Mohon tunggu...
tandakanan
tandakanan Mohon Tunggu... -

Kita semua autentik dengan semua rasa dan pikiran yang ada di dalam kepala.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Teruntuk yang Terkasih

9 Januari 2016   23:10 Diperbarui: 10 Januari 2016   00:04 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibu... 

Kau tahu, setiap aku melihat seorang tua duduk sendiri di stasiun kereta, aku langsung teringat dirimu... ingin aku mengucapkan terima kasih kepadamu karena kau telah berjuang dan hidup dengan baik sehingga saat ini aku tak perlu mengkhawatirkanmu duduk sendiri menunggu seperti seorang tua di stasiun itu.

Papah...

Kau tahu, saat aku melihat seorang bapak berdiri di dalam sesaknya metromini dengan batik dan sepatu kantornya yang agak kusam, aku langsung teringat dirimu... ingin aku mengucapkan terima kasih karena kau telah bekerja dengan sangat baik sehingga saat ini aku tak perlu mengkhawatirkanmu yang tak perlu bersesak dan bersusah payah seperti bapak yang berdiri di metromini itu.

Aku ingin berterimakasih kalian telah membuatku beranjak dewasa tanpa kekhawatiran seperti itu.

Aku tenang, kau selalu ditemani seseorang kala ingin berpergian, Ibu.

Aku tenang, kau dalam mobil yang nyaman untuk sampai ke kantor, Papah.

Aku tenang dan senang menyadari bahwa kedua orang-tua-ku hidup dengan baik saat ini. Dan itu semua karena kalian berjuang dengan baik selama hidup kalian. Kalian berhasil membangun kehidupan yang baik dan membanggakan.

Untuk itu aku berterimakasih.

Maka, Papah, Ibu... Izinkan aku menjelaskan satu hal...

Jangan terlalu khawatir jika aku lebih memilih berdesakan di dalam gerbong kereta, atau behimpitan di dalam metromini yang penuh karat dibanding menggunakan taksi seperti yang sering kalian sarankan. Ini bukan tentang uang, ini tentang pelajaran yang kudapatkan dari keterbatasan.

Jangan terlalu khawatir jika aku lebih memilih untuk menaiki kereta kelas ekonomi, atau bisnis di banding pesawat terbang yang selalu kalian tawarkan. Ini bukan sekedar tentang efisiensi waktu, tapi ini tentang pemahaman yang membentuk pola pikir hidupku.

Jangan terlalu khawatir dengan anak bungsu kalian ini,,,

Aku punya cara sendiri untuk mencari cara mengerti  dan memahami hidup agar aku bisa menjadi manusia dewasa yang tak sekedar menua.

Kau tahu, Ibu... 

Aku selalu menemukan banyak hal yang bisa kupikirkan dan kumengerti saat aku menelusuri pinggir jalan kecil yang penuh ludah dan sampah. 

Aku melihat banyak hal dibanding ketika aku harus duduk manis di dalam taksi yang maju sekali-sekali dalam kemacetan yang tiada henti.

Kau tahu, Papah...

Aku sering mendengar banyak cerita baru di dalam kereta. Mendengarkan orang asing yang duduk di samping selama beberapa jam perjalanan yang jarang kudapatkan di bangku pesawat yang sandarannya tak pernah membuatku merasa benar-benar nyaman. 

Lagipula... aku bisa lebih menikmati perjalanan dari tiket yang kubeli dari hasil keringatku. Bukan berarti aku tak menghargai keinginan mu melindungiku dan mempermudah segala urusanku. 

Ibu... Papah... AKu sayang kalian. 

Kalian manusia yang paling aku sayangi di dunia ini, kemarin, saat ini hingga nanti.

Aku tahu seberapapun aku tumbuh, aku tetaplah anak bungsu perempuan kecil di mata kalian; yang selalu ingin kalian jaga dan kalian lindungi semampu kalian. 

Tapi aku ingin tumbuh baik seperti kalian juga. Tumbuh dari akar rumput dan menjalar perlahan ke atas dengan usaha dan pemahaman yang kutemukan dari kesederhanaan-kederhanaan kecil yang Tuhan cecer di setiap sudut jalan. Aku yakin kelak akan berdiri di posisi yang sama dengan kalian saat ini, bahkan akan ku usahakan untuk berdiri lebih tinggi lagi, dan karenanya aku harus paham tentang dasar yang kupijak, agar kelak aku bisa berdiri lebih kokoh tanpa angkuh.

 

Biarkan bungsu kecilmu terbiasa dengan kehidupan masyarakat kelas bawah, karena kenyataannya saat ini aku memang manusia kelas bawah. Dari sini aku belajar berdiri dengan kakiku sendiri dan memahami banyak hal untuk aku syukuri dan menyadari hal-hal yang lupa aku syukuri selama ini.

 

Biarkan bungsu kecilmu terjatuh berkali-kali, dengan luka maupun lebam ditubuhnya karena menyusuri punggung gunung yang tak selalu ramah, agar aku bisa belajar bahwa hidup adalah tentang merayakan kemampuan untuk bangkit dan melangkah lagi setelah jatuh berkali-kali. 

 

Biarkan bungsu kecilmu melembur hingga larut malam bahkan pagi untuk mengumpulkan rupiah demi rupiah yang ia tabung agar kelak bisa mengajak kalian ke suatu tempat yang indah untuk sekedar membuat kalin tahu bahwa aku tak pernah lupa dengan tamasya yang kalian hadiahkan di masa kecilku sebagai usaha kalian membahagiakan aku. 

Ibu... Papah...

Terima kasih kau merawatku seperti bunga yang terawat dengan ketulusan, keihklasan dan setia. Kalian ajarkan aku kebaikan agar aku tumbuh dengan pemahaman yang baik pula. 

Aku pernah bertanya di ulang tahunmu, Ibu, "Ibu ingin kado apa?"

dan kau jawab "Ibu cuma mau dedek doain ibu biar bisa menginggal dengan khusnul khotimah", dan dadaku sesak seketika mendengarnya,, karena kita menjadi tahu bahwa mungkin waktu yang ada untuk bersama tak lagi lapang.

Ibu... Papah... terima kasih...

Aku tak tahu bagaimana menutup dengan baik tulisan ini, seperti aku yang kebingungan bagaimana menghadiahkan kebahagiaan yang bisa terlihat nyata untuk kalian. 

Menualah dengan penuh kebahagiaan, Bu..., Pah...

Jangan khawatir, anak bungsu kalian akan senantiasa berjuang di bawah doa-doa yang setia kalian panjatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun