Mohon tunggu...
Tania Adila
Tania Adila Mohon Tunggu... Model - 1999

jurnalis. reporter investigasi wannabe haha aamiin smoga ygy >>>

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lamar Magang ke Perusahaan Peternakan, Eh Malah Jadi Ayamnya!

29 Desember 2022   21:19 Diperbarui: 29 Desember 2022   21:30 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jalan, saya terus berharap pada Tuhan agar ini bukan perjalanan terakhir saya dan terus memohon ampun atas dosa-dosa di masa lampau. Beneran deh, saking hopeless-nya! 

Akhirnya kami sampai juga di lahan berukuran 1 hektar. Kami (saya dan rekan) diajak berkeliling melihat kandang ayam, rumah potong (RPA), dan kandang domba. Lantai RPA becek menggenang air dengan hiasan darah di tembok. 

Ruang penyimpanan ayam potong berantakan, penuh akan debu di sisi lantai. Keluar kandang masih dipenuhi plastik kemasan. Untuk domba, jangan tanya. Jumlahnya kurang dari 5 ekor, mungkin pekerja disini mengagumi suara domba dan tidak bermaksud ambil keuntungan dari dagingnya atau bulunya. Atau sudah terlalu cape mengurusi ayam? Entahlah...

"Peternakan disini lahannya cuma 1 hektar ya?", saya bertanya dengan harapan ada areal lain yang belum kami kunjungi. Lantas Mr. X menjawab dengan sensi seolah saya habis melontarkan fitnah. "Orang itu selalu berpikir untuk punya lahan seluas-luasnya. Sekarang, untuk apa lahan yang luas sampai puluhan ribuan hektar jika manajemennya kacau". 

Dahi saya mengerut. Pikir saya, lho jika logika berpikirnya seperti itu lantas mengapa di lahan yang sempit ini kerapihan tidak terjaga? Bagaimana bisa di lahan yang hanya seluas satu hektar ini luput dari kebersihan dan malah ramah akan sampah? Lalu bagaimana bisa sanitasi tidak terjadi di tempat yang katanya manajemennya terjangkau? Bukankah semakin kecil wilayah semakin mudah kontrol dilakukan? Oh well....

Selanjutnya kami dipersilahkan makan siang di mess. Siiinggg...bau pesing kucing menerobos masuk ke lubang hidung sebelum kaki yang lebih dulu memijak lantai mess. 

Saya mewanti-wanti pada Tuhan: Ini jangan sampai jadi tempat bermalam kami selama proses magang. Naas memang, sepanjang mata berkelana, memang inilah tempat satu-satunya yang paling memungkinkan. Sisanya adalah gazebo terbuka di tengah sawah dan lainnya adalah gubung reot yang sudah diisi para pekerja dari golongan bapack-bapack. 

dokpri 
dokpri 

Saya pun segera melaksanakan ibadah siang diatas kayu panggung yang koyak naik-turun tiap ada kaki melintas. Acara disusul dengan makan siang menggunakan piring basah dan hidangan lauk yang sudah tersedia diatas panci gosong, ditemani 2 kucing yang bebas naik turun keatas meja pinus yang penuh noda. 

Beres makan, kami diajak melihat kandang ayam dan rumah pemotongannya. Kandang ayam biasa saja, tidak ada yang begitu mengejutkan. Lalu masuklah kami berdua ke RPA. Sepatu kami langsung disapa genangan air setinggi 1 cm yang bercampur dengan darah ayam. 

Ada 4 orang seusia saya yang sedang membersihkan organ ayam untuk dikemas. Selang dan baskom penuh air berisi jeroan mendominasi ruangan ini. Kurang dari 2 meter, ada ruang penyimpanan ayam yang sudah dipotong dan siap masuk freezer. Saya yakin lantai di ruang ini tidak disapu untuk waktu yang lama, mungkin 2 bulan. Dan lebih kaget lagi saya saat menengok persis di sebelah kulkas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun