berusaha mereka tutup-tutupi di depan saya. 

dokpri 
dokpri 

Pekerja di kota lebih berani dari yang ada di farmland. Menyangkal owner adalah bukan tidak sopan. Maka suara disini lebih berwarna. Debat kusir menjadi lagu yang memengakkan daun telinga. 

Senior ini kepada senior itu, senior ini-itu dengan owner, semua ribut. Satu menginterupsi satu lainnya. Kalau kamu berada di meja seberang, mungkin kamu bakal mengira kami perserikatan ayam lapar (maaf salah tulis) maksudnya paguyuban orang labil. 

"Tempat macam apa sih ini", batin saya sambil terus menyuap nasi yang telah menjadi bubur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun