Mohon tunggu...
Tania Tan
Tania Tan Mohon Tunggu... Mahasiswa - You can if you think you can.

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi Angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampanye Coca-Cola: "Share A Coke" or "Share A Pollution"

29 Maret 2021   18:58 Diperbarui: 29 Maret 2021   19:04 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari ecommerce

Coca-Cola

Siapa yang tidak mengenal brand Coca-Cola? Minuman berkarbonasi ini sudah sangat sering kita jumpai atau bahkan kita konsumsi. Minuman Coca-Cola diproduksi oleh The Coca-Cola Company yang beroprasi di Atlanta, Georgia. Minuman ini dirproduksi setidaknya di 200 negara di dunia. Coca-Cola juga sering disebut dengan Coke oleh sebagian besar orang. Namun istilah coke tersebut tidak dianjurkan oleh company Coca-Cola itu sendiri, alasanya adalah karena terkadang toko atau restaurant akan memberikan brand minuman bersoda yang berbeda bukan Coca-Cola. 

Maka dari itu, mereka menganjurkan untuk menyebut nama brand lengkap ketika memesan minuman bersoda yang tingkat konsumsinya cukup tinggi ini. Coca-Cola mulai memproduksi minuman di Indonesia pada tahun 1927. Dengan profil singkat mengenai Coca-Cola ini kita seharusnya dapat melihat betapa besarnya perusahaan ini khususnya pada kategori minuman bersoda. Pada tahun 2020 kemarin, Coca-Cola melaporkan laba bersih kuartal ketiga sebesar US$ 1,74 miliar atau sekitar Rp 25,4 triliun (dalam kurs Rp 14.600). Angka tersebut membuktikan bahwa Coca-Cola adalah perusahaan minuman dengan tingkat penjualan yang sangat tinggi. Dilansir dari www.cocacola.co.id  sekitar 1,9 miliar porsi minuman telah dikonsumsi oleh konsumen dari 200 lebih negara di dunia.

Strategi Marketing Coca-Cola

Dalam upaya untuk melakukan expansi perusahaan dan meningkatkan pendapatan Coca-Cola Company melakukan teknik pemasaran yang cukup unik dan sempat hype pada awal kemunculanya. Teknik itu adalah dengan memberikan nama-nama seseorang yang diletakan dikemasan Coca-Cola. Strategi ini mereka sebut dengan "Share A Coke" dengan memberikan nama-nama populer seseorang dari berbagai negara pada kemasan Coca-Cola. 

Di Indonesia Coca-Cola Company memberikan 70 nama populer Indonesia. Dilansir dari money.kompas.com Communication Manager Indonesia Andrew Hallatu menyebutkan, kekuatan sebuah nama diharapkan bisa menginspirasi seseorang untuk kembali mengingat orang-orang terdekat yang mungkin sudah lama terlupakan atau bahkan membuka pertemanan yang baru. 70 nama tersebut diantaranya adalah Ari, Ayu, Tika, Aulia, Dwi, Agus, Lestari, dan masih banyak nama populer lain.

Kepopuleran Coca-Cola sebagai salah satu brand minuman terbesar di dunia membuatnya menjadi salah satu bentuk budaya populer yang dikonsumsi masyarakat dalam jumlah yang tinggi. Hal ini memicu kritik dari beberapa kalangan masyarakat terkait perusahaan besar ini. Kritik tersebut membentuk sebuah Culture Jamming.

Culture Jamming

Apa sebenarnya Culture Jamming itu? Seperti yang sudah sempat disinggung sebelumnya bahwa Coca-Cola melakukan strategi untuk meningkatkan penjualanya melalui iklan dan kampanye mengenai "Share A Coke." Culture Jamming melihat periklanan sebagai salah satu manifestasi popular culture yang dapat menciptakan suatu keseragaman dalam stereotype. Putri, L (2011) menyebutkan dalam skripsinya bahwa, Culture Jamming mengkritik keras periklanan dan popular culture sebab masyarakat menjadi terdorong untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan. Bentuk kritik dapat berupa art, sarkasme, dan lain sebagainya.

Culture Jamming dan Postmoderenisme

Postmoderenisme merupakan kritik atas budaya populer yang dibentuk masyarakat modern. Hidayat, M. (2019) dalam jurnalnya mengatakan salah satu kritik postmoderenisme adalah segala sesuatu yang diasosiaikan dengan modernitas atau reaksi melawan moderenisme. Maka dari itu, Culture Jamming merupakan salah satu pemikiran yang lahir dari postmoderenisme.

Culture Jamming Pada Coca-Cola

Ketika Coca-Cola mejadi sebuah budaya populer yang dikonsumsi masyarakat secara luas, maka muncul sebuah kritik dalam bentuk Culture Jamming yang diasosiasikan pada kampanye "Share A Coke" yang dibuat oleh Coca-Cola Company. Tujuan awal kampanye ini tentu saja untuk menarik lebih banyak konsumen dan mendapat keuntungan yang meningkat tajam ketika kampanye ini sempat menjadi sebuah trend dikalangan masyarakat. Kritik tersebut dibuat dalam bentuk sarkasme terhadap kampanye "Share A Coke" menjadi "Share A Coke With Pollution" dan "Share A Coke With Obesity." 

Kritik ini tentu saja bentuk dari Culture Jamming yang hadir untuk memberikan kritik terhadap budaya populer dan kapitalis. Protes ini digunakan oleg geraka sosial anti-konsumeris. Kritik ini hadir karena melihat bahwa perusahaan ini hanya mengambil keuntungan yang diperoleh oleh kapitalis atau pemilik modal.
Gerakan anti-konsumeris melihat bahwa tingkat konsumsi yang terlalu tinggi terhadap produk Coca-Cola memberikan dampak yang cukup buruk bagi kesehatan dan lingkungan yang tidak diperhatikan oleh kapitalis. Selain menjadi brand minuman terbesar di dunia, 

Coca-Cola juga dinobatkan sebagai brand paling berpolusi di dunia dalam audit sampah plastik. Coca-Cola menyumbang sebanyak 11.732 sampah plastik yang dikumpulkan oleh organization's volunteers Nace,T (2019). Jumlah tersebut membuat brand ini berada pada peringkat pertama brand dengan populasi sampah plastik terbanyak menurut forbes.com.

Selain itu tingkat konsumsi yang berlebihan mengakibatkan jumlah penyakit diabetes dan obesitas meningkat. Adrian, K (2016) mengatakan bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa minuman bersoda yang mengandung gula mampu meningkatkan risiko berkembangnya penyakit diabetes tipe 2.

Hal-hal seperti inilah yang dikritik oleh apa yang kita sebut dengan Culture Jamming. Kritik diberikan untuk membuka kesadaran masyarakat untuk tidak hidup konsumtif dan berlebihan. Karena hal tersebut hanya akan menguntungkan kapitalis dan pemilik modal tanpa mempertimbangkan dampak yang mereka berikan.
 
 
Daftar Pustaka
Hidayat, M. A. (2019). Menimbang Teori-Teori Sosial Postmodern: Sejarah, Pemikiran, Kritik Dan Masa Depan Postmodernisme. Journal of Urban Sociology, 2(1), 42-64.

Putri, L. A. (2011). Culture Jamming Versus Popular Culture.

Cocacola.id(n,d). Berapa banyak minuman yang dijual The Coca-Cola Company di seluruh dunia setiap harinya?. Diakses pada 29 Maret 2021, dari sini

Djumena, E. (2015).Kompas.com. Ada 70 Nama Indonesia di Kemasan Coca-Cola, Ini Nama-namanya. Diakses pada 29 Maret 2021, dari sini.

Nace, T. (2019).Forbes. Coca-Cola Named The World's Most Polluting Brand in Plastic Waste Audit. Diakses pada 29 Maret 2021, dari sini

Adrian,K.(2016). Alodokter. Bahaya Minuman Bersoda terhadap Risiko Diabetes. Diakses pada 29 Maret 2021, dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun