Mohon tunggu...
intania sahara
intania sahara Mohon Tunggu... Freelancer - Intania Sahara

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sejuta Pesona di Wae Rebo

26 Oktober 2017   13:45 Diperbarui: 29 Oktober 2017   23:07 3282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasih Ibu Sepanjang Masa, nyanyian kami pagi ini

7 Rumah ini sangat unik dan membuat selalu membuat kita terpanah untuk melihatnya, fondasi tiang berbahan kayu, bagian atapnya terbuat dari serabut dan ilalang yang dianyam menambah kehangatan didalam rumah.

Ditengah - tengah halaman terdapat rumah panggung (Compang) berbentuk bulat. Bentuknya serupa dengan Rumah di desa wae rebo pun yang memiliki bentuk melingkar dengan ikatan - ikatan kayu seperti tiga dimensi.

 Bagi masyarakat wae Rebo yang menetap di kampung elok NTT. Rumah bukan sekedar rumah, Rumah adalah bagian dari mereka yang banyak memiliki arti. Yaitu Sebuah kesatuan persatuan yang damai bagi kehidupan.

Penghuni kampung Wae rebo ditinggali oleh penduduk yang sudah lanjut usia dan anak- anak yang belum sekolah. Bagi mereka  keseimbangan dalam hidup sangat penting, segala sendi kehidupan mereka terpola pada satu pusat yakni pola lingkaran terpusat. Pola ini dapat kita lihat di kampung dan halaman rumah wae rebo. Ditengah halaman rumah terdapat tumpukan batu berbentuk bulat yang disebut dengan compang. Compang adalah pusat kehidupan untuk menjaga kampung ini.

Saat ini, usia Desa Wae rebo mencapai 1080 tahun dari 19 generasi, satu rumah diisi oleh 8 kartu keluarga dan jumlah penduduknya hampir 800 orang.

Penduduk di Desa ini sangat menghormati sosok ibu tercermin pada 9 sembilan tiang yang menahan fondasi rumah, artinya selama 9 bulan adalah waktu yang reproduktif untuk melahirkan anak. Ibu adalah guru terbaik. 

Ibu sedang menumbuk kopi
Ibu sedang menumbuk kopi
Menjelang Malam, udara semakin dingin, tapi secangkir Kopi asli flores dan teh dihidangkan dengan khidmat. Jamuan makan malam, nasi jagung, sambal hijau, dan ayam juga disiapkan untuk kami dan pengujung lainnya. Makan malam kala itu membuat kami mengenal  satu sama lain, tidak ada perbedaaan suku, ras dan budaya semua mengalir sederhana.

Ngriung Bareng
Ngriung Bareng
Didalam rumah wae rebo, pengujung dapat membeli oleh - oleh Khas Flores seperti kain etnik , kopi flores, dan aksesori yang unik.

unik dan etnik karya penduduk Wae Rebo
unik dan etnik karya penduduk Wae Rebo
Sebelum beristirahat, kami memutuska untuk mencari udara segar di halaman rumah penduduk.  Taburan  cahaya bintang  kami abadikan dengan potret foto dari mas yudi  dan  koh tria kawan, teman baru yang kami kenal di desa wae rebo. Sang semesta  mengakrabkan kita.

Photo By : Yudi Christiawan
Photo By : Yudi Christiawan
Awal Mula Rumah Wae Rebo DiKenal

Di Pusat Informasi sekaligus tempat persinggahan terakhir yaitu Desa Denge,  saya diberikan waktu untuk  berbincang dengan Pak Blasius Monta. Beliau adalah Warga Flores Asli yang bekerja sebagai Guru SD sekaligus penanggung jawab untuk para penggunjung yang ingin Desa Wae Rebo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun