Mohon tunggu...
Riri Tangahu
Riri Tangahu Mohon Tunggu... dosen -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Merangkul Anak Putus Sekolah, melalui Satelit Telkom 3S

28 Februari 2017   13:52 Diperbarui: 1 Maret 2017   06:00 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, Telkom Indonesia meluncurkan satelit 3T (Terdepan, Terluar, Terpencil). Dengan adanya satelit 3T tersebut, memungkinkan seluruh wilayah Indonesia dapat merasakan manfaat dari jaringan telekomunikasi tanpa hambatan. Selama ini, sudah diketahui secara umum bahwa, peran dari akses telekomunikasi sangat besar dalam kehidupan manusia. Khususnya, bagi para penggiat industri kreatif, hal ini mutlak diperlukan. Karena hampir seluruh aktivitas manusia tidak terlepas dari interaksi digital.

Industri kreatif berbasis digital di Indonesia, berkembang sangat pesat. Secara ekonomi, industri kreatif mampu menyumbang sebesar 7,1 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia pada kurun waktu 2010-2013 (BI, 2015). Sementara pada tahun 2016, industri kreatif menyumbang sebesar 8,5 persen terhadap PDB. Proyeksi kontribusi industri kreatif terhadap PDB masing-masing sebesar 9,5 persen, 10,5 persen, dan 12 persen, hingga tahun 2019 (BE KRAF). Dengan demikian, industri kreatif yang didukung oleh kekuatan jaringan telekomunikasi, mampu memajukan masa depan bangsa dari segi ekonomi.

Masa depan bangsa itu sendiri, terletak pada kondisi kesejahteraan anak-anak bangsa. Kesejahteraan anak-anak terjamin, maka masa depan bangsa juga terjamin. Nah, dapatkah industri kreatif mengambil peran dalam hal ini?

Selama ini, kita ketahui bahwa industri kreatif bergerak di berbagai bidang, seperti periklanan, pertanian, perikanan, pariwisata, kuliner, dan bidang-bidang lain yang mendatangkan profit atau keuntungan secara ekonomi. Bagaimana jika kali ini industri kreatif dapat memberikan manfaat sosial secara langsung, namun juga berarti peningkatan ekonomi untuk jangka panjang.

Mengapa saya katakan demikian? Ya, karena anak merupakan investasi jangka panjang. Makanya tak salah jika kita sering mendengar istilah, “Banyak anak banyak rezeki.” Tentu saja hal ini akan terwujud, hanya jika anak diperhatikan dengan baik kesejahteraannya. Asupan pendidikan yang layak bagi mereka, merupakan salah satu komponen pemenuhan kesejahteraan anak demi memajukan masa depan bangsa.

Kondisi Anak Putus Sekolah di Indonesia

Kualitas pendidikan yang diterima dan diserap oleh setiap anak bangsa, menentukan kualitas masa depan bangsa. Seharusnya, setiap anak bangsa memperoleh hak untuk mendapatkan asupan pendidikan minimal hingga ke jenjang pendidikan SMA atau yang setara dengan itu. Namun, jika melihat fakta yang terjadi di Indonesia, tercatat pada periode 2015-2016 sebesar 0,96 persen rata-rata anak putus sekolah di tingkat SMA. Provinsi dengan rata-rata tingkat putus sekolah terbesar adalah Nusa Tenggara barat (1,78 persen), Sulawesi Tenggara (1,53 persen), dan Sulawesi Barat (1,39 persen). Total anak putus sekolah tingkat SMA di Indonesia pada periode tahun tersebut adalah sebesar 40.454 jiwa (Kemdikbud, 2016).

Sementera rata-rata persentase anak putus sekolah tingkat SD pada periode 2015-2016 sebesar 0,26 persen, dan tiga provinsi yang menempati urutan terbesar yaitu Papua (1 persen), Papua Barat (0,95 persen), dan Maluku Utara (0,61 persen). Untuk tingkat SMP, rata-rata persentase anak putus sekolah pada periode tersebut sebesar 0,52 persen. Secara berurutan, Kalimantan Utara (1,50 persen), Papua (1,08 persen), dan Sulawesi Barat (0,97 persen), adalah provinsi dengan rata-rata tingkat putus sekolah terbesar (Kemdikbud, 2016).

Lalu, bagaimana nasib anak-anak putus sekolah tersebut, terlepas dari angka-angka statistik yang disajikan?

Mereka bisa menjadi objek maupun subjek dari tindakan kriminal, dipaksa bekerja, mengamen, mengemis, dan lain sebagainya. Tak heran, banyak kita temui anak-anak usia sekolah, berkeliaran di jalan-jalan, pasar-pasar, dan tempat-tempat lainnya di jam sekolah. Selama kurun waktu 2011 hingga April 2015, tercatat sebanyak 1032 kasus pornografi dan cybercrime (KPAI, 2015). Ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak.

Skema Peran Industri Kreatif Digital dan Telkom Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun