Sudah aku mengerti sejak aku, istri dan anakku naik motor ke Sedati. Hari itu cuaca cerah berawan, lalulintas lengang keceriaan sepanjang jalan. Memang naik motor adalah pilihan terbaik saat sekarang terlebih jalan yang kami lalui bukan jalur utama.Â
Maka kehadiran angkutan umum laksana pungguk mencumbui rembulan. Namun satu hal roda berputar dengan ban dalam yang sekarat. Sengaja aku biarkan biar kempes dengan sendirinya. Istriku sudah mengingatkanku agar tekanan ban ditambah dipinggir jalan.
Telah ku susuri dan tengok kanan kiri, ya sebatas itu sampailah kumandang adzan Maghrib. Ban habis tekanan segera kudorong saja biar lekas diselesaikan oleh dokter ban yang buka praktek depan pom bensin pinggir jalan raya. Segera kusambar ada ban dalam belakang, mereka menjawab ada. Hatiku pun lega tiada terkira, kebaikan itu masih ada senyampang mau mencari.
Selesai sudah ban dalam belakang diganti, kini motor kuarahkan ke barat dengan laju yang sebisa-bisanya motor melangkah. Aku tak pernah memaksa motorku untuk akselerasi tinggi, pertimbangannya keselamatan anak dan istri. Sesudah mendekati sebuah area masjid di kota B, kubelokkan ke arah masjid tunaikan sembahyang.
Malam mulai merangkak tanda waktu terus bergerak. Ku hidupkan  lagi mesin bensin ini dengan halus kutinggalkan pelataran masjid mengaspal lewat jalan raya pos. Truk,bus dan ribuan kendaraan lalu lalang malam itu. Bagai sebuah benda yang mengitari orbit mereka saling menjaga agar tak keluar lintasan garis marka.
Sesudahnya motorku melaju diatas jembatan kali Porong, ini menjadi batas dua kabupaten yang aku lalui. Jalanan masih ramai dengan pemotor dan pengendara lain, sesekali penyeberang jalan.Â
Arah tidak berubah ke Utara sampai nanti ada penunjuk jalan alternatif. Disitu aku kemudian berkelok-kelok timur ke Utara ke timur terus ke Utara. Mentok sampailah di rumah adik dan keponakanku.
Aku terharu setelah sekian lama kesibukan masing-masing. Aku, adikku juga papaku bersenda gurau seperti saudara yang sangat dirindukan. Malam itu kami larut dalam kebahagiaan yang sungguh membuat kami tertegun.Â
Mengapa jarak antara ruang dan waktu masih menjadi ganjalan. Setelah itu patutlah aku dalam samudra bantal dan guling kapuk menyusul anak dan istriku yang sudah berwisata duluan ke alam mimpi.
Pagi-pagi sekali aku bangun dan kubasuh wajahku yang kusam ini. Segera sesudahnya kutunaikan dua rakaat saat subuh. Belum selesai anakku sudah bangun mendekat padaku merajuk manja minta dibelai punggungnya.
Sambil dzikir kugaruk-garuk punggung si kecil. Selesai berdzikir aku dan si kecil jalan jalan keliling komplek perumahan tempat adikku menjadi salah satu kontraktornya. Udara pagi yang sejuk dan pemandangan yang indah sungguh memanja mata serta kokok ayam dan kicauan burung burung.
Waktu cepat berlalu menjemput matahari yang enggan bersinar karena awan mendung sedang bergulat manja. Aku,istri serta anakku siap berkemas menuju kota S untuk suatu acara reuni kecil kecilan teman semasa aktif di organisasi ekstra kampus.Â
Maka sekali lagi kuambil peranan motor kesayanganku sambil bergurau mesra" sayang kali ini kita akan ke Utara bersua dengan teman temanku semasa kuliah di kota M". Motorku mengangguk iya dan sedia menjadi tunggangan untuk yang kesekian kalinya.
Tiba di kota S suasana masih sepi di sebuah apartemen yang lumayan tinggi. Setelah lewat pos penjagaan dan dipersilahkan parkir dilantai bawah. Aku segera menaiki lift dan setelah naik dan pintu terbuka sekonyong konyong seorang perempuan yang menyambut dengan senyum ramah dan mempersilahkan duduk di sofa yang sudah diduduki teman teman yang sudah datang lebih awal. Setelah bercakap-cakap seperlunya keluarlah pelayang dengan nampan berisi kopi hitam dan pahit setelah kucicipi.
Senang dan sangat membahagiakan setelah lama tidak bertatap muka. Kami berbincang tentang keluarga dan keadaan masing-masing. Semakin siang semakin gayeng suasana reuni yang mirip arisan ibu ibu hehehe.Â
Intinya menyusuri kepedulian kaum tua kepada kaum muda. Sungguh suatu organisasi akan hidup terus dengan keadaan saling asah asih dan asuh.
Setelah puas dan saling berpamitan, lagi kuambil motor dan kubonceng istri dan anakku. Kususuri jalanan dan hujan lebat mengiringi sepanjang apartemen sampai kontrakan adikku.
Hujan yang didalamnya mengandung berkah dan tak henti hentinya kupanjatkan doa. Semoga hujan ini semakin mempererat rasa persaudaraan kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H